Sex Education Penting atau Merusak?

Ave Airiza
Journalism Student of Polytechnic State of Jakarta. SEO Content Writer Internship at kumparan Bisnis.
Konten dari Pengguna
14 April 2021 9:41 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Ave Airiza tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi Penis dan Kondom. Foto: Shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Penis dan Kondom. Foto: Shutterstock
ADVERTISEMENT
Sex education merupakan hal yang dianggap tabu bagi masyarakat Indonesia. Mayoritas masyarakat Indonesia berpikir bahwa sex education justru mendorong remaja untuk berhubungan seks.
ADVERTISEMENT
Orang tua cenderung memilih bungkam dibandingkan bercerita mengenai hal ini, karena menganggap pembicaraan mengenai seks merupakan perbincangan vulgar.
Menurut pengamat kesehatan seksual dr Boyke Dian Nugraha, SpOG, masih minimnya pendidikan seks yang diberikan di dalam masyarakat Indonesia turut berkontribusi terhadap tingginya angka kematian Ibu (AKI) dan penyebaran human immunodefeciency virus (HIV).
Salah satu kisah mengenai minimnya sex education di Indonesia, tergambar pada diri seorang gadis yang tidak disebutkan namanya.
Foto: twitter
Gadis tersebut melakukan kegiatan seksual bersama kekasihnya, dikarenakan sang kekasih mengaku mengalami sakit parah yaitu kelebihan sel darah putih. Pria tersebut mengaku jika dia harus mengeluarkan sel darah putih yang berlebih itu melalui hubungan badan.
Miris, itulah kata pertama yang saya lontarkan ketika membaca peristiwa tersebut. Orang tua menjadi sosok utama dalam memberikan pendidikan seks karena ayah dan ibu adalah panutan bagi anak.
ADVERTISEMENT
Untuk anak perempuan, maka ibu yang harus lebih berperan dalam memberikan pendidikan seks, sementara untuk anak laki-laki maka ayahlah yang harus lebih berperan aktif.
Sex education itu penting bukan malah merusak. Jika tidak diajarkan sedari dini, anak akan mencari informasi mengenai seks di internet.
Informasi mengenai seks di internet belum ter-filter dengan baik. Banyak informasi yang justru menjerumuskan anak untuk menjadi pecandu seks.
Lantas apa yang ingin Anda pilih? Membiarkan anak terjerumus seks bebas atau mematahkan ketabuan mengenai sex education dengan berdiskusi bersama anak?