Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.88.1
Konten dari Pengguna
Agama dan Ilmu Pengetahuan: Mencari Titik Temu dalam Era Modern
16 November 2024 18:36 WIB
·
waktu baca 4 menitTulisan dari Muhammad Awaluddin Rahmat tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Di dunia yang semakin dipenuhi oleh kemajuan teknologi dan sains, hubungan antara agama dan ilmu pengetahuan menjadi salah satu topik yang sering diperdebatkan. Sering kali, keduanya dipandang sebagai dua dunia yang terpisah—agama dengan kepercayaan dan ritualnya, sementara ilmu pengetahuan dengan teori dan eksperimen yang tak tergoyahkan. Namun, apakah kedua hal ini benar-benar tidak dapat disatukan? Ataukah mungkin ada ruang di mana agama dan sains dapat saling melengkapi, bukan saling bertentangan?
ADVERTISEMENT
Sebelum menggali lebih dalam, kita harus memahami apa yang dimaksud dengan agama dan ilmu pengetahuan. Agama dapat diartikan sebagai sistem kepercayaan yang berkaitan dengan pengertian tentang Tuhan, moralitas, dan eksistensi manusia di dunia ini. Sedangkan ilmu pengetahuan adalah usaha manusia untuk memahami dunia melalui observasi, eksperimen, dan pemikiran rasional.
Secara tradisional, sains sering dianggap bertujuan untuk menjelaskan fenomena alam semesta melalui hukum-hukum fisika dan teori-teori yang dapat diuji, sedangkan agama berurusan dengan pertanyaan-pertanyaan tentang makna hidup, tujuan manusia, dan hubungan kita dengan kekuatan yang lebih tinggi.
Dalam sejarahnya, agama dan sains pernah berada dalam satu kesatuan. Misalnya, para ilmuwan awal seperti Galileo Galilei dan Isaac Newton adalah orang-orang yang sangat religius, meskipun mereka dikenal karena kontribusi besar mereka dalam dunia sains. Newton, misalnya, melihat hukum fisika sebagai bagian dari desain Ilahi yang menciptakan keteraturan dan keharmonisan di alam semesta.
ADVERTISEMENT
Namun, seiring dengan berkembangnya sains pada masa Pencerahan, terjadi pergeseran besar yang memisahkan kedua bidang ini. Penemuan seperti teori evolusi oleh Charles Darwin dan teori heliosentrisme oleh Copernicus sering kali bertentangan dengan interpretasi literal dari teks-teks agama. Seiring waktu, banyak ilmuwan dan pemikir yang merasa bahwa agama dan sains tidak dapat hidup berdampingan, karena mereka mendasarkan diri pada metode dan tujuan yang berbeda.
Meski terdapat perbedaan mendalam antara keduanya, banyak pemikir modern yang mencoba menemukan titik temu antara agama dan sains. Salah satunya adalah teori "Jembatan Antara Agama dan Ilmu Pengetahuan" yang dikemukakan oleh beberapa teolog dan ilmuwan kontemporer. Dalam pandangan ini, sains dan agama tidak harus bersaing, melainkan bisa saling mengisi.
ADVERTISEMENT
Beberapa ilmuwan, seperti Francis Collins (seorang ahli genetika dan mantan direktur NIH), menyatakan bahwa ilmu pengetahuan memberikan kita wawasan tentang bagaimana dunia ini berfungsi, sementara agama memberikan pandangan yang lebih mendalam tentang mengapa kita ada. Dalam bukunya yang terkenal The Language of God, Collins menjelaskan bagaimana penemuan ilmiah tentang genetika dapat memperdalam pemahaman kita tentang penciptaan, dan bagaimana wawasan agama memberikan makna bagi pengetahuan ilmiah tersebut.
Meskipun ada upaya untuk menyatukan keduanya, ketegangan antara agama dan ilmu pengetahuan tetap ada, terutama dalam isu-isu seperti penciptaan alam semesta, evolusi, dan asal-usul kehidupan. Namun, banyak pemikir modern melihat ketegangan ini sebagai peluang untuk mendorong dialog lebih lanjut. Menurut mereka, ketegangan tersebut mendorong kita untuk terus menggali pemahaman lebih dalam tentang hakikat manusia, alam semesta, dan Tuhan.
ADVERTISEMENT
Di sisi lain, kolaborasi antara agama dan ilmu pengetahuan juga dapat terlihat dalam hal etika dan teknologi. Misalnya, isu-isu terkait dengan pengembangan teknologi baru, seperti kecerdasan buatan (AI) atau rekayasa genetika, menuntut kita untuk bertanya tentang moralitas dan dampak jangka panjang dari penemuan ilmiah. Di sini, agama dapat memainkan peran penting dalam memberikan panduan moral, sementara sains memberikan pemahaman tentang konsekuensi yang mungkin timbul dari teknologi tersebut.
Dalam dunia yang semakin kompleks ini, penting untuk mengingat bahwa sains dan agama tidak selalu harus berlawanan. Meskipun keduanya menggunakan pendekatan yang berbeda dalam menjelaskan dunia, keduanya berusaha untuk menjawab pertanyaan besar tentang kehidupan, eksistensi, dan alam semesta.
Dengan pendekatan yang tepat, kita dapat menemukan titik temu yang memungkinkan kita untuk merayakan kekuatan keduanya—baik dalam pencarian ilmiah maupun spiritualitas. Di dunia yang terus berkembang ini, mungkin kita semua akan lebih bijak jika kita memandang sains dan agama bukan sebagai saingan, tetapi sebagai sahabat dalam perjalanan memahami kehidupan yang lebih besar dan lebih kompleks.
ADVERTISEMENT
Muhammad Awaluddin Rahmat & Annisa Akhlaqul Karimah Mahasiswa/i Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, Fakultas Agam Islam, Program Studi Komunikasi dan Penyiaran Islam.