Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Diversitas Cecak Jari-lengkung (Cyrtodactylus) Indonesia
25 Mei 2024 11:50 WIB
·
waktu baca 6 menitTulisan dari Awal Riyanto tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Tuhan Yang Maha Pencipta telah menciptakan beragam flora dan fauna serta mikroorganisme untuk hidup dan kehidupan umat manusia. Salah satu ciptaan-Nya tersebut adalah cecak. Kelompok cecak dan tokek dihimpun dalam famili Gekkonidae.
ADVERTISEMENT
Karakteristik fisik Gekkonidae adalah tidak adanya kelopak mata sehingga sering disebut like snake eye (fungsi kelopak mata diganti oleh membran), sisik pada punggung kecil tersusun tidak tumpang tindih dan bergerak dengan empat tungkai yang berkembang.
Fosil kelompok ini diketahui dari deposit berumur 100-112 juta tahun (Arnold & Poinar, 2008) dan diduga Eichstaettisaurus schroederi dan Ardeosaurus digitatellus merupakan cikal mbakal kelompok famili ini (Simões dkk, 2017).
Sebanyak 76% anggota gekkonidae aktif di malam hari (nocturnal), 16% aktif di siang hari (diurnal) dan sisanya aktif dikeduanya (Meiri, 2019). Kelompok famili ini mempunyai peran penting dalam ekosistem seperti sebagai pengendali populasi nyamuk dan invertebrata lainnya di samping itu juga sebagai mangsa bagi vertebrata yang lebih besar sehingga dapat dikatakan juga berperan dalam proses keseimbangan ekosistem.
ADVERTISEMENT
Di samping peran tersebut, di China dimanfaatkan sebagai bahan obat tradisional untuk penyakit diabetes, asma, kulit dan kanker (Li dkk, 2004), oleh karenanya beberapa spesies famili Gekkonidae menjadi komoditas ekspor ke China.
Berdasarkan laman Reptile-database (Uetz 2023) famili Gekkonidae saat setidaknya beranggotakan 1594 spesies dalam 95 genus. Beberapa genus maupun spesies yang familiar atau hampir selalu ada disekitar kita adalah Gekko gecko (tokek rumah), Gehyra mutilata (cecak gula), Hemidactylus platyurus (cecak tembok) dan Hemidactylus frenatus (cecak pohon), namun pada kesempatan ini penulis akan membahas lebih detail mengenai Cyrtodactylus, yaitu salah satu genus yang menarik karena kecepatan pengungkapannya sangat fantastis disamping juga dengan jumlah spesies paling banyak dalam famili Gekkonidae tersebut.
Entitas Cyrtodactylus
Cyrtodactylus dideskripsi pada tahun 1827 oleh Gray. Spesies acuan (type species) genus ini adalah Cyrtodactylus phulcellus. Genus ini mempunyai ciri khas berupa jari pada tungkai belakang yang berbentuk bengkok, melengkung seperti busur, pipih di bagian ujung, bercakar dan berjumlah lima serta pupil yang vertikal (Gray, 1827; Manthey & Grossman, 1997). Sebagai anggota famili Gekkonidae, genus ini juga tidak mempunyai kelopak mata dan sisik pada punggung kecil tersusun tidak tumpang tindih.
ADVERTISEMENT
Genus cecak jaribengkok ini mempunyai daerah persebaran yang luas yaitu dari dataran tinggi Himalaya, India, daratan Asia Tenggara, Filipina, Indonesia, Papua, Australia hingga kepulauan Pasifik.
Diversitas Cyrtodactylus Indonesia
Masih berdasarkan laman Reptile-database, jumlah spesies genus Cyrtodactylus saat ini mencapai 359 dan 42 diantaranya terdapat di Indonesia, 50 di Malaysia, 51 di Thailand, 52 di Vietnam, 42 di Myanmar, 9 di Filipina dan 48 di India. Dari negara-negara tersebut luas wilayah daratan Indonesia adalah yang paling luas, kecuali dibandingkan dengan India.
Indonesia sebagai negara kepulauan dengan luas kurang-lebih 5,75 kali dari luas Malaysia; 5,79 kali dari luas Vietnam; 3,74 kali dari luas Thailand; dan 2,84 kali dari luas Myanmar tentunya mempunyai lebih bervariasi tipe habitat yang mendukung variasi spesies yang ada, namun ternyata jumlah kekayaan spesies Cyrtodactylus masih kalah dengan negara-negara tersebut. Menurut penulis, hal ini bukan karena Indonesia memang miskin spesies Cyrtodactylus melainkan kurang atau kalah cepatnya studi dalam pengungkapan dibanding negara-negara tersebut.
ADVERTISEMENT
Penulis memprediksi bahwa keragaman spesies Cyrtodactylus Indonesia sesungguhnya jauh lebih tinggi. Hal ini didasarkan masih minimnya studi yang ada saat ini, Indonesia mempunyai habitat lebih bervariasi dan beberapa spesies merupkan spesies kompleks yang sangat membuka peluang ditemukannya spesies baru.
Spesies kompleks adalah kelompok organisme yang mempunyai penampakan yang sangat mirip sehingga batas antara mereka seringkali tidak jelas. Disebabkan sangat miripnya maka terjadilah fenomena spesies kriptik yaitu dua atau lebih spesies yang tersembunyi di bawah satu nama spesies.
Berikut adalah beberapa spesies kompleks yang ada di Indonesia yaitu Cyrtodactylus agamensis, C. consobrinus, C. darmandvillei, C. jellesmae, C. laevigatus, C. marmoratus, C. novaeguineae, dan C. quadrivirgatus.
Rutinitas deskripsi spesies baru tiap tahun juga cukup membuktikan bahwa masih banyak spesies Cyrtodactylus yang belum diungkap. Tercatat dalam 10 tahun kebelakang setidaknya setiap tahun dideskripsi sebanyak 1 spesies.
Taksonomi Integratif Solusi Percepatan Pengungkapan Diversitas
Tindakan menamai spesies baru merupakan langkah mendasar dalam menggambarkan keanekaragaman hayati dan merupakan satu-satunya cara untuk memastikannya bahwa kita sedang membicarakan entitas yang sama (Schlick-Steiner dkk, 2007; Patterson dkk, 2010; Satler dkk, 2013).
ADVERTISEMENT
Spesies baru dapat ditemukan setelah dilakukan penelaahan, perincian dan pengelompokan makhluk hidup berdasarkan persamaan maupun pembedaan yang ada. Setelah diperoleh keyakinan bahwa yang diduga memang sepesies baru maka baru bisa diberikan nama terus dipublikasi dalam jurnal ilmiah. Sebelum terbit dalam jurnal tersebut, naskah deskripsi spesies baru tersebut harus lolos review dari para pakar di bidangnya. Bidang ilmu yang berkutat tentang hal ini adalah taksonomi.
Berkat kemajuan teknologi molekuler, pada tahun 2003 dunia ilmu pengetahuan mendapatkan terobosan baru berupa teknik DNA barcoding yaitu metode cepat untuk mengidentifikasi spesies dengan menggunakan urutan pendek DNA antara 400 hingga 800 pasang basa.
Teknik ini sangat membantu taksnomi bahkan mendorong tranformasi penelaah dalam taksonomi yang semula hanya mengandalkan karakter morfologi menjadi taksonomi integratif pada tahun 2005, yaitu taksonomi multidipliner yang dilakukan dengan pendekatan bersama baik morfologi, genetika, molekuler, filogeografi, ekologi dan seterusnya (Dayrat, 2005; Will dkk, 2005).
ADVERTISEMENT
Pengungkapan diversitas cecak jari-lengkung melalui pendekatan taksonomi integratif ini telah dibuktikan oleh Grismer dkk di Semenanjung Malaysia yaitu dideskripsikannya enam spesies baru yang semula dalam nama C. pulchellus pada tahun 2012 dan dua spesies baru pada tahun 2016, dua masing-masing satu spesies baru yang semula dalam nama C. semenanjungensis, C. sworderi dan C. quadrivirgatus.
Di Indonesia, pendekatan taksonomi integratif juga telah dimulai untuk deskripsi speses-spesies baru cecak jarilengkung ini yaitu pada tahun 2015 oleh Riyanto dkk yang berhasil mengungkap dua speses baru yaitu C. petani dan C. rosichoerieforum, selanjutnya tahun 2016 oleh Harvey dkk dengan dua spesies baru yaitu C. pasarops dan C. semicinctus, pada tahun yang sama oleh Oliver dkk dengan dua spesies yaitu C. equestris dan C. rex, pada tahun 2022 oleh Riyanto dkk dengan dideskripsikannya C. papeda dan tahun 2023 oleh Ahda dkk dan Nugraha dkk yang masing masing mendeskrisikan C. awalriyantoi dan C. gonjong serta Wiradarma dkk pada tahun 2024 ini dengan deskripsi C. tehetehe.
Penulis berkeyakinan dengan pendekatan taksonomi integratif ini, ditambah antusias generasi muda untuk menemukan spesies baru, serta ekplorasi wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia ini yang merupakan negara kepulauan dengan jumlah pulau lebih dari 17.000 maka semakin banyak dan cepat spesies-spesies baru Cecak jarilengkung yang akan ditemukan dan dideskripsi.
ADVERTISEMENT