Laptop Merah Putih dan Kurikulum Literasi Digital

Awang Dharmawan
Dosen Prodi Ilmu Komunikasi Universitas Negeri Surabaya
Konten dari Pengguna
31 Juli 2021 7:04 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Awang Dharmawan tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi laptop Windows 11. Foto: Microsoft
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi laptop Windows 11. Foto: Microsoft
ADVERTISEMENT
Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) pada tahun 2021 memesan 165 ribu unit laptop merek dalam negeri untuk program Digitalisasi Sekolah. Bahkan pemerintah menyiapkan anggaran dana Rp 17,42 triliun hingga tahun 2024 untuk memfasilitasi sekolah di seluruh Indonesia melaksanakan program tersebut. Kemendikbudristek menunjuk perusahaan dalam negeri dan perguruan tinggi seperti UGM, ITS, dan ITB untuk membuat laptop dalam jumlah besar. Oleh karena itu, pemerintah menggunakan istilah laptop merah putih sebagai simbol nasionalisme dalam program Digitalisasi Sekolah.
ADVERTISEMENT
Harapan Pemerintah dengan anggaran sebesar itu, agar siswa dapat memanfaatkan akses bahan ajar seluasnya, dan memfasilitasi pembelajaran siswa yang kolaboratif dan adaptif terhadap perkembangan informasi dan ilmu pengetahuan di tengah revolusi industri 4.0. Program Digitalisasi Sekolah ini menjadi tanda bagi dunia pendidikan Indonesia agar terus bersaing dengan negara-negara lain di kancah global. Tapi dalam sekali mendayung, harusnya satu, dua atau lebih pulau bisa terlampaui. Artinya pemerintah perlu peka bahwa tujuan program Digitalisasi Sekolah ini tidak hanya meningkatkan siswa terhadap akses informasi dan bahan ajar dalam proses pembelajaran. Program tersebut bisa digunakan untuk menanamkan nilai dan pemahaman agar siswa memiliki tameng ketika menghadapi implikasi negatif penggunaan internet.

Kesenjangan Digital pada Siswa

Perlu digarisbawahi, bahwa menurut Molnar (2003) jenis kesenjangan digital dua di antaranya, yaitu kesenjangan akses pada pengguna internet dan kesenjangan kualitas penggunaan internet. Pertama, the access divide atau kesenjangan yang disebabkan perbedaan kemampuan setiap orang dalam mengakses internet. Program Digitalisasi Sekolah hadir memeratakan akses bagi setiap sekolah di Indonesia, baik yang di pelosok, terluar, dan bahkan di perkotaan bisa belajar dengan perangkat internet, laptop, proyektor, LCD, yang difasilitasi pemerintah. Kedua, the quality of use divide yaitu lebih menekankan bagaimana perbedaan tingkat kebermanfaatan penggunaan internet oleh penggunanya yang berbagai macam. Dalam konteks ini, tidak semua siswa mampu menggunakan internet untuk kebermanfaatan diri dan lingkungannya. Bahkan sebaliknya mudah sekali ditemukan penyimpangan sosial yang terjadi sesama siswa dikarenakan internet, misalnya kecanduan game online, mengunggah atau menonton pornografi di media maya, aksi kekerasan di dunia maya, judi online, dan menganggap realitas hidup itu bisa instan seperti potret gaya hidup figur di dunia maya . Artinya kesenjangan digital di tingkat usia anak sekolah itu patut menjadi perhatian penting yang perlu dimasukkan dalam program Digitalisasi Sekolah.
ADVERTISEMENT
Suatu ketika saya bersama teman-teman dosen Prodi Ilmu Komunikasi Universitas Negeri Surabaya (UNESA) pernah diminta bantuan oleh seorang Wakil Kepala SMP di Surabaya. Semua guru di sekolah itu resah karena beberapa hari sebelumnya siswanya tawuran dengan siswa sekolah lain, sehingga banyak fasilitas sekolah yang rusak. Persoalannya karena di antara siswa yang berbeda sekolah tersebut saling menghina dan mencaci di sosial media, sehingga akhirnya berlanjut ke aksi tawuran. Kasus semacam ini sudah menjadi fenomena, bisa terjadi di sekolah manapun. Kesenjangan digital pada siswa karena faktor minimnya kemampuan kualitas pengguna dalam memanfaatkan internet sangat penting untuk diperhatikan. Setiap siswa perlu mendapatkan pemahaman dan nilai bagaimana etika dalam bersosial media, bagaimana membuat konten yang positif, dan bermanfaat bagi dirinya dan orang lain.
ADVERTISEMENT

Urgensi Kurikulum Literasi Digital

Kurikulum literasi digital merupakan poin yang sangat penting dan perlu diprioritaskan oleh pemerintah, selain tujuan awal dari program Digitalisasi Sekolah. Di berbagai jenjang pendidikan, baik itu Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP), dan Sekolah Menengah Atas (SMA) perlu dirancang materi-materi pelajaran literasi digital yang relevan dengan konteks kehidupan sehari-hari. Pada konteks penyusunan kurikulum ini, pemerintah bisa menggandeng perguruan tinggi LPTK (Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan) yang pakar dalam kurikulum sekolah.
Bagi Potter (2005) literasi media merupakan kemampuan pengunanya mencakup empat hal yaitu kemampuan mengakses atau menggunakan media, kemampuan menganalisis realitas di media, kemampuan mengevaluasi media, dan yang puncak adalah kemampuan mengkomunikasikan isi pesan media. Misalnya, kurikulum literasi digital pada tingkat SD difokuskan pada kemampuan siswa dalam mengakses dengan baik dan benar terhadap berbagai macam platform media digital atau online. Sedangkan kurikulum literasi digital pada tingkat SMP, fokus pada kemampuan siswa dalam memahami realitas di media digital. Sedangkan pada tingkat pendidikan SMA, capaian pembelajarannya ditargetkan siswa mampu dalam mengevaluasi konten-konten dan program media digital, dan kemampuan siswa mengkomunikasikan ide dalam berbagai bentuk konten melalui media digital. Pada tingkat SMA ini bahkan bisa memproduksi konten yang informatif, mendidik, dan menarik sehingga bisa mempengaruhi pengguna lain untuk bisa kritis dalam bermedia.
ADVERTISEMENT
Bentuk-bentuk kegiatan literasi digital sebenarnya sudah banyak dilakukan oleh berbagai kelompok masyarakat, perguruan tinggi, dan pemerintah. Semua itu bermanfaat, tapi hanya berjalan sporadis, terjadi pada sasaran tertentu saja, tidak merata, tidak banyak yang berkelanjutan dan tidak sistematis pada sasaran yang sama. Maka dari itu, menjadi sangat masif ketika literasi digital ini menjadi kebijakan kurikulum di lembaga pendidikan formal.
Kurikulum literasi digital merupakan jalan panjang yang harus dilakukan Kemendikbudristek, sehingga hasilnya beberapa tahun kemudian, Indonesia dapat memanen generasi yang maju dalam bermedia digital. Generasi yang kelak tidak mudah terjebak berita bohong, generasi yang mampu memverifikasi berita bohong, generasi yang tidak mudah dipecah belah melalui sosial media, generasi yang kritis dalam bermedia, dan generasi yang maju dalam pengetahuan, sikap, dan perilaku. Maka sekarang sudah waktunya program digitalisasi sekolah juga beriringan dengan kurikulum literasi digital.
ADVERTISEMENT
**(Dosen Prodi Ilmu Komunikasi Universitas Negeri Surabaya)