Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.102.2
Konten dari Pengguna
Fisika Keberuntungan : Beruntung itu Sama Sekali Bukan Keberuntungan
12 Oktober 2018 17:58 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:05 WIB
Tulisan dari Award News tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

ADVERTISEMENT
Kebanyakan orang percaya bahwa keberuntungan berada di luar kendali manusia. Manusia tidak bisa memperkirakan dalam keadaan dan waktu apa ia tiba-tiba bisa beruntung. Seakan-akan keberuntungan itu sesuatu yang alamiah, atau berasal dari Tuhan, yang diberikan khusus kepada orang-orang tertentu, selain kita.
ADVERTISEMENT
Beberapa orang sepertinya lebih beruntung dari orang lain. Karier yang sempurna, pasangan yang sempurna, bahkan hidup yang sempurna. Namun jika melihat kehidupannya, sepertinya apa yang kita lakukan lebih keras dengan tangga yang begitu terjal dan berliku. Sementara mereka, entah dari mana, tiba-tiba bisa menemukan pekerjaan, atau penemuan-penemuan baru, yang kadang membuat kita berpikir, “saya sebenarnya bisa menemukan dan mengerjakan sesuatu yang lebih baik dan penting, hanya saja dia lebih beruntung.”
Hal yang paling membuat kita berkecil hati dan mengurung diri dalam waktu belakangan adalah media sosial. Di Facebook, Instagram, Whattsapp, semua orang terlihat beruntung kecuali kita. Bahkan orang-orang yang kita anggap lebih di bawah dari kita dalam hal pengalaman, kecerdasan, jaringan pertemanan, bisa mendapatkan keberuntungan yang tidak kita duga mereka bisa.
ADVERTISEMENT
Tapi baiklah. Mari kita buka kembali lembaran-lembaran buku fisika di sekolah dahulu. Ketakjuban kita pada keberuntungan seseorang sama seperti ketakjuban Isaac Newton ketika tengah berjalan di suatu taman dan menemukan apel yang jatuh dari dahannya. Versi lain yang lebih dramatis, ketika Newton rebah beristirahat di bawah pohon apel, sebuah apel jatuh dan menimpa kepalanya.
Kisah ini entah fiktif yang diceritakan Voltaire ataukah benar-benar terjadi pada Newton. Namun Newton lantas berpikir, seakan-akan ada tangan tak terlihat yang menarik buah apel tersebut sampai jatuh ke tanah, dan tidak jatuh ke atas langit. Persis kita menganggap keberuntungan seseorang karena adanya tangan Tuhan, atau tangan keberuntungan, yang menarik orang tersebut untuk lebih beruntung dari kita.
ADVERTISEMENT
Newton, menurut kebanyakan orang adalah jenius. Dia bisa memikirkan hal sederhana menjadi sebuah teori yang dipakai di seluruh dunia. Dia lalu menemukan hukum gravitasi yang dipakai oleh umat manusia sepanjang sejarah. Dia memang jenius. Sampai-sampai sahabat karibnya Alexander Pope menuliskan di atas nisan Newton sebuah kalimat: Tuhan menciptakan Newton, dan terkuaklah hukum-hukum alam.
Namun jarak antara peristiwa antara apel jatuh dan pengukuhan Newton tentang hukum gravitasi memiliki rentang waktu sekitar 20 tahun. Sepanjang waktu itu, Newton memikirkan, merumuskan, mengevaluasi, memikirkan alternatif lain, merumuskan kembali, lantas mengevaluasi untuk kesekian kalinya. Sebelum akhirnya menerbitkan hukum gravitasi dalam buku Principia pada tahun 1687.
Apa yang dipikirkan Newton selama itu adalah sebuah tuas yang memungkinkan apel jatuh ke tanah. Sama seperti kita melihat keberuntungan orang lain yang seakan-akan di luar kendali dan terjadi begitu saja. Hal itu karena kita tak pernah memikirkan tuas-tuas yang ditancapkan oleh orang lain, yang kita lihat hanyalah ketika dia berada di puncak keberuntungannya.
ADVERTISEMENT
Manusia hanya mampu melihat titik-titik tertentu dalam kehidupan orang lain, atau momen-momen tertentu di mana mereka sebenarnya telah menemukan buah hasil dari jerih payahnya dalam waktu yang tidak terhitung. Lantas kita melihat diri kita sendiri dalam kondisi sehari-hari yang tidak beruntung.
Rasionalisasi Keberuntungan

Tina Seelig mengatakan, jangan cepat tertipu oleh versi sederhana dari cerita seseorang. Ada banyak hal yang perlu dilakukan seseorang sebelum, selama, dan setelah ia mendapatkan momen-momen terbaik dalam hidupnya. Dengan hanya fokus pada satu momen saja, kita tentu akan melihat momen itu sebagai sesuatu yang tiba-tiba, yang pada gilirannya membuat kita berpikir bahwa keberuntungan memang berasal dari sesuatu di luar diri.
ADVERTISEMENT
Louis Pasteur pernah berkata, keberuntungan hanya datang pada orang-orang yang telah bersedia. Apa sebenarnya yang harus dipersiapkan? Apa yang membuat kita mendapatkan kesempatan yang baik?
Hal ini hampir sama jika dibandingkan dengan hubungan genetika seseorang dan lingkungan yang menentukan bagaimana dia akan hidup. Baik genetika dan lingkungan sama-sama membentuk diri seseorang, dan kedua terjalin cukup erat. Genetika mempengaruhi bagaimana seseorang terlibat di dalam lingkungan, dan lingkungan mempengaruhi bagaimana seseorang mengungkapkan sifatnya.
Hal yang sama berlaku pada keberuntungan dan perilaku seseorang. Keberuntungan menangkap hal-hal yang terjadi pada seseorang, dan perilaku merangkum hal-hal yang dikendalikan. Sehingga, keberuntungan seseorang tidak pernah jauh dari apa yang dia lakukan sehari-hari. Jika ia terbiasa menulis, maka keberuntungan yang memihak pada dirinya juga dalam bidang kepenulisan. Begitu juga dengan pebisnis, saintis, dan bidang-bidang yang lain.
ADVERTISEMENT
Maka fisika keberuntungan bersandar pada suatu teorema yang diterima oleh semua orang: hukum sebab dan akibat.
Ibaratnya kita tengah menari di alam dunia ini. Begitu tarian dimulai, kita memiliki kendali besar atas keberuntungan karena itu adalah hasil dari tarian kita. Tentu kita tidak bisa mengontrol semua yang terjadi, karena kita terhubung kepada musik, rekan tarian, dan ruang yang kita tempati. Namun kita bisa mengontrol respon terhadap jenis musik, rekan, dan ruangan itu.
Keberuntungan dihasilkan ketika kita tahu kapan dan bagaimana memimpin tarian kita dengan kehidupan. Misalnya, dalam kisah Newton dan apel jatuh, ia bisa memanfaatkan momentum itu dibanding orang lain yang pernah mengalami kisah serupa. Dia mengikuti logika buah apel di dalam peristiwa itu, tetapi menjadi pemimpin ketika mengeksplorasi fenomena jatuhnya buah apel. Dan kita yakin, selama proses menjadi pemimpin di laboratoriumnya, ia beberapa kali harus menguji kembali dan turun sebagai pengikut buah apel.
ADVERTISEMENT
Tarian yang kita lakukan di dalam kehidupan mencakup berbagai rekan, dunia, orang lain, dan kita sendiri. Oleh karena itu, sejatinya kita sedang melakukan beberapa tarian sekaligus. Apa pun yang kita lakukan, meski sangat kecil, akan berdampak pada dunia, orang lain, dan kita sendiri. Kerumitannya tentu bagaimana tarik ulur antara dunia, orang lain, dan diri kita sendiri; dalam arti di waktu kapan kita harus mengikuti dunia dan orang lain, dan di waktu kapan kita menjadi pemimpin bagi dunia dan orang lain.
Seseorang yang hanya meratapi diri sendiri dan takut untuk menarik tangan dunia dan orang lain, jelas tidak mendapatkan apa-apa karena ia tak melakukan apa-apa. Begitu pula dengan orang yang selalu memikirkan hal-hal besar. Dalam arti bagaimana ia bisa memimpin dunia dan orang lain. Perbuatannya selalu dibenturkan apakah akan berdampak besar pada dunia atau tidak. Ia tentu tidak siap jika dunia dan orang lain berhadapan dengannya.
ADVERTISEMENT
Maka pikirkanlah hal yang kecil dan nikmatilah. Tak usah muluk-muluk untuk terkenal, apalagi mendapatkan keberuntungan yang bisa diunggah di media sosial. Cukup kerjakan apa yang menjadi kenikmatan kita. Pada suatu ketika, hukum sebab dan akibat akan menghampiri. Seperti sebuah boomerang yang kita lemparkan dan akan kembali. Di waktu itu, kita sudah siap untuk menjadi orang yang beruntung karena telah mempersiapkan segalanya mulai dari hal yang paling kecil. Percayalah, beruntung itu sama sekali bukan soal keberuntungan. (Muhammad Aswar/YK-1)