Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
India, Bollywood, dan Kekerasan Seksual
10 Oktober 2018 15:03 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:05 WIB
Tulisan dari Award News tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Oxfam Best Film on Gender Equality Award 2018, sebuah penghargaan film India yang diinisiasi oleh organisasi kemanusiaan Oxfam, telah mengumumkan sembilan nominasi film terbaik dari seluruh penjuru India. Penghargaan ini sebagai bentuk pencarian model film yang berfokus pada permasalahan sosial dan gender.
ADVERTISEMENT
Tema yang diangkat oleh Oxfam India pada tahun ini adalah Cinema Beyond Stereotypes, mencari film yang bisa mematahkan stereotip karakter pria dan wanita dalam film, namun tetap berpegang pada dramatisasi India yang kuat. Sembilan film yang terpilih menggunakan berbagai bahasa yang ada di India, termasuk Kannada, Marathi, Hindi, Malayalam, Tamil, Bengali dan beberapa film berbahasa daerah.
Mengutip laman Oxfam India, kesembilan fim itu mengeksplorasi realitas yang jarang diangkat dalam film mainstream seperti Bollywood dan drama kolosal. Film berbahasa Marathi, Imago, menceritakan seorang gadis pemalu, gadis remaja yang berjuang melawan leucoderma dan stigma sosial di sekitarnya.
Lalu ada film 'Hamid' yang mengeksplorasi dua sisi konflik Kashmir melalui mata seorang bocah laki-laki berusia 8 tahun. Dan film berbahasa Kannada, 'Balekempa', berkisar pada pasangan yang tidak dapat mengandung anak; dan film Bengali, 'Jonaki', yang mengeksplorasi pencarian cinta wanita 80 tahun.
ADVERTISEMENT
Selain empat tersebut, lima film kuat lainnya yang masuk di meja juri adalah 'Soni', sebuah film Hindi yang disutradarai oleh Ivan Ayr; Jaoon Kahan Bata Ae Dil disutradarai oleh Aadish Keluskar; 'Light In The Room' (Ottamuri Velicham) disutradarai oleh Rahul Riji Nair; film berbahasa Kannada, 'Nathicharami', disutradarai oleh Mansore, dan 'Sivaranjani And Two Other Women', film Tamil yang disutradarai oleh Vasanth S Sai.
“Kami senang bahwa tahun ini jumlah film yang masuk meningkat dari empat film tahun lalu menjadi sembilan. Ini cerminan perubahan dalam industri film di seluruh dunia. Kisah-kisah yang menjunjung cermin realitas sosial-politik di India dan yang menentang stereotip kasta, kelas dan gender dibuat, diterima, dan dihargai. Perempuan dalam film menciptakan ruang bicara baik di layar maupun di luar layar," kata Amitabh Behar, CEO Oxfam India.
ADVERTISEMENT
“Penghargaan ini untuk menghargai, merayakan, dan mendukung cerita dan orang-orang di industri yang menantang status quo. Ini memberi kita sukacita besar bahwa pemenang tahun lalu, Village Rockstars, padan tahun ini mewakili India dalam nominasi film Oscar," ujarnya.
Sementara sutradara film pemenang tahun lalu, Rima Das, akan menjadi salah satu juri bersama dengan aktor terbaik National Award Parvathy dan CEO Doha Film Institute, Fatima Al Remaihi. Pemenang akan diumumkan pada anugerah MAMI di tanggal 1 November 2018.
Kenyataan Pedih yang Tak Terlihat di Film Bollywood
ADVERTISEMENT
Biro Catatan Kejahatan Nasional India melaporkan, setidaknya 338.954 kejahatan terhadap wanita terjadi di India sepanjang tahun 2016, termasuk 38.947 kasus pemerkosaan, naik 309.546 dari laporan tahun 2013. Dari laporan tersebut terungkap, sekitar 90 kasus perkosaan terjadi setiap hari.
Perkosaan terjadi di mana-mana, bahkan di toilet umum sekali pun. Hal ini berdampak, salah satunya, pada industri pariwisata India yang tak kunjung membaik akibat ketakutan wisatawan perempuan untuk berkunjung ke negara tersebut.
Tahun ini, Perdana Menteri Narendra Modi mengeluarkan perintah untuk menghukum mati seorang lelaki yang melakukan pelecehan seksual terhadap seorang perempuan berusia 12 tahun. Bahkan di awal tahun ini juga, 34 anak perempuan disiksa dan diperkosa di tempat penampungan yang didanai pemerintah di daerah Bihar.
ADVERTISEMENT
Jumlah penduduk yang tidak sebanding dengan lahan pekerjaan dan tanah untuk ditinggali, kesenjangan sosial yang terlalu tinggi antara orang kaya dengan orang miskin, serta kesenjangan ekonomi yang sangat tinggi, menjadi penyebab utama kekerasan di India. Sayangnya, lewat industri film populer, baik Bollywood dan drama kolosal, kesenjangan ini terus dipelihara, bahkan permasalahan gender pun tak pernah mendapat perhatian.
Perfilman India merupakan salah satu jenis film yang memiliki penggemar di berbagai belahan dunia. Namun film-film mereka lebih bernuanasi pop romantis dan picisan, yang kadang diistilahkan sebagai film yang mencitrakan percintaan yang jauh dari kondisi sebenarnya. Seakan-akan dengan menonton film India, setiap orang mampu menjadi apa saja dan memiliki kisah cinta yang dramatis.
ADVERTISEMENT
Seharusnya lewat film, sesorang bisa menemukan realitas. Tapi nyatanya justru menjauhkan manusia dari realitas. Film memiliki kekuatan tersendiri sebagai media bergerak yang mampu menghipnotis dengan cara yang sangat halus. Film memengaruhi seseorang melihat bias yang terjadi, asumsi dan memperkat atau melemahkan stereotip yang mendominasi dunia populer.
Telah banyak penelitian yang menunjukkan bagaimana film di India menggabungkan pandangan dunia patriarki dan menganggap biasa kekerasan terhadap perempuan, yang pada gilirannya mengarah pada budaya pemerkosaan. Semua itu berangkat dari cara film menempatkan perempuan sebagi objek percintaan dan hasrat seksual.
ADVERTISEMENT
Industri film India, baik Bollywood dan drama kolosal, selalu menempatkan perempuan hanya sebagai objek seksual, atau sebagai ibu, saudara perempuan, dan istri yang mengalami distorsi. Karakter perempuan selalu dicitrakan tak mampu hidup tanpa seorang lelaki yang heroik, bak pahlawan.
Alur cerita didominasi seorang lelaki menyelamatkan perempuan yang berada dalam kesusahan. Jika pun dalam beberapa film perempuan memainkan peran yang lebih vital, seringkali permasalahan utamanya adalah bagaimana tokoh antagonis berusaha melakukan tindakan seksual, baik lewat cara pandangan, perkataan, atau perbuatan.
Plot utama dari dua industri film di India tersebut terus berusaha meromantiskan dan menilai hubungan seksual yang tidak sehat dan kasar sebagai sesuatu yang romantis, yang menciptakan perlakuan terhadap perempuan yang sejatinya termasuk ke dalam perlakuan tak wajar menjadi wajar.
ADVERTISEMENT
Oxfam India pernah merilis sebuah studi penelitian tentang “Dampak Film Terhadap Kekerasan Perempuan dan Anak.” Temuan tersebut menjadi pijakan langkah Oxfam untuk menciptakan tren baru dalam film India untuk mengurangi bias gender dan hal-hal yang memungkinkan menciptakan citra negatif pada perempuan.
Dengan inisiatif ini, film India diharapkan tidak hanya mempertontonkan tarian perut, atau berlari-lari mengelilingi sebuah pohon. Ada harapan, tradisi besar dari Pather Panchali--film India yang sangat fenomenal karena menggambarkan realitas kemiskinan di India, film India terbaik sepanjang masa dapat kembali berjaya.
Oxfam Indonesia Setop Perkawinan Anak
Senada, Oxfam di Indonesia pun memiliki perhatian penuh pada penghapusan kekerasan perempuan dan anak perempuan. Bersama Koalisi Perempuan Indonesia untuk Keadilan, LBH Asosiasi Perempuan Indonesia untuk Keadilan (APIK), Solidaritas Perempuan, dan kerja sama dengan pemerintah, Oxfam Indonesia mendorong penuh dihentikannya perkawinan anak di Indonesia.
ADVERTISEMENT
“Perkawinan anak di Indonesia adalah sumber terus terjadinya pemiskinan atau kemiskinan yang diturunkan terus menerus. Kawin, berhenti sekolah, pada akhirnya susah mengakses pekerjaan dengan pendapatan lebih baik,” kata Manajer Media dan Komunikasi Oxfam Indonesia, Irwan Firdaus, saat dihubungi melalui sambungan telepon hari ini.
Oxfam Indonesia, sebagaimana Oxfam di seluruh dunia, menurut Firdaus, menempatkan perempuan dalam perhatian utama visi kerja. Oxfam memiliki kampanye “Katakan Cukup,” sebuah frasa untuk menyatakan cukup hentikan kekerasan dan hentikan perkawinan anak.
Kampanye perlindungan perempuan dan anak perempuan juga diwujudkan dengan dukungan terhadap film yang dibuat oleh mitra Oxfam, seperti film berjudul 'Merarik', sebagai upaya kampanye menyetop perkawinan anak. (Muhammad Aswar/YK-1)