Sangpuy, Musisi Suku Adat Taiwan Pelindung Ibu Bumi

Award News
oleh : pandangan Jogja
Konten dari Pengguna
6 April 2018 14:49 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Award News tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Sangpuy, Musisi Suku Adat Taiwan Pelindung Ibu Bumi
zoom-in-whitePerbesar
ADVERTISEMENT
(Sumber foto : Youtube )
"Akhir Maret ini, Sangpuy Katatepan Mavaliyw, musisi suku adat Pinuyumayan-Taiwan diumumkan sebagai pemenang kategori World Traditional Album dalam Independent Music Award (IMA) berkat albumnya, “Yaangad”. IMA merupakan ajang penghargaan tahunan di New York untuk musik-musik indie dari seluruh dunia dan pertama kali diadakan pada 16 tahun lalu."
ADVERTISEMENT
Nyanyiannya serupa mantra-mantra kuno, meratap penuh, pedih. Kita tak tahu apa artinya, tapi tiba-tiba saja suaranya yang kuat itu telah membopong seluruh kesadaran kota kita yang ringkih, ke belantara tempat orang-orang Puyuma percaya bahwa angin adalah teman dan dapat dipanggil dengan siulan.
Buka Youtube, klik Sangpuy Dalan, benar itu artinya jalan. Dalan dalam bahasa Puyuma, bahasa asli Suku Pinuyaman, Taiwan, artinya sama seperti dalam bahasa Jawa.
Tepat seperti jalan-lah lagu-lagu Sangpuy, menawarkan sebuah jalan untuk kembali ke masa lalu, mengalami pengalaman transenden sebagaimana suku-suku masa lalu menari menanyi di bawah malam rembulan penuh.
“"Saya suka bergaul dengan para tetua suku, menyanyikan lagu-lagu kuno dengan mereka dan mendengarkan kisah-kisah yang mereka ceritakan yang terjadi lebih dari seabad yang lalu," kata Sangpuy seperti dikutip Taipei Times dalam tulisan panjangnya tentang Sangpuy dan Dalan pada tahun 2013.
ADVERTISEMENT
Perjumpaan yang Mengarahkan Takdir
Seperti halnya bocah Taiwan lainnya, sebelumnya Sangpui menyukai musik-musik pop sampai sebuah kebetulan mempertemukannya dengan kaset rekaman yang berisi nyanyian kakeknya. Jatuh cinta setelah pertama mendengar, Sangpuy yang kala itu masih SMP, mulai mempelajari Bahasa Puyuma, bahasa asli Suku Pinuyumayan dan lagu-lagu kesukuan kuno dari tetua suku.
Memasuki usia remaja, Sangpuy tergabung dalam Palakuwan, sebuah organisasi pemuda di desanya. Ia bahkan dua kali ditunjuk sebagai ketua organisasi. Pakaluwan sendiri merupakan pusat politik, militer, administratif, dan pendidikan di Pinuyumayan. Perannya yang sentral, membuat Palakuwan sempat dilarang beroperasi selama masa kolonial oleh Jepang. Baru beroperasi setelah diberlakukan kembali oleh Partai Nasionalis China (KMT) di Katatipul. Sangpuy, sang musisi, tertanam di desanya, Katatipul, hingga gempa mengguncang Taipei saat ia berusia 27 tahun.
ADVERTISEMENT
Ketika tampil dalam acara penggalangan dana untuk korban gempa di Taipei pada 21 September 1999, Sangpuy bertemu dengan komposer sekaligus produser musik Taiwan, Chen Chu-hui. Inilah awal karir profesionalnya di dunia musik. Dari pertemuannya itu, Sangpuy mendapat tawaran untuk bergabung dengan Feijuyuenbao Synectics, sebuah kelompok musik aktivis.
Kelompok musik ini dibentuk oleh Chen, seorang musisi suku Tayal yang menjadi aktivis bersama Inka Mbing, musisi terkuat yang menyuarakan kepentingan masyarakat adat Taiwan. Bersama kelompok musik ini, Sangpuy mengadakan sebuah pertunjukan di komunitas adat. Mereka juga mulai mengumpulkan lagu-lagu adat dan mengikuti berbagai festival di berbagai dunia. Ini dilakukan untuk melestarikan dan mempromosikan kebudayaan masyarakat adat. Tahun 2008, Sangpuy mulai menjejaki panggung internasional, dari Uzebekistan hingga Meksiko tanpa menghilangkan bahasa ibunya.
ADVERTISEMENT
Sangpuy juga tampil di “Riddu Riddu”, festival musik tahunan yang diadakan di Olmmaivaggi, Norwegia, yang diadakan suku adat Norwegia, suku Sami, yang bertunjuan meningkatkan kesadaran akan budaya mereka dan masyarakat adat lainnya. Sekelompok penggembala dari Siberia berjenggot tebal, menikam kesadaran Sangpuy dan di bawah matahari antartika, ia menulis “Dalan.”
November 2012 Sangpuy merilis album debut pertamanya berjudul "Dalan" yang berisi 14 lagu. Tujuh lagunya adalah lagu kuno sukunya, sedangkan sisanya merupakan komposisi baru tentang kehidupan, bumi, dan hubungan antara roh-roh leluhur dengan manusia. Sukses dengan album pertama, tahun 2016 Sangpuy merilis album keduanya, “Yaangad” yang berarti kehidupan. Melalui “Yaangad”, ia mencoba merepresentasikan konsep kesetaraan di tanah airnya. Album kedua inilah yang selanjutnya memenangi kategori World Traditional Album dalam IMA.
ADVERTISEMENT
Gigih untuk Hak Suku Asli
Meski takdir telah membawa Sangpuy keliling dunia, tapi ia tak pernah melupakan tanah kelahirannya. Menurutnya musik leluhur bukan sekadar lagu, melainkan sebuah kekuatan terutama bagi masyarakat adat. Musiknya juga merepresentasikan budaya-budaya kuno yang masih bertahan seperti animisme, penghormatan untuk alam, hingga praktik pemenggalan kepala.
Tradisi pemenggalan kepala ini ternyata juga dikenal oleh beberapa suku di Indonesia, salah satunya Dayak. Status sosial ditentukan oleh seberapa banyak tengkorak yang dikoleksi. Salah satu alat musik yang dipakai Sangpuy juga sangat menyerupai Genggong, alat musik tiup khas Dayak. Berbagai kesamaan budaya, karena suku adat Taiwan memiliki akar yang sama yakni Austronesia, sama seperti Malaysia, Indonesia, Filipina, Madagaskar, dan Kepulauan Pasifik.
ADVERTISEMENT
Pada 7-9 Agustus 2015 lalu Sangpuy sempat manggung untuk orang-orang Dayak Kalimantan dalam Rainforest World Music Festival di Kuching, Sarawak, Malaysia.
Sepanjang karirnya, Sangpuy menolak bergabung bersama label atau mengikuti kompetisi musik untuk sekadar mencari ketenaran dan materi. Baginya, hal terpenting adalah proses, berbagai hal berharga yang dilalui dan orang-orang yang ditemuinya sepanjang menjalani proses.
Dibesarkan dalam didikan Palakuwa membuat Sangpuy begitu gigih dalam memperjuangkan hak-hak masyarakat adat. Contohnya ketika Ia turut menyuarakan perlawanan terhadap perampasan tanah dan rencana pembangunan yang cacat di Katatipul.
Dalam pidatonya ketika menerima penghargaan Golden Melody Award 2017 sebagai penyanyi suku adat terbaik, Sangpuy mengatakan bahwa musik tidak dapat dipisahkan dengan tanah.
“Kehidupan selalu berdampingan dengan tanah dan leluhur. Mari kita pertahankan tanah, laut, sumber daya air, gunung, hutan, serta udara,” katanya.
ADVERTISEMENT
Kepeduliannya pada kehidupan dan bumi Ia presentasikan melalui salah satu lagunya dengan judul "Ina" yang berarti Ibu. Ia persembahkan lagu itu untuk Ibu Pertiwi dan semua ibu di dunia.
Kedua album Sangpuy, “Dalan” dan “Yangaad” bisa dinikmati di Apple Music. Mari tersihir ke belantara lebat bersama-sama Sangpuy. (Anasiyah Kiblatovski / Widi Hermawan )
Sumber:
http://independentmusicawards.com/about-us/
http://www.taipeitimes.com/News/feat/archives/2013/03/04/2003556209
http://rwmf.net/2015/sangpuy-to-trace-his-dayak-heritage-similarities-at-rwmf2015/
http://taiwanbeats.punchline.asia/en/archives/9616