Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Menggali Teori Behavioristik dan Humanistik pada Kematangan Belajar Anak
1 Oktober 2024 16:34 WIB
·
waktu baca 9 menitTulisan dari Ahmad Awtsaqubillah tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Konsep kematangan dalam perkembangan seseorang merujuk pada sekumpulan tahap yang nantinya akan dilewati seseorang tersebut untuk mencapai kematangan baik dalam aspek fisik, emosional, dan intelektual. Kematangan ini bukan hanya dikendalikan oleh usia, tetapi juga oleh lingkungan dan pengalaman yang mendukung perkembangan seseorang. Dalam teori perkembangan, seseorang butuh mencapai tingkat kematangan tertentu agar dapat belajar secara efektif. Contoh, seorang anak tidak dapat belajar dengan baik jika kemampuan fisik seperti penglihatan dan motorik halusnya belum berkembang dengan sempurna.
ADVERTISEMENT
Dalam pembelajaran teori behavioristik selalu menekankan bahwa perilaku seseorang dapat terpengaruh oleh lingkungan dan rangsangannya. Teori ini memandang belajar sebagai hasil dari respons yang dipicu oleh penguatan atau pengulangan stimulus yang diberikan. Tokoh-tokoh seperti B.F. Skinner dan Ivan Pavlov mengatakan bahwa sifat atau perilaku manusia dapat dikendalikan dan diprediksi melalui hubungan antara stimulus dan respons tersebut. Dalam pendidikan, teori behavioristik digunakan dengan metode seperti pemberian hadiah, dan hukuman sebagai alat penguatan perilaku atau sifat.
Sementara itu, teori humanistik lebih berfokus pada pengembangan individu atau seseorang secara utuh. Teori ini dipengaruhi oleh tokoh seperti Abraham Maslow dan Carl Rogers, yang menekankan pentingnya pemenuhan kebutuhan dasar sebelum seseorang dapat mencapai perwujudan diri. Berdasarkan pendekatan ini, setiap pembelajaran dianggap sebagai proses aktif dimana individu mencapai arti dari pengalaman hidup mereka, bukan hnya sekadar reaksi otomatis terhadap rangsangan dari luar.
ADVERTISEMENT
A. Teori Behavioristik dan Pengaruhnya Terhadap Proses Belajar
Para ahli mengungkap bagaimana proses belajar terjadi pada manusia, kemudian berbasis pengalaman dan latar belakang keilmuan masing-masing ahli, lahirlah berbagai teori belajar, salah satu diantaranya adalah teori belajar behavioristik. Behavioristik dimunculkan oleh ahli yang berlatar belakang ilmu fisika dan kedokteran, sehingga teori belajar behavioristik merupakan suatu pandangan teoritis yang beranggapan, bahwa pokok persoalan psikologi adalah tingkah laku, tanpa mengaitkan konsepsi-konsepsi mengenai kesadaran atau mentalitas.
Behavioristik dengan tokoh pendukungnya seperti J.B. Watson (1878-1958). E.L. Thorndike (1874-1949), B.F. Skinner (1904), Ivan Pavlov (1849-1936) memandang belajar adalah perubahan tingkah laku, dalam cara seseorang berbuat pada situasi tertentu. Tingkah laku yang dimaksud ialah tingkah laku yang dapat diamati. Berfikir dan emosi tidak termasuk dalam hal ini karena berfikir dan emosi tidak dapat diamati secara langsung.
ADVERTISEMENT
Ratna dan Danny, didalam bukunya mengungkapkan bahwa behaviorisme merupakan aliran psikologi yang memandang Individu hanya dari sisi fenomena jasmaniah, dan mengabaikan aspek- aspek mental. Dengan kata lain, behaviorisme tidak mengakui adanya kecerdasan, bakat, minat dan perasaan individu dalam suatu belajar. Peristiwa belajar semata-mata melatih refleks-refleks sedemikian rupa sehingga menjadi kebiasaan yang dikuasai individu.
Dari kedua pendapat tersebut, pandangan behavioristik bahwa belajar merupakan suatu perubahan tingkah laku yang dapat diamati, yang terjadi melalui respons yang disertai dengan penguatan menurut prinsip-prinsip mekanik. Perubahan tingkah laku yang dapat diamati sebagai hasil belajar ini menunjukkan bahwa belajar hanya berkaitan dengan permasalahan gerak fisik. Behaviorism merupakan suatu pandangan teoritis yang beranggapan, bahwa pokok persoalan psikologi adalah tingkah laku, tanpa mengaitkan konsepsi- konsepsi mengenai kesadaran atau mentalitas.
ADVERTISEMENT
Beberapa hukum belajar yang dihasilkan dari pendekatan behaviorisme ini diantarnya :
1. Connectionism (S-R) menurut Thorndike.
⮚ Hukum Efek: Hubungan Stimulus-Respons (S-R) diperkuat jika respons menghasilkan efek memuaskan, dan melemah jika efeknya tidak memuaskan.
⮚ Hukum Kesiapan: Organisme memiliki kecenderungan untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu berdasarkan "kesiapan" mereka, yang dipengaruhi oleh unit-unit pengantar.
⮚ Hukum Latihan: Hubungan S-R diperkuat dengan latihan berulang dan melemah dengan kurangnya latihan.
2. Classical Conditioning menurut Ivan Pavlov
⮚ Hukum Pembiasaan: Jika dua stimulus disajikan bersamaan, salah satunya sebagai penguat (reinforcer), refleks terhadap stimulus lainnya akan meningkat.
⮚ Hukum Pemusnahan: Kekuatan refleks yang diperkuat melalui pembiasaan akan menurun jika stimulus disajikan tanpa penguat.
3. Operant Conditioning menurut B.F. Skinner
ADVERTISEMENT
⮚ Hukum Operant Conditioning: Perilaku yang diikuti oleh stimulus penguat akan diperkuat.
⮚ Hukum Operant Extinction: Perilaku yang tidak lagi diikuti oleh penguat akan melemah dan akhirnya hilang.
⮚ Operant: Perilaku yang menghasilkan efek yang sama pada lingkungan.
4. Social Learning menurut Albert Bandura
⮚ Observational Learning: Individu belajar melalui peniruan dan penyajian contoh perilaku (modeling).
⮚ Interaksi Kognitif: Perilaku tidak hanya respons otomatis terhadap stimulus, tetapi juga hasil dari interaksi antara lingkungan dan skema kognitif individu.
⮚ Reward dan Punishment: Individu menggunakan reward dan punishment untuk menentukan perilaku sosial yang tepat.
Di antara kegiatan prinsipal behavioristik ialah setiap anak lahir baik laki-laki maupun perempuan tanpa warisan kecerdasan, bakat, perasaan, dan lain- lainnya. Semua kecakapan, kecerdasan, dan perasaan baru timbul setelah manusia melakukan kontrak dengan alam sekitar. Itulah sebabnya behavioristik berkeyakinan bahwa dalam belajar yang paling berperan adalah refleks, yaitu reaksi jasmaniah yang dianggap tidak memerlukan kesadaran mental. Kegiatan belajar adalah kegiatan refleks yaitu reaksi manusia, akan rangsangan-rangsangan yang ada sehingga peristiwa belajar tidak lain adalah peristiwa melatih refleks-refleks sedemikian rupa sehingga menjadi kebiasaan yang dikuasai oleh anak laki-laki dan perempuan yang memiliki potensi yang sama untuk dikembangkan melalui konstruksi sosial.
ADVERTISEMENT
Belajar oleh teori behavioristik dilihat sebagai perolehan pengetahuan dan mengajar adalah memindahkan pengetahuan ke orang yang sedang belajar sehingga pembelajar oleh teori behavioristik diharapkan memiliki pemahaman yang sama terhadap pengetahuan yang diajarkan. Artinya, apa yang dipahami oleh si pengajar itulah yang harus dipahami oleh si pembelajar.
Pada mulanya teori ini disebut observational learning, yaitu belajar dengan jalan mengamati perilaku orang lain. Prinsip dasar belajar hasil temuan Bandura termasuk belajar sosial dan moral. Menurut teori ini, belajar terjadi melalui peniruan (imitation) dan penyajian contoh perilaku (modeling). Seorang siswal siswi belajar mengubah perilakunya melalui penyaksian cara orang atau sekelompok orang mereaksi atau merespons sebuah stimulus tertentu untuk mengantisipasi adanya kekerasan berbasis gender dan perbedaan sosial. Siswa/siswi ini juga dapat mempelajari respons-respons.
ADVERTISEMENT
B. Teori Humanistik dan Pengaruhnya Terhadap Proses Belajar
Teori humanistik dalam pendidikan menekankan pada pencapaian aktualisasi diri dan pengembangan potensi penuh individu. Penganut aliran ini berpendapat bahwa proses belajar bermula pada diri manusia itu sendiri. Teori ini cenderung lebih mengarah ke arah keilmuan filsafat yang fokus pada cara pendidikan bisa memanusiakan manusia dengan mengutamakan pengalaman dan pemahaman pribadi. Secara keseluruhan, teori humanistik berusaha mengintegrasikan berbagai pendekatan untuk menciptakan pengalaman belajar yang lebih holistik dan relevan dengan perkembangan individu.
Pada praktiknya teori ini digunakan oleh beberapa tokoh, seperti Ausubel, Bloom, Krathwohl, kolb, Honey, mumford, dan Habermas. Masing-masing mengemukakan pendapat yang berbeda mengenai teori humanistik, dengan pendekatan dan cara yang berbeda.
1. Ausubel
ADVERTISEMENT
Ausubel memperkenalkan konsep "belajar bermakna," yang menekankan pentingnya menghubungkan informasi baru dengan pengetahuan yang sudah ada. Tujuannya adalah membuat pembelajaran lebih relevan dan mendalam, dan menghindari belajar sekadar hafalan. Teori ini menitikberatkan pada pemahaman hakikat dari suatu informasi atau suatu ilmu, bukan dengan menghafalkan nya. Pada teori Ausubel menekankan bahwa belajar adalah proses aktif yang melibatkan pengembangan dan integrasi pengetahuan baru dengan pengetahuan yang sudah ada. Dalam konteks ini, peran guru sebagai fasilitator sangat penting untuk membantu murid memahami dan memaknai informasi, bukan hanya menghafalnya.
Menurut Ausubel, pengetahuan awal murid adalah kunci utama dalam pembelajaran. Guru harus mengidentifikasi pengetahuan dasar siswa dan membangun dari sana, agar pengetahuan baru dapat lebih mudah dipahami dan diterapkan. Dalam belajar bermakna, informasi baru menjadi bagian dari kerangka kognitif siswa. Ketika siswa memaknai informasi, mereka tidak hanya mengingat, tetapi juga memahami konsep di baliknya. Hal ini memungkinkan mereka bisa enerapkan pengetahuan dalam situasi baru, membangun pemahaman yang lebih mendalam tentang materi, menjaga informasi tetap teringat lebih lama, karena terhubung dengan pengetahuan lain.
ADVERTISEMENT
2. Taksonomi Bloom
Benjamin Bloom dan Krathwohl, menyatakan bahwa taksonomi ini mengklasifikasikan tujuan pembelajaran dalam berbagai level, dari pengetahuan dasar hingga pemikiran kritis dan evaluasi. Teori ini juga memiliki beberapa yang dipelajari siswa seperti aspek kognitif, aspek psikomotorik, dan afektif. Aspek kognitif merupakan aspek yang berhubungan dengan kemampuan mental berfikir, pengetahuan dan cara mengolah sebuah informasi. Gampangnya aspek kognitif merupakan aspek yang berhubungan dengan fungsi otak dalam belajar. Aspek psikomotorik adalah aspek yang berkenaan dengan sistem gerak tubuh yang melibatkan otak untuk menggerakan otot. Aspek afektif adalah aspek yang berkenaan dengan sikap dan penilaiaan rasa atau emosi terhadap lingkungan dan kondisi tertentu. Dpada konteks pendidikan aspek afektif berkenaan dengan ssmotivasi, perhatian, minat, dan keterlibatan dalam proses pembelajaran.
ADVERTISEMENT
Taksonomi Bloom adalah sebuah kerangka kerja pendidikan yang dikembangkan oleh Benjamin Bloom dan rekan-rekannya pada tahun 1956. Taksonomi ini digunakan untuk mengklasifikasikan tujuan pendidikan dalam urutan yang meningkat. Pada kompleksitas kognitif, taksonomi ini dibagi menjadi enam tingkat .
1. Pengetahuan (Knowledge) Mengingat informasi dasar atau fakta.
2. Pemahaman (Comprehension) Memahami makna dari informasi dan dapat menjelaskan ide atau konsep.
3. Aplikasi (Application) Menerapkan informasi dalam situasi yang baru atau konkret.
4. Analisis (Analysis) Menganalisis informasi, mengidentifikasi pola atau hubungan, dan membagi informasi menjadi bagian-bagian yang lebih kecil.
5. Sintesis (Synthesis) Menggabungkan berbagai elemen untuk menciptakan sesuatu yang baru.
6. Evaluasi (Evaluation) Membuat penilaian atau keputusan berdasarkan kriteria dan standar.
Pada tahun 2001, taksonomi ini diperbarui oleh Lorin Anderson dan David Krathwohl, mengganti beberapa istilah dan urutan untuk lebih mencerminkan proses berpikir modern. Versi terbaru ini meliputi:
ADVERTISEMENT
1. Mengingat (Remembering)
2. Memahami (Understanding)
3. Menerapkan (Applying)
4. Menganalisis (Analyzing)
5. Mengevaluasi (Evaluating)
6. Menciptakan (Creating)
Pembaruan ini menekankan lebih pada proses berpikir yang dinamis dan interaktif dalam konteks pendidikan. Menurut Bloom dan Krathwohl cakupan belajar yang harus dipelajari oleh para pembelajar tidak hanya berfokus pada aspek kognitif. Aspek lainnya yang disebutkan antara lain seperti aspek psikomotorik dan afektif. Aspek psikomotorik memiliki 5 tingkatan seperti:
1. Peniruan (meniru gerakan)
2. Penggunaan (menggunakan konsep untuk gerak)
3. Ketepatan (melakukan gerakan dengan benar)
4. Perangkaian (melakukan gerakan secara bersamaan)
5. Naturalisasi (melakukan gerakan secara normal)
Aspek psikomotorik
3. Kolb, Honey, dan Mumford
David Kolb mengembangkan teori pembelajaran pengalaman, yang menekankan siklus belajar dari pengalaman konkret, refleksi, konseptualisasi, dan eksperimen aktif. Honey dan Mumford mengadaptasi teori Kolb dengan membagi gaya belajar menjadi beberapa kategori, seperti aktif, reflektif, teoritis, dan pragmatis.
ADVERTISEMENT
4. Habermas
Jürgen Habermas fokus pada teori komunikatif dan pembelajaran sebagai proses dialogis yang melibatkan refleksi kritis dan komunikasi efektif. Dia menekankan pentingnya diskursus dan interaksi dalam pembelajaran.
DAFTAR PUSTAKA
Hamzah, B. U. (2010). Orientasi baru dalam psikologi pembelajaran. Jakarta: PT Bumi Aksara.
Hidayati, N. (2017). Pengaruh kematangan emosional terhadap kemampuan kognitif siswa. Jurnal Psikologi Pendidikan, 70.
Maslow, A. H. (2012). Motivation and personality. Jakarta: Rajawali Press.