Konten dari Pengguna

Teori Belajar Kognitif dan Karakteristiknya dalam Pembelajaran Anak

Ahmad Awtsaqubillah
Mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Prodi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia.
1 Oktober 2024 19:41 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Ahmad Awtsaqubillah tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Foto oleh Karolina Kaboompics dari Pexels: https://www.pexels.com/id-id/foto/cinta-kasih-rasa-sayang-wanita-6274968/
zoom-in-whitePerbesar
Foto oleh Karolina Kaboompics dari Pexels: https://www.pexels.com/id-id/foto/cinta-kasih-rasa-sayang-wanita-6274968/
ADVERTISEMENT
A. Teori Belajar Psikologi Kognitif
Teori psikologi kognitif merupakan bagian penting dari ilmu kognitif yang telah memberikan kontribusi signifikan dalam perkembangan psikologi pendidikan. Pendekatan ini menekankan pentingnya memahami proses mental internal pada manusia. Para ahli kognitif berpendapat bahwa perilaku manusia tidak dapat sepenuhnya diukur atau dijelaskan tanpa melibatkan proses mental, seperti motivasi, niat, dan keyakinan. Pendekatan kognitif sering kali dipertentangkan dengan pendekatan behavioristik. Menurut beberapa ahli, teori behaviorisme dianggap tidak lengkap karena tidak memperhitungkan proses mental yang berkaitan dengan berpikir, memilih, dan mengambil keputusan, serta cenderung mengabaikan aspek emosional.
ADVERTISEMENT
Dalam pandangan psikologi kognitif, belajar pada dasarnya adalah proses mental, bukan hanya perilaku jasmaniah, meskipun perilaku eksternal lebih tampak dalam berbagai aktivitas belajar siswa. Misalnya, ketika seorang anak belajar membaca dan menulis, ia menggunakan alat jasmaniah seperti mulut dan tangan. Namun, tindakan mengucapkan kata atau menulis bukan sekadar respons terhadap stimulus, melainkan hasil dari dorongan mental yang diatur oleh otaknya. Jean Piaget, seorang psikolog terkemuka, menyatakan bahwa anak-anak memiliki dorongan bawaan untuk belajar (Barlow, 1985). Dalam pandangan Piaget, perkembangan kognitif anak-anak terjadi melalui serangkaian tahapan yang jelas, di mana mereka secara aktif berinteraksi dengan lingkungan dan membangun pemahaman mereka sendiri tentang dunia. Menurut Piaget, anak-anak tidak hanya menyerap informasi secara pasif; mereka memiliki dorongan untuk memahami dan memberi makna pada apa yang mereka lihat, dengar, dan alami. Proses belajar ini bersifat konstruktif, yang berarti bahwa anak-anak menggunakan pengalaman mereka untuk mengembangkan skema (struktur mental) dan kemudian mengubah atau memperluas skema tersebut melalui proses asimilasi dan akomodasi.
ADVERTISEMENT
Keyakinan utama lain yang dianut oleh para penganut behaviorisme adalah peran "refleks," yakni respons fisik yang dianggap tidak memerlukan kesadaran mental. Menurut pandangan ini, segala aktivitas manusia hanyalah refleks otomatis. Refleks-refleks tersebut, jika dilatih, akan berkembang menjadi keterampilan dan kebiasaan yang dikuasai oleh individu. Oleh karena itu, menurut behaviorisme, proses belajar seorang siswa adalah melatih refleks-refleks tersebut sampai menjadi kebiasaan yang bisa dikuasai oleh siswa. Dari sudut pandang psikologi kognitif, deskripsi tentang proses belajar ini dianggap terlalu sederhana, tidak realistis, dan sulit dijustifikasi secara psikologis. Meskipun tidak dapat disangkal bahwa kebiasaan memang memiliki peran dalam kegiatan belajar siswa, seperti kebiasaan menyalin pelajaran, proses belajar jauh lebih kompleks. Sebelum seorang siswa menyalin pelajaran, ia terlebih dahulu harus membuat keputusan—apakah ia akan menyalin sekarang, nanti, atau tidak sama sekali. Kebiasaan membantu melaksanakan aktivitas menyalin pelajaran, tetapi keputusan itulah yang memulai tindakan tersebut. Keputusan ini tentu merupakan proses mental. Dengan demikian, semakin jelas bahwa perilaku belajar, dalam hampir semua bentuk dan manifestasinya, tidak hanya merupakan peristiwa ikatan stimulus-respons (S-R Bond), melainkan lebih banyak melibatkan proses kognitif.
ADVERTISEMENT
Beberapa ahli merasa belum puas dengan penemuan-penemuan terdahulu mengenai belajar sebagai proses hubungan stimulus-respons (S-R). Para ahli ini berasal dari aliran psikologi kognitif. Menurut mereka, perilaku seseorang selalu didasarkan pada kognisi, yaitu proses mengenali atau mempertimbangkan situasi di mana perilaku tersebut berlangsung. Dalam konteks belajar, individu tidak hanya bereaksi secara otomatis, tetapi terlibat dalam situasi dan memperoleh pemahaman (insight) untuk menyelesaikan masalah. Oleh karena itu, kaum kognitivis berpendapat bahwa perilaku seseorang lebih dipengaruhi oleh pemahamannya terhadap hubungan-hubungan dalam suatu situasi, bukan semata-mata oleh reaksi terhadap stimulus.
B. Karakteristik Perkembangan Kognitif
1) Perkembangan Fisik-motorik
Terdapat dua macam perkembangan motorik, yaitu motorik kasar dan motorik halus. Perkembangan motorik kasar seorang anak pada usia 3 tahun adalah dengan melakukan gerakan-gerakan sederhana seperti berjingkrak, melompat, berlarian kesana ke mari, serta menunjukkan kebanggaan dan prestasi yang mereka raih. Sedangkan perkembangan motorik halus pada anak berusia 3 tahun ialah mampu meniru sebuah lingkaran atau menyusun balok-balok maninan.
ADVERTISEMENT
2) Perkembangan Kognitif
Perkembangan kognitif adalah salah satu aspek perkembangan manusia yang berkaitan dengan pengertian atau pengetahuan, yaitu semua proses psikologis yang berkaitan dengan individu mempelajari dan memikirkan lingkungannya. Perkembangan ini dimulai sejak sang anak lahir.
3) Perkembangan Sosio-emosional
Para psikolog mengatakan bahwa terdapat beberapa jenis tipe tempramen pada anak, yaitu: pertama, anak yang mudah untuk diatur. Seringkali terjadi pada anak yang mudah beradaptasi terhadap lingkungan atau pengalam-pengalaman baru, sering bermain, aktif dan dapan menyesuaikan dirinya pada perubahan disekitar. Kedua, anak yang sulit untuk diatur, seperti sering menolak untuk melakukan aktivitas, sering menangis. Ketiga, anak yang membutuhkan waktu pemanasan yang cukup lama, seringkali terjadi pada anak yang malas dan pasif dalam bersosialisasi, juga jarang aktif dalam lingkungan, seringkali menunggu semua hal untuk diserahkan kepadanya.
ADVERTISEMENT
4) Perkembangan Bahasa
Setiap anak memiliki kemampuan berbahasa yang berbeda-beda. Pada saat anak berusia 5 bulan, anak tersebut akan mengoceh atau mengeluarkan suara-suara apapun. Lalu kemudian, diusia satu tahun si anak sudah dapat menyebut 1 kata atau periode holoprastik.
DAFTAR PUSTAKA
Aisyah, S., & Ramadhani, A. (2020). Perbedaan IndvidualTu dalam Perkembangan Kognitif Siswa Sekolah Dasar: Tinjauan dari Faktor Genetik dan Lingkungan . Jurnal Psikologi Pendidikan dan Komse;ing.
Ampuni, S. (1998). Proses Kognitif dalam Pemahaman Bacaan. Buletin Psikologi.
Andayani , S. (2021). Karakteristik Perkembangan Anak Usia Dini . Jurnal An-Nur: Kajian Ilmu-Ilmu Pendidikan dan Keislaman.