Konten dari Pengguna

Kepergian Yang Meninggalkan Kenangan

Hafidjah Nuraulia S
Mahasiswi Politeknik Negeri Jakarta
13 Mei 2020 21:58 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Hafidjah Nuraulia S tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Perasaan kagum menyelimutiku disetiap bentuk perilaku yang hangat. Sosok wanita hebat itu, selain Ibu, ku temukan itu pada diri Bibi.
ADVERTISEMENT
Aku ingat saat kecil, Bibi senang mengajakku pergi berjalan-jalan hanya berdua. Bibi yang sangat ramah pada semua orang, tidak membuatnya enggan untuk menyapa atau menegur orang lain di tempat umum. Mudah untuk berbincang jika baru kenal, karena Bibi senang berinteraksi dengan orang lain meskipun baru saja bertemu. Aku dan Bibi sama-sama memiliki kesukaan dalam mencicipi makanan baru.
"Bi, waktu itu aku makan bakso gedeeee banget sama Mama, enak loh!" ujar ku. Bibi yang mengetahui hal tersebut memintaku untuk memberitahu lokasinya. Aku ditawarkan Bibi untuk makan bakso itu lagi, tetapi aku menolaknya karena aku harus izin terlebih dahulu jika ingin memakan mi. Kalau tidak izin dan Mama mengetahui hal itu, aku akan dimarahi. "Udah gapapa, nanti gausah bilang-bilang Mama, kamu harus temenin Bibi buat makan!" ujar Bibi, dan aku membalasnya dengan anggukkan.
ADVERTISEMENT
Sesampainya di rumah, Mama menyuruhku makan siomay, tetapi aku menolak dengan alasan sudah kenyang. Mama terlihat bingung dan bertanya apa yang membuatku kenyang? Aku yang takut berbohong kepada Mama hanya diam dan memandang Bibi. Bibi tertawa melihat ketakutan ku, dan menjelaskan semuanya kepada Mama agar tidak memarahiku. Walaupun Bibi memiliki anak 2 laki-laki, aku selalu merasa sebagai anaknya juga.
Saat aku sakit, Bibi sama khawatirnya dengan Mama. Bibi dan Mama memiliki wajah dan cerewet yang serupa. Kalau Mama tidak setuju dengan pendapatku, Bibi kadang membantu membela. Masakan Bibi tak kalah enak dengan masakan Mama. Jika aku main ke rumah Bibi, pasti akan dimasakkan menu makanan ayam, karena aku sangat suka ayam. Aku menyayangi Bibi, karena disaat tidak ada Mama, Bibi selalu menemaniku.
ADVERTISEMENT
Bibi adalah orang yang kuat. Setiap berada dalam kesulitan, Bibi selalu percaya bisa melewatinya. Tidak jarang Bibi menasihatiku untuk menjadi wanita yang kuat dan hebat. Saat aku menangis karena berantem dengan saudaraku, Bibi menasihatiku dengan lemah lembut. Bibi selalu mengingatkanku bahwa kita semua adalah keluarga, kita harus saling membantu satu sama lain, dan harus saling menyayangi. Nasihat Bibi itu selalu aku ingat.
Perhatian Bibi tidak hilang meskipun aku tumbuh dewasa. Tidak jarang Bibi menanyakan kabarku melalui pesan WhatsApp. Walaupun waktu bertemu dengan Bibi semakin berkurang, aku merasa senang saat mendapatkan pesan darinya. Tetapi kesedihan mendatangiku, rasanya benar-benar sakit saat aku mengetahui Bibi meninggal dunia. Kabar itu datang secara tiba-tiba, membuatku jatuh terduduk mengetahuinya.
ADVERTISEMENT
Tangisanku pecah tak tertahankan karena tidak pernah terbayang olehku jika tidak ada lagi sosok Bibi dalam hidupku. Aku masih belum siap untuk menerima kenyataan pahit ini, melihat Bibi telah terbaring kaku diselimuti kain putih. Di saat tamu yang datang mengucapkan doa untuk kepergiannya, aku masih berharap jika Tuhan membangunkan bibi kembali dari tidurnya. Bukan hanya aku yang menangisi kepergian Bibi, seluruh anggota keluarga, rekan-rekan, hingga orang yang mengetahui Bibi adalah orang baik ikut menangis.
Sungguh sulit dipercaya namun itu semua nyata. Mengantarkan Bibi menuju peristirahatan akhirnya, membuatku mengenang seluruh memori yang pernah dilalui bersama. Suara tawa, marah, bentuk perhatian yang telah Bibi berikan masih tersimpan jelas menjadi sebuah kenangan. Banyak pelajaran yang aku dapatkan dari Bibi yang merupakan orang baik dan ramah. Sifat positif yang dipancarkan membuat semua orang yang mengenal Bibi menyanyinya. Walaupun terasa begitu berat menerima kenyataan, doaku untuk Bibi tak pernah terputuskan. (Hafidjah Nuraulia S/Politeknik Negeri Jakarta)
ADVERTISEMENT