Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Beban Berat Tenaga Kesehatan
9 Juli 2021 14:12 WIB
·
waktu baca 3 menitDiperbarui 13 Agustus 2021 13:57 WIB
Tulisan dari Ayesha Puri tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Beban para tenaga kesehatan semakin berat akibat masyarakat yang abai dan tidak disiplin menjalankan protokol kesehatan serta tidak mau mematuhi anjuran pemerintah untuk di rumah saja. Akibatnya kasus Covid-19 di Indonesia melonjak, rumah sakit penuh, ketersediaan oksigen menipis, dan para tenaga kesehatan pun berguguran.
ADVERTISEMENT
Dari rumah yang berjarak sekitar 200 meter dari jalan tol Jagorawi, sirine ambulans semakin sering terdengar akhir-akhir ini. Dalam satu hari bisa tiga sampai empat kali ambulans melintas di jalan tol Jagorawi itu. Pak Burhan selaku satpam di tempat istirahat (rest area) Km. 21 menuturkan ada dua sampai tiga mobil ambulans terparkir di sana, katanya habis mengantarkan jenazah pasien Covid-19 ke Bogor.
ADVERTISEMENT
Jumlah pasien positif, tingginya angka kematian, dan penambahan angka positif harian bukanlah sekadar angka statistik semata. Angka tersebut merupakan beban yang harus ditanggung oleh para tenaga kesehatan. Keadaannya bisa bertambah buruk, jika masyarakat masih acuh pelaksanaan 3M dan masih bandel keluar rumah.
Covid-19 terus bermutasi menjadi virus yang lebih berbahaya dan mematikan. Tentu beban yang ditanggung tenaga kesehatan semakin berat. Berbagai kebijakan dibuat pemerintah demi menekan angka penyebaran Covid-19. Mulai dari PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar), PPKM (Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat) Mikro, PPKM Darurat, hingga PPKM Jawa-Bali.
Ikatan Dokter Indonesia (IDI) melaporkan sebanyak 401 dokter meninggal dunia karena Covid-19 per Juni 2021. Lelah sudah pasti dirasakan oleh para tenaga medis. Namun apa daya, mereka harus tetap berjuang menyelamatkan nyawa pasien. Satu nyawa sangat berharga.
ADVERTISEMENT
Terima kasih. Kalimat itu yang bisa kami sampaikan untuk para tenaga medis yang sudah berjuang memerangi Covid-19 sejak Maret 2020 lalu. Apapun mereka korbankan demi kesembuhan pasiennya. Waktu, tenaga, bahkan hingga nyawa sekali pun. Beban yang ditanggung memang berat tapi tidak pernah terbesit untuk menyerah agar pasien bisa sembuh dan berkumpul lagi dengan keluarga di rumah.
Bentuk dukungan dan solidaritas kepada para tenaga kesehatan mengalir deras dari berbagai lapisan masyarakat. Salah satunya aksi hotel-hotel di Yogyakarta yang menyalakan lampu berbentuk ‘love’ beberapa waktu lalu. Sederhana, tapi ini adalah tanda cinta kami, rasa empati dan ungkapan terima kasih atas kerja keras, perjuangan, serta pengorbanan para tenaga kesehatan.
Bagai dua sisi mata uang, perasaan rindu dengan keluarga terpaksa dipendam dalam-dalam oleh para tenaga kesehatan demi mengemban pekerjaan mulia ini. Berbeda dengan kita yang tidak bisa menahan diri untuk tidak keluar bertemu kawan meski hanya satu hari. Padahal ketika bertemu pun hanya fokus pada gawai masing-masing.
ADVERTISEMENT
Kata ‘maaf’ juga harus disampaikan kepada para tenaga kesehatan. Sebab masih banyak dari kita yang belum dengan sadar dan ikhlas tentang pentingnya menjalankan protokol kesehatan. Sesederhana memakai masker dua lapis (masker medis dan masker kain) dan menjaga jarak saat berada di luar rumah. Di rumah saja jika memang tidak mendesak untuk keluar rumah. Membawa hand sanitizer atau rajin mencuci tangan.
Yang ada justru pakai masker di dagu. Nongkrong dan berkumpul bersama kawan hingga larut malam. Bahkan tidak mengindahkan jaga jarak. Lantas mau sampai kapan kita berada dalam lingkaran setan ini? Harus berapa banyak lagi tenaga kesehatan yang gugur?
Pandemi Covid-19 ini nyata adanya. Disiplin menjalankan prokes dan di rumah saja merupakan bentuk dukungan yang bisa dilakukan untuk meringankan beban berat para tenaga kesehatan. Bantu para tenaga kesehatan agar bisa memenangi perang melawan pandemi ini. Sehingga mereka bisa melepas rindu dan berkumpul kembali dengan keluarga tercinta.
ADVERTISEMENT
(Ayesha Puri/Mahasiswa Politeknik Negeri Jakarta)