PTN Bukan Jaminan Kesuksesan, Kemauan dan Kerja Keras Jadi Kunci

Ayesha Puri
Mahasiswa Jurnalistik Politeknik Negeri Jakarta
Konten dari Pengguna
9 Juli 2021 15:21 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Ayesha Puri tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi foto : https://www.shutterstock.com/
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi foto : https://www.shutterstock.com/

Kriteria lolos-tidaknya pelajar pada Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) dan Seleksi Bersama Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SBMPTN) masih menjadi misteri. Kejadian siswa berprestasi yang tidak lolos seleksi sedangkan siswa dengan nilai dengan akademik rata-rata bisa lolos menjadi lumrah terjadi. Sedih, kecewa, marah, iri, dan tidak percaya atas hasil yang diterima. Itulah perasaan seorang siswa berprestasi yang tidak lolos seleksi masuk Perguruan Tinggi Negeri (PTN).

ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Pengumuman SNMPTN dan SBMPTN menjadi momen krusial bagi para pelajar. Di hari itu, memanjatkan doa-doa terbaik dan tidak henti-henti mulut ini berdoa kepada sang Maha Kuasa. Ayah, ibu, kakak, adik, saudara, bahkan guru-guru ikut mendoakan yang terbaik. Harapannya hanya satu, pada layar laptop atau gawai tertera warna hijau yang dibubuhkan tulisan “SELAMAT ANDA DINYATAKAN LULUS.”
ADVERTISEMENT
Tiga tahun lamanya berusaha sekuat tenaga untuk mendapatkan dan mempertahankan nilai terbaik di sekolah tak lantas dengan mudah mendapatkan ‘golden ticket’ masuk PTN. Merelakan waktu bermain yang ditukar untuk mengikuti les. Mengurangi waktu tidur demi belajar untuk ulangan-ulangan di sekolah serta pengorbanan lainnya. Semua itu, dilakukan untuk mewujudkan cita-cita menjadi salah satu mahasiswa PTN.
Lusy Milasari merupakan siswi berprestasi di salah satu sekolah di Kabupaten Bogor. Dari kelas 10 hingga kelas 12, ia selalu masuk peringkat 10 besar. Namun, ketika hari itu tiba (pengumuman SNMPTN dan SBMPTN) dia tidak menerima kabar bahagia. Hingga akhirnya Lusy memutuskan untuk gap year. “Selama gap year emosi aku tidak bisa terkontrol. Karena malu dan iri melihat yang lain sudah kuliah di tempat yang diinginkan.”
ADVERTISEMENT
Sebagai siswi yang berprestasi di sekolah memiliki beban mental yang berat karena ‘dijagokan’ lolos PTN. Banyak bermunculan omongan yang membuat sakit hati ketika siswa berprestasi ini tidak masuk PTN. “Dia kan pintar tetapi mengapa tidak lolos ya?”,”Padahal nilainya bagus-bagus tetapi masih tidak lulus seleksi PTN”,”Kasihan ya, padahal nilainya bagus.”
Rasanya sulit untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut. Tidak ada yang tahu pasti bagaimana penilaian yang dilakukan oleh panitia penyelenggara SNMPTN maupun SBMPTN. Keputusan itu tidak bisa diganggu gugat dan harus dihormati. Setiap peserta harus menerimanya dengan lapang dada, baik siswa yang dinyatakan lulus seleksi ataupun tidak.
Lakukan Aktivitas yang Kesukaan
credit foto: Bart Larue/Unsplash
Tidak mau berlarut-larut dalam situasi terpuruk, Lusy memilih untuk mengisi waktu gap year-nya dengan melakukan hal-hal yang dia suka. Menggambar. ”Jadi selama gap year aku lebih banyak menggambar dan meningkatkan skill menggambar daripada mempersiapkan belajar untuk tes selanjutnya.”
ADVERTISEMENT
Selain hobi menggambar, gadis 20 tahun ini juga menyukai bidang matematika. Lusy sempat memperoleh beasiswa di salah satu kampus swasta. Kesempatan ini dimanfaatkan untuk menekuni pelajaran kesukaannya itu. Anggap saja sebagai bimbingan belajar gratis. Menurut Lusy, dengan melakukan hal yang yang dia suka bisa melupakan kesedihannya dan membuatnya menjadi lebih bersemangat lagi untuk belajar.
Gap Year Momentum Pendewasaan dan Pengembangan Diri
Ilustrasi foto : https://www.shutterstock.com/
Memiliki nasib sama dengan Lusy, Nadila merasa sangat down ketika awal masa gap year. Saat itu adalah titik terendah dalam hidupnya. Bagi Nadila, mahasiswi Jurnalistik, kegagalan saat seleksi masuk PTN dijadikannya sebagai ajang pendewasaan dan pengembangan diri.”Banyak orang menganggap bahwa gap year itu hal yang sia-sia. Padahal tidak, kita bisa melakukan banyak hal jika memang kita mau belajar dan mau berubah.”
ADVERTISEMENT
Nadila mengisinya waktu gap year dengan bekerja dan belajar untuk persiapan tes selanjutnya. Orang tuanya sempat tidak setuju dengan keputusan Nadila untuk bekerja. Dua bulan di rumah ternyata membuatnya semakin stres karena kegagalan lolos tes PTN. Akhirnya, orang tua Nadila merestui keputusan anaknya itu. Beruntungnya Nadila bekerja di lingkungan yang positif. Rekan kerja dan atasannya mendukung Nadila untuk berkembang bahkan membantunya menyelesaikan soal-soal tes SBM.
Nadila juga merasakan banyak perubahan dalam dirinya. Hal ini terasa ketika mengikuti tes kedua kalinya. Nadila menjadi lebih tenang dan lebih berserah diri kepada sang Kuasa. Keikhlasan dan lebih menerima keadaan membuat dirinya tidak terlalu memaksakan diri lolos tes tersebut.
“Tes SBM kedua tidak terlalu memikirkan harus masuk sini atau masuk jurusan ini. Aku cuma berpikir bahwa aku sudah berusaha dan melakukan yang terbaik. Jadi jika ini bukan jalan terbaik untukku jadi tidak masalah.”
ADVERTISEMENT
Kesuksesan adalah hak semua orang. Tidak memandang apakah dia seseorang berprestasi atau tidak secara akademik. Asalkan ada kemauan menjadi seseorang yang sukses dan berhasil, belajar dengan sungguh-sungguh, dan memanfaatkan waktu selama masa perkuliahan untuk mengembangkan potensi diri. Sebab akhirnya di dunia kerja, kemampuan (skill) yang menentukan kesuksesan seseorang.
Tidak berkuliah di universitas negeri bukan berarti tidak memiliki masa depan yang cerah. Baik universitas negeri atau swasta hanyalah sebagai wadah pengembangan diri, wawasan dan kemampuan seseorang saja. Percuma saja bukan bila sudah menjadi mahasiswa universitas negeri tetapi kuliah masih malas-malasan. Kemampuan, kemauan, dan kerja keras tetap menjadi kunci keberhasilan seseorang. Jangan terlalu larut dalam kesedihan, melainkan menunjukkan versi terbaik dari dirimu.
ADVERTISEMENT
(Ayesha Puri / Mahasiswa Politeknik Negeri Jakarta)