Doa Ibu, Pembawa Berkah Usaha Batik Tulis Ramah Lingkungan

Ayo Naik Kelas
Media Komunitas UMKM Muda Indonesia
Konten dari Pengguna
23 Februari 2022 13:59 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Ayo Naik Kelas tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Potret Nasta Rofika dan M. Joko Santoso, Founder Ulur Wiji
zoom-in-whitePerbesar
Potret Nasta Rofika dan M. Joko Santoso, Founder Ulur Wiji
ADVERTISEMENT
Jakarta - Perjalanan setiap orang membangun bisnis memang berbeda-beda, layaknya perjalanan hidup, tiap usaha memiliki cerita, rezeki dan tantangannya masing-masing.
ADVERTISEMENT
Kisah ini berasal dari pasangan suami istri asal Mojokerto, Nasta Rofika dan M. Joko Santoso yang mendirikan bisnis sosial eco-fashion Ulur Wiji di tengah pandemi.
Sebelum mendirikan Ulur Wiji, Nasta dan Joko memang sudah berkecimpung di dunia fashion, tepatnya fast fashion.
“Dulu tahun 2019 mikir, kayaknya ada sesuatu yang salah nih dengan usaha kita. Karena skala produksinya masih kecil, tetapi sampah yang dihasilkan udah numpuk banget,” tutur Joko.
Selain itu, keduanya juga baru mengetahui jika bahan polyester yang kerap kali digunakan butuh waktu yang lama untuk dapat terurai secara alami di alam. Keresahan inilah yang kemudian membawa mereka kepada sustainable fashion.
“Akhirnya kita refleksi diri, memikirkan kembali kita mau apa, bener gak sih jalan yang selama ini kita tempuh. Dalam proses refleksi, kita melihat ke diri kita masing - masing, Nasta mempunyai background lulusan teknik lingkungan dan juga fashion, saya sendiri mempunyai background dari kecil adalah seorang petani di Desa yang sedikit banyak tau tentang tumbuh-tumbuhan dan akhirnya tercetuslah ide yang masih di bisnis fashion juga, tetapi lebih ramah lingkungan dan terciptalah Ulur Wiji,” tambahnya.
Foto Produk Batik Tulis Ulur Wiji. Foto: instagram @ulurwiji
Ulur Wiji merupakan brand eco-fashion yang memproduksi hijab dan pakaian dengan menggunakan pewarna alami dari tumbuh-tumbuhan. Pemilihan nama Ulur Wiji bukan tanpa maksud, diambil dari bahasa Jawa. “Ulur itu artinya menanam, sedangkan wiji itu benih. Kita ingin Ulur Wiji bukan hanya sekedar menjadi brand fashion, tapi juga wadah dan ekosistem untuk belajar bersama. Dari sini kita mencoba menebar benih-benih kebaikan,” timpal sang istri.
ADVERTISEMENT
Proses menemukan batik tulis sebagai produk utama juga bukan sebuah perjalanan singkat. Sebelumnya, keduanya mempelajari terlebih dahulu konsep sustainable fashion, sempat menjajal eco print namun dirasa kurang berhasil karena saat itu keduanya masih tinggal di Bekasi dan kesulitan untuk menemukan source material, hingga akhirnya bertemu batik tulis dan pewarna alami pada September 2019.
Law of attraction ya, waktu itu setelah gagal, kami mencoba memperdalam ilmu terkait dengan eco-fashion dan akhirnya bisa ketemu dengan teman yang expert dalam batik dan end to end sustainable fashion di Semarang. Beliau menjadi mentor kami sampai dengan sekarang. Jadi waktu itu, kondisi finansial kita juga sangat berantakan, untuk belajar batik ke Semarang aja kita gak ada budget, akhirnya kita cerita sama teman, bahwa akan belajar batik di Semarang dan akhirnya dihutangin sama teman kami itu untuk belajar kesana” ujar Nasta.
ADVERTISEMENT
Ulur Wiji dimulai saat keduanya pindah ke Desa Labangka, Kalimantan Timur bulan Februari 2020 dengan dibantu oleh 1 artisan. Namun, setelah berjalan satu tahun men-develop Ulur Wiji, ada permintaan dari sang ibu untuk kembali ke kampung halaman, dan akhirnya keduanya memutuskan untuk turut memindahkan tempat produksi mereka ke Mojokerto.
“Di awal tahun, ibu saya telpon, pulang ajalah, biar ibu deket sama kamu. Saudara banyak yang nganggur dan kena PHK. Kamu bantu orang-orang di sini, nanti ibu bantu doa,” kata Nasta.
Setelah perpindahannya ke Mojokerto pada April 2021, penjualan terus meningkat bahkan keduanya sampai kewalahan memenuhi orderan dan harus menambah 2 artisan dalam kurun waktu 2 minggu.
Nasta dan Joko menyimpulkan semua rezeki dan berkah ini berasal dari doa ibu dan doa setiap artisan yang terselip di setiap helai kainnya. Namun, perjuangannya tak berhenti sampai di sana, Juli 2021 keduanya harus mengalami peristiwa tidak mengenakkan.
ADVERTISEMENT
“Juli 2021, kita kena ‘badai’, sekeluarga kena Covid dan ibu saya meninggal,” kenang Nasta.
Setelah semua yang terjadi, mereka berdua bangkit kembali dengan memproduksi batik tulis ramah lingkungan yang terus ditingkatkan kualitasnya. Kini, hampir setiap bulannya, Ulur Wiji mampu menambah 1 artisan dengan mengajak anak muda sekitar untuk belajar membatik dan melestarikan budaya Indonesia.