Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.103.0
Konten dari Pengguna
Mohon Maaf Pak Polisi, Saya Bodoh
6 Agustus 2017 15:20 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:16 WIB
Tulisan dari Ayu Assyamsi tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

ADVERTISEMENT
Dear Pak Polisi yang terhormat, perkenalkan saya adalah salah satu pelanggar marka jalan yang terkena sanksi akibat kelalaian saya sendiri. Saya tidak ingin menyangkal kesalahan saya, saya kooperatif untuk membayar denda karena memang sepertinya saya tidak akan sempat datang ke persidangan.
ADVERTISEMENT
Bapak, perkenankan saya mewakili orang-orang seperti saya memberikan saran untuk lebih menertibkan orang-orang seperti kami ini. Jujur saja kami seringkali khilaf dan pura-pura buta dengan petunjuk jalan dan marka. Tadi saat saya dipanggil bersama seorang bapak lain yang juga pelanggarannya sama, saya sempat bertanya dengan bapak, “Pak, saya tahu saya salah. Tapi di belakang saya masih ada pengendara lain yang juga melebihi marka lho. Kenapa dia tidak dipanggil kesini?” lalu bapak menjawab, “Saya kan beda dengan orang lain. Kita semua terbatas dalam menentukan mana yang salah dan harus dipanggil, mana yang tidak.”
Bapak, mengapa harus dibedakan? Sejak kecil, yang saya tahu namanya aturan tidak memandang subjektivitas. Kalau salah ya pasti salah. Itulah mengapa kadang saya sendiri jadi sangsi, apa yang saya lakukan salah atau tidak ya? Hampir setiap hari saya melewati marka tersebut, Pak. Kadang saya pun berada di tempat yang sama dengan posisi yang bapak salahkan tadi. Tetapi baru kali ini saya ditindak.
ADVERTISEMENT
Bapak tadi bilang, kalau seharusnya tanpa ada polisi pun saya sudah tahu bahwa posisi saya tidak boleh melebihi marka karena saya sudah punya SIM. Saya jadi malu Pak, wong bikin SIM saja saya nembak kok. Saya tidak lulus ujian praktek soalnya. Lintasan ujiannya terlalu rumit melebihi masalah hidup saya. Bahkan, bila ditelusuri lagi, seharusnya saya pun tidak lolos ujian tertulis. Lha saya lupa semua tentang segala aturan petunjuk jalan yang terakhir dipelajari dulu zaman SD.
Tapi Pak, sepertinya akan lebih baik jika Bapak benar-benar tegas dalam menindak kami. Kalau memang yang satu ditindak, lainnya juga Pak. Wong masih dalam satu waktu kok. Tadi saat saya pulang pun, saya sempat protes lagi dengan bapak karena hampir semua pengendara dengan kasat mata terlihat melebihi marka jalan. Tapi mengapa tidak ditindak? Padahal lebih banyak orang lho Pak. Dendanya kan juga lebih banyak daripada hanya saya sendiri. Apakah Bapak berkehendak untuk menyicil dalam menegur? Kan capek Pak, harus menegur terus. Kenapa tidak dirapel saja supaya efisien?
ADVERTISEMENT
Pak, serius deh. Kalau semua orang ditegur sekaligus, kami pasti lebih mantap untuk tidak melanggar rambu-rambu lintas Pak. Bapak juga tidak lelah karena harus beradu argumen dengan orang-orang seperti saya ini yang selalu haus keadilan. Orang-orang dungu seperti saya ini jadi lebih hati-hati kalau mau melanggar, kan?
Semoga kedepannya Pak Polisi lebih bijak lagi ya dalam menindak pengendara yang bodoh seperti saya ini. Saya tahu Pak Polisi pasti jauh lebih pintar dan lebih benar daripada saya. Lain kali saya akan selalu mematuhi aturan, Pak. Denda seratus ribu bisa untuk saya makan selama seminggu. Terima kasih sudah menegur saya, Pak. Salam pramuka!