Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.94.0
Konten dari Pengguna
Lomba Menulis Cerita Misteri : Pelaut Tua
14 Oktober 2022 9:32 WIB
Tulisan dari Ayu dhia tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Lomba Menulis Cerita Misteri - Awal nya aku hampir tidak mempercayai apa yang telah ku alami beberapa tahun silam lalu. Tempat peristiwa nya sendiri terjadi di atas kapal. Ya benar di atas kapal, bisa kalian bayangkan kendaraan yang biasanya di gunakan untuk berlayar atau mengarungi tengah lautan itu yang ku kira semulanya luput dari hantu, jin atau setan ternyata tidak. Seperti kisah-kisah di fiksi horror yang juga tak jarang di buatkan film yang menimbulkan banyak perdebatan apakah mereka benar-benar ada?
ADVERTISEMENT
Aku sendiri bisa di katakan masuk dalam kategori ‘orang-orang yang tidak percaya sama hal berbau gaib’ itu sampai aku merasakan nya sendiri, kehororan yang mengikuti ku dalam perjalanan menaiki kapal.
Waktu itu masih sekitar tahun 1990-an, dalam perjalanan yang memakan 50 jam bahkan lebih karena cuaca nya yang buruk dan ombak lagi besar-besarnya. Aku tak sadar sudah berapa lama di dalam kapal ini, makan seada nya dan mandi hanya sekali, Cuma satu yang ku pikirkan : segera Sampai ke ibu kota Jakarta tempat aku bekerja nanti. Sungguh aku lelah sekali, dari rumah ku di Balikpapan berdebat dengan bapak yang tidak setuju akan keputusan ku untuk bekerja ke luar kota, tertidur seharian di mobil dan berlari ke pelabuhan agar tidak ketinggalan kapal.
ADVERTISEMENT
Meski begitu aku tetap bersyukur mendapat kesempatan bekerja meskipun di tempat jauh. Yah siapa yang tahu kalau malah perjalanan karier ku akan lebih baik di sana.
Malam nya aku memutuskan untuk keluar sebentar ke bagian deck kapal mencari angin. Aneh, biasa nya ada orang-orang yang bersantai di sini pada kemana ya pikir ku. Mungkin karena cuaca nya yang hujan dari sore tadi membuat hawa sekitarnya menjadi dingin jadi orang-orang enggan keluar. Hanya ada satu orang saja yang ikut keluar seperti ku. Mata ku tidak menangkap dengan pasti seperti apa wajahnya dari jauh tapi aku yakin dari siluet nya, dia seorang pria.
Ku putuskan untuk mendekatinya, lumayan lah ada teman ngobrol daripada sepi begini, tampaknya orang itu menyadari kehadiran ku dengan nada yang ramah ia menyapa…
ADVERTISEMENT
“rokok dek…?” tawarnya pada ku.
“enggak pak, makasih…..” tolak ku sopan.
Orang itu tersenyum tipis kemudian menghisap kembali putung rokok nya, hmm bau apa ini? bau…..daun pandan ? masa sih asal baunya dari rokok si bapak itu? Tidak ambil pusing aku tetap mengajak ngobrol bapak tersebut…
“asli mana pak….?”
“saya asalnya Jawa Tengah….”
“loh, bukan dari Kalimantan?”
Si Bapak menggelengkan kepala nya “Bukan dek, saya Cuma liburan aja di sini...memang dulu nya sempat bertugas sebagai salah satu perwira AL di Kaltim. Udah pensiun saya buka usaha di daerah asal saya...” jawab bapak itu.
Aku menganggukan kepala.
“Kalo mas nya sendiri, asli mana?” Giliran bapak itu bertanya.
“Oh saya asli Balikpapan pak, ini saya mau kerja ke ibu kota dapat panggilan di sana..”
ADVERTISEMENT
“Oalah, iyo-iyo...” kata bapak itu sambil kembali menghisap rokok yang asap nya mengeluarkan bau ‘pandan’...
Di samping soal rokok aneh nya itu, aku juga baru menyadari seperti apa wajah bapak itu dari dekat, terlihat sudah berusia 50 ke atas seumuran ayah kandung ku atau malah lebih tua, rambut nya nyaris memutih semua dan jumlah kerutan di wajah nya seolah melukiskan semua kejadian yang ia alami di masa lampau.
“oh ya saya lupa nanya nama mu....?”
“saya, Heru pak.....samean?” tanya ku balik.
Sambil tersenyum tipis ia menjawab...
“Idris..”
Aku meng oh-kan jawaban Pak Idris. Kami berdua sempat memandang lautan yang gelap beberapa menit, sampai Pak Idris memulai obrolan....
“saya juga punya anak perempuan yang kerja di sana....”
ADVERTISEMENT
Aku menoleh ke arah Pak Idris.
“Oh ya? Jadi bapak ingin bertemu anak nya ini yang di Jakarta?”
“yaa, begitulah mas...udah bertahun-tahun gak ketemu rindu juga saya mana anak semata wayang pula”
Aku terdiam mendengarnya.
“Yen aku bisa mbalikke wektu, aku pengin karo bojo lan anak. Sayange, aku mekso nampa lamaran militer, sanajan aku bisa dagang pungkasan, bojoku mati tanpa aku ing sisih, malah anakku dhewe kuciwa karo bapake. putus kontak lan kerja ing. Ibukutha” jelas Pak idris yang mata nya terlihat berkaca-kaca. Aku memahami sedikit perkataan nya, karena ibu kandung ku sendiri berasal dari suku Jawa asli.
“Apa, ini bukan pertama kali nya bapak ke Jakarta?” tanya ku penasaran.
ADVERTISEMENT
“kedua kali nya ini...yang pertama gak ketemu sama anak saya”
“o-ohhh” kata ku merasa tidak enak.
“tapi wingi aku seneng de'e ngangkat telpun trus jare tekan pelabuhan Linda jemput, muga-muga ngapura bapake sing lugu...” kata Pak Idris dengan logat nya yang kental.
Aku bisa melihat senyum tulus Pak Idris, sementara mata nya memandang jauh hamparan lautan di depannya.
“Semoga segera bertemu dengan anak nya ya pak...” kata ku menyemati Pak Idris.
“Nuwun sewu nak, yen ketemu Linda, anakku, kirim salam saka bapake Idris”
Aku menganggukan kepala ku kemudian pamit kembali ke dalam lobi kapal.
Ketika aku berjalan di lorong sesekali aku melihat jam di tangan ku yang telah menunjukkan pukul 12 tengah malam. Cepat sekali waktu berlalu rasa nya baru saja jam 9 saat di dek kapal tadi, pikir ku.
ADVERTISEMENT
Tapi apa Pak Idris baik-baik saja ku biarkan sendirian? Bagaimanapun juga ia sudah tua takut nya kenapa-kenapa lagi...
Langkah ku terhenti saat mendengar suara kaki lain yang terdengar mengikutiku....
“ha?”
Aku menoleh ke belakang, tapi tak ada siapa-siapa. Iya sih siapa juga yang jalan-jalan di lobi tengah buta begini di tambah iseng dengan salah satu penumpang kapal..?
“mungkin perasaan ku saja...”
Ketika aku membalikan tubuhku di depan ku sudah ada sesosok berbadan tegap jaraknya hanya beberapa meter dari ku, ia tengah berjalan kea rah ku.
Aku memfokuskan pengelihatan ku dan baru menyadari bahwa, orang itu salah satu Tentara AL (Angkatan Laut) tubuh ku bergidik a-apa dia akan melaporkan ku ke atasan nya karena sebagai penumpang aku masih berkeliaran tengah malam buta begini…? Pikir ku kacau.
ADVERTISEMENT
Tak lama dia berjalan melewati ku tidak cuma satu orang melainkan ada 2 orang memakai seragam putih TNI AL yang sama. Fiuh… mereka tidak menghiraukan ku, setelah berjalan aku mulai berpikir lagi
apa tadi benar-benar tentara AL? kok ada yang aneh ya dari seragam nya tidak seperti seragam tentara
biasa nya yang pas di badan, ini terkesan kedodoran atau longgar seperti seragam TNI jaman dulu mana wajah mereka datar dan pucat lagi atau jangan-jangan mereka bukan... Aku menghentikan langkah ku dan menengok kea rah belakang. Tidak ada siapa-siapa, aku memutuskan segera kembali ke tempat tidur tanpa berpikir panjang soal penampakan tadi.
Waktu sudah menunjukkan pukul 08 pagi lewat 30 menit.
ADVERTISEMENT
Terlihat barisan orang-orang yang mengantri sejak pagi tadi untuk mengambil jatah makan, Termasuk aku sendiri sesekali mengamati barisan baik di depan maupun di belakang ku, tapi tidak menemukan sosok Pak Idris. Apa….bapak itu sudah mengambil jatah makannya? Pikir ku, gara-gara para TNI AL kemarin malam, akhirnya ku bermimpi aneh seperti kembali ke tempo dulu aku menyaksikan pelantikkan tentara AL entah tahun kapan yang jelas semua pakaian mereka Nampak longgar.
Salah satu perwira AL menarik perhatian ku, setelah pelantikan dia menatap kea rah ku sambil tersnyum tipis, entah kenapa rasa nya senyuman tentara itu terasa familiar. Barulah setelah itu aku terbangun.
Sambil menyantap sarapan ku, aku melihat-lihat berkas yang kira-kira ku butuhkan begitu sampai di perusahaan nanti.
ADVERTISEMENT
“oke lengkap semua…”
ucap ku sambil memasukan kembali semua berkas ke tas punggung. Ku dengar suara gemuruh ombak di luar, beruntung kasur ku dekat jendela jadi aku bisa melihat pemandangan laut dari jauh aku sudah bisa melihat gunung, oh daratan nya sudah kelihatan mungkin sebentar lagi berlabuh.
Aku yang bosan berada di dalam memutuskan keluar dari Kabin dan berjalan sebentar ahh, ingin sekali aku menghubungi ibu ku, tapi karena canggung usai beragrumen dengan bapak aku mengurungkan niat ku itu. Ketika aku melewati dua petugas kebersihan, telinga ku sedikit mendengar percakapan mereka.
“apa kau sudah menemukannya…?”
“belum, tapi beberapa penumpang mulai mengeluhkan bau tidak sedap di sekitar dek sebelah timur” ujar kawannya.
ADVERTISEMENT
“duh, bisa mampus kita di anggap tidak becus dalam bekerja”
“jangan Cuma mengeluh, bantu aku juga dong memeriksa apa benar ada bangkai tikus di situ” keluh temannya.
“huh, di mana mata mu ? tidak lihat aku juga sudah berkeliling seharian?”
“haish….ayo kita cari lagi aku juga belum sarapan dari tadi”
Aku menaikkan alis ku, itu aneh buat ku bagaimana bisa binatang penggerat dari daratan itu dapat menaiki kapal ini? hah…apa yang di lakukan petugas-petugas kebersihan tadi sehingga sesantai itu menyepelekan tugas mereka? memang nya tidak takut di pecat dari pekerjaan? Tak tahu kah mereka di jaman sekarang mecari pekerjaan yang layak amatlah sulit? Sambil memijit kening aku bersantai di dek kapal menghirup udara laut setelah berada di dalam kabin yang pengap.
ADVERTISEMENT
“nak….Heru…”
Aku terperangah mendengar suara yang amat familiar itu, suara pak Idris.
“tolong…..saya nak Heru…..”
Kaki ku segera berlari membawa ku ke pemilik suara itu, aku tidak bisa melihat apa-apa di depan ku gelap sekali!
“pak Idris…?? Bapak ada di mana…?” Tanya ku yang kebingungan di tengah kegelapan tersebut.
“di sini…..!”
Dua tangan yang muncul dari bawah segera mencengkram pergelangan kedua kaki ku, aku sempat terhuyung hendak jatuh tapi salah satu tangan misterius itu mulai memegang lutut ku. Tidak bisa bergerak aku mencoba fokus untuk melihat tangan siapa itu.
Astaga! Itu Pak Idris…!
“ tolong….saya…..nak Heru….” Ucap Pak Idris dengan wajah yang memelas tapi mengerikan. Hati ku menyuruh ku untuk kabur dari sosok tersebut tapi, sayang nya tubuh ku tidak mau di ajak kerja sama.
ADVERTISEMENT
Sialan! Ayo bergeraklah!
“tolong bantu….saya….”
“erghhh…..b-bantu apa ya pak?” ucap ku gagap
“PULANGKAN SAYAAAA…!!”
teriak Pak Idris dan seketika sosok nya berubah, kedua mata nya yang semula nya putih berubah menjadi hitam dan mulut pak Idris yang awalnya membentuk huruf o kemudian menjadi tersenyum menampakkan gigi-gigi nya yang semerah darah.
“UWAHHHH!!”
Beberapa penumpang lain yang juga di kamar kelas 3 terkejut melihat ku bangun tidur langsung teriak sendiri. Duh, betapa malu nya diri ku.
“heh mas! tolong ya di kondisikan suara nya, anak saya kebangun ini dengar teriakan mu” tegur seorang ibu-ibu di sebelah ku sewot.
“m-maaf bu nama nya juga habis mimpi buruk tadi…” jawab ku merasa tidak enak.
ADVERTISEMENT
“maka nya gak usah tidur kalau sudah magrib!”
Agak dongkol mendengarnya tapi ucapan ibu-ibu itu memang benar, mirip seperti nasehat ibu kandung ku sendiri yang, menasehati ku untuk tidur menjelang sore sampai magrib karena, itu adalah waktunya para setan berkeliaran menganggu manusia-manusia yang lalai.
Ku periksa arloji di tangan ku waktunya menunjukkan pukul 18.30 malam, Ya Tuhan apakah aku tertidur selama itu? Yang lebih penting lagi sejak kapan aku tertidur? Akh! ku putuskan untuk keluar kamar dan berjalan menunju dek seperti biasa mencari angin segar di tengah lautan ini.
Belum beberapa meter dari kejauhan aku mencium bau pandan, hmm Pak Idris kah yang tengah merokok? Aku mencoba mencari sosok beliau melalui aroma tersebut.
ADVERTISEMENT
Di ujung sepanjang dek bau itu pandan itu semakin lama semakin menguat dan sampai ujung aku menemukan Pak Idris yang memakai baju TNI AL yah, baju seorang veteran tampak berdiri gagah wajahnya pun terlihat cerah, sepertinya Pak Idris menyadari keberadaan ku dan mulai menyapa ku.
“malam nak Heru….”
“m-malam pak…” sapa ku sambil memastikan beliau manusia atau bukan.
“ah, kamu pasti heran kenapa saya memakai baju veteran ni, selain akan menemui anak perempuan saya besok ada acara penghargaan jasa untuk veteran TNI di Jakarta…”
“oh….begitu, tapi bukannya terlalu cepat kalau Pak Idris memakai baju nya sekarang ? apa tidak sebaiknya bapak beristirahat dulu aja di dalam toh kapalnya baru akan berlabuh besok…”
ADVERTISEMENT
Pak Idris tersenyum sedih, kadang-kadang melihat ekspresi beliau itu ingin sekali aku mengetahui apa yang tengah di pikirkan nya.
“jika, semisalnya terjadi apa-apa dengan saya….” Kata Pak Idris sambil merogoh salah satu saku celananya.
“tolong, berikan ini kepada anak saya”
Aku melihat benda yang di berikan Pak Idris kepada ku. Sebuah foto lama yang sudah lusuh, di gambarnya terdapat Pak Idris saat masih muda dulu bersama dua orang perempuan satunya beru
sia setengah baya dan di sebelahnya masih kecil mungkin sekitar 6 tahun, sepertinya itu adalah istri dan anak nya.
“sebelum berangkat naik kapal, saya sempat terkena musibah….rumah saya habis terbakar nyaris tidak meninggalkan apa-apa selain pakaian-pakaian dan satu foto tua ini, rencana nya saya akan tinggal sementara bersama Linda sampai rumah saya di perbaiki oleh pemerintah daerah saya…” cerita Pak Idris.
ADVERTISEMENT
Mendengar itu aku jadi merasa iba, jika seandainya punya uang lebih, ingin sekali rasa nya memberi bantuan kepada bapak ini.
“kenapa, bapak minta ke saya? apa sebaiknya tidak minta bantuan polisi saja…?” tanya ku.
Pak Idris menggelengkan kepala nya
“ora ana sing ngerti umure wong pira, kepiye sadurunge bisa ketemu anakku mati dhisik?”
“p-pak jangan ngomong begitu…” kata ku merasa tidak enak.
“nuwun sewu mboten wonten tiyang sanes ingkang saged nulung kejaba mas Heru...”
Aku menghela napas “ya sudah, ta usahain ya pak bisa menyampaikan pesan bapak..”
Waktu sudah menunjukkan pukul 10 lewat, aku pamit ke Pak Idris mau kembali ke kamar tapi sebelum benar-benar melangkah pergi Bapak itu bebicara sekali lagi pada ku…
ADVERTISEMENT
“Mas Heru, saya tahu saya cuma wong lewat yang mungkin bakal kamu lupakan seiring sibuknya di kota nanti, tapi tolong ingat nasehat saya ini: selagi masih lengkap sering dolan karo wong tuwamu, ojo nyesel kaya aku…ya?”
Deg!
Nasihat yang merupakan sebuah tamparan keras bagi ku, teringat semua kesalahan yang ku perbuat sehingga membuat kedua orang tua ku kecewa dan sebab itulah mereka tidak percaya pada ku yang akan berpergian meninggalkan kota kelahiran.
“t-terima kasih Pak…”
Malam itu aku terlelap, tanpa bermimpi apapun.
Gaduh. Berisik.
Rasa nya ingin menutup telinga ku dengan bantal dan kembali tidur, sayangnya hari ini kapal akan berlabuh, dengan ogah-ogahan aku bangun sambil mengumpulkan nyawa dulu, aku bangkit pergi keluar kamar hanya untuk medapati kerumunan orang yang berkumpul d satu titik, tidak ini belum sampai ke pelabuhan bukan pula antrian mengambil jatah sarapan. Lalu apa?
ADVERTISEMENT
Beberapa orang yang penasaran berlari kea rah gerombolan itu, aku mencegat salah satu dari mereka…
“maaf, mas ini ada apa ya pada heboh?” Tanya ku bingung.
Dengan tergesa-gesa orang itu menjawab “a-ada mayat mas! di dekat dek timur”
m-mayat ?? batin ku. Apa tidak salah dengar aku tadi?
Aku pun ikut bergabung ke kerumunan itu, tercium bau tidak sedap, bau bangkai. Ketika aku dapat melihat apa yang ada di depan ku…mata ku melebar, lemas, rasa nya ingin memuntahkan seluruh isi perut ku seolah tidak percaya apa yang telah ku lihat.
Mayat itu adalah Pak Idris.
“minggir! Minggir!”
Tak lama bebeberapa kru kapal dan dua orang perwira tentara AL mendatangi TKP. Perjalanan kapal jadi agak terlambat di akibatkan penemuan ini, selain itu 100 lebih penumpang termasuk para kru kapal di interogasi. Aku yang termasuk penumpang juga tidak luput dari pengawasan mereka, menurut keterangan petugas forensik yang datang 2 jam setelah penemuan mayat Pak Idris sudah meninggal 4 hari yang lalu murni akibat penyakit yang sudah lama di idap nya.
ADVERTISEMENT
Tentu saja aku kebingungan sekaligus merinding. Jika beliau sudah meninggal 2 hari sebelum aku datang ke kapal ini, Bagaimana bisa Pak Idris berbicara santai dengan ku di dek malam-malam?? Perlahan otak ku mencerna puzzle yang bertebaran…ekspresi Pak Idris, bau pandan rokok nya,tentara-tentara AL itu bahkan sampai terbawa mimpi, masa sih aku berbicara sama arwahnya…?
Aku hanya menjelaskan seada nya ke petugas kecuali soal pernah berbicara dengan arwah Pak Idris dan foto keluarga yang aku terima dari beliau. Sesampai nya di Jakarta, sekali lagi ku lihat foto lama itu dan berjanji kepada diri sendiri untuk mengingat selalu keluarga ku.
8 tahun kemudian….
Dua putra kesayangan ku tengah berlari-lari di halaman rumah, bermain sepak bola. Sedangkan Aku dan istri ku mengepaki semua barang ke dalam kardus besar, aku ingin membuka usaha di Balikpapan, kota kelahiran ku serta pindah ke sana 2 minggu lagi.
ADVERTISEMENT
Mungkin aku akan merindukan kota Jakarta yang dari hari ke hari makin padat ini, Di mana aku sempat bekerja di bagian keuangan di salah satu pabrik besar dan di situ pula aku menemukan jodoh ku, seorang perempuan sederhana dan juga manis. Darinya ia memberiku dua orang putra yang wajah nya sama persis seperti ibu nya, Linda Ningtyas.
“oke, selesai selanjut nya kamar kita dan ruang kerja ku”
“aku bantu ya mas? Ruang kerja dulu kan?”
Aku menganggukan kepala ku. Sambil sempat mencium keningnya, kami berdua ke ruang kerja ku.
“m-maaf berantakan yang…belum sempat beresin” kata ku merasa bersalah setelah membiarkan nya melihat ruang kerja ku yang mirip kapal pecah.
“hehe apa sih mas, kayak aku enggak tau aja kebiasaan mu itu…” tawa Linda sambil membungkuk mengambil kertas-kertas dokumen yang berserakan di lantai. Sementara aku mengambil sapu, Linda menaruh kembali dokumen-dokumen ku di atas meja, mata nya tertarik melihat sebuah buku kecil bersampul cokelat.
ADVERTISEMENT
Penasaran dia membuka buku tersebut, sebuah catatan harian campur aduk tentang foto usia kandungan Linda, foto anak-anak kami yang ku tangkap dengan kamera pas ada kesempatan hingga foto pernikahan kami berdua. Linda tersenyum melihat itu semua.
“ohh?”
Sesuatu jatuh dari buku itu, Linda memungutnya ternyata sebuah foto lama yang gambarnya tiga anggota keluarga. Ia terdiam sejenak.
“sayang, bisa minta bantuan nya sebentar di sini?” panggilku.
Linda tidak mendengar ku.
“Lin-da…?”
Istri ku itu menoleh dengan mata berkaca-kaca.
“mas…? Kamu kok bisa punya foto nya bapak sama ibu…??”
Deg! Aku kembali teringat amanah Pak Idris yang telah terlupakan oleh ku 8 tahun lalu, aku tak pernah menyangka anak nya yang bernama ‘Linda’ sekarang adalah istri ku sendiri, pantas saja Linda tak pernah menceritakan soal keluarga nya dan aku menghormati keputusannya hingga hari ini terbongkarlah semua.
ADVERTISEMENT
Aku memeluk Linda agar dia tenang dulu, baru lah menjelaskan semua pertemuan aneh ku dengan Pelaut tua itu, bagaimana keadaannya setelah Linda tinggal kan sampai Pak Idris menghembuskan napas terakhirnya di dunia ini, semua nya aku ceritakan pada nya tidak ada yang ku tutup-tutupi.
Hening, Linda masih berada di pelukan ku tak ada suara hanya kemeja ku saja yang semakin basah oleh air mata nya.
(terima kasih, sudah membaca cerita ku yang ku tulis terinspirasi berdasarkan pengalaman almarhum ayah dan temannya melihat penampakkan hantu di kapal beberapa tahun silam).