Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Kontribusi Ulama dan Santri dalam Revolusi
21 April 2022 14:16 WIB
Tulisan dari Ayu Fatmasari tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Seperti yang telah kita ketahui Indonesia telah memproklamasikan kemerdekaannya pada tanggal 17 Agustus 1945. Meskipun telah merdeka, Indonesia masih harus baku hantam melawan NICA yang mewakili pemerintah Belanda dan tentara Inggris yang merupakan pemenang Perang Dunia Kedua. Kedatangan Inggris ke Indonesia tersebut dimanfaatkan oleh Belanda untuk kembali berkuasa di Indonesia. Meskipun negara Indonesia telah merdeka, namun Belanda tetap ingin kembali menjajah Indonesia.
ADVERTISEMENT
Keadaan semakin berkecamuk ketika Belanda dan Inggris ikut campur dalam urusan pemerintahan, meskipun sejatinya Indonesia merupakan negara yang berdaulat. Ditambah lagi dengan adanya provokasi di berbagai kota, salah satunya di kota Surabaya adanya peristiwa bentrokan fisik atau biasa dikenal dengan pertempuran Surabaya 10 November.
Adanya peristiwa tersebut mengingatkan kita akan adanya rasa nasionalisme dan patriotisme Indonesia dalam semangat memperjuangkan kedaulatan Bangsa Indonesia. Dalam peristiwa tersebut peranan ulama dan santri sangat penting dalam perjuangan mempertahankan kedaulatan Indonesia.
Peran Ulama dan Santri dalam Membela Indonesia
Perang antara Inggris dan Belanda melawan pejuang Indonesia, mengakibatkan kota besar di Jawa seperti Jakarta, Bandung, dan Semarang dikuasai oleh sekutu. Akibat hal tersebut membuat pemerintahan Indonesia mulai terdesak dan membuat para ulama di Jawa Timur yang dipimpin oleh KH. Hasyim Asy'ari dan Nahdatul Ulama (NU) ikut turun tangan membantu.
ADVERTISEMENT
Pada tanggal 22 oktober dicetuskan lah Resolusi Jihad dalam rapat besar ulama dari cabang NU di seluruh Jawa dan Madura. Resolusi Jihad tersebut ditujukan kepada seluruh umat islam terutama para santri untuk mempertahankan kedaulatan Indonesia serta mempertahankan umat Islam dari serangan “kaum kafir” yang mempunyai tujuan jahat.
Hukum resolusi jihad yaitu wajib (Fardu ain) bagi setiap muslim yang berada pada jarak radius 94 km untuk turut berjuang. Sedangkan yang berada di luar jarak itu hukumnya fardu kifayah atau kewajibannya gugur apabila sudah dilakukan oleh seseorang dalam sebuah komunitas.
Sampai pada puncaknya yaitu pertempuran Surabaya 10 November yang diakibatkan oleh tewasnya Jenderal A.W.S. Mallaby pada tanggal 30 oktober. Para santri yang berada di barisan Hizbullah sedangkan para ulama di barisan Mujahidin bersama-sama menghalau serangan Inggris dan Belanda. Peran ulama, santri serta masyarakat sipil dalam pertempuran tersebut sangatlah besar karena dapat membuat pasukan inggris kewalahan dalam menyerang Surabaya pada waktu itu.
ADVERTISEMENT
Meskipun akhirnya Indonesia kalah dalam pertempuran, namun adanya peristiwa tersebut merupakan bukti bahwa Indonesia merupakan negara merdeka yang mampu berdiri sendiri serta mampu membangkitkan semangat bangsa Indonesia untuk memperjuangkan kedaulatannya.
Pertempuran Surabaya tersebut berlangsung selama 3 minggu yang berakhir dengan banyaknya korban pada tanggal 28 November 1945. Dalam bukunya Ricklefs (2004) dengan judul “Sejarah Indonesia Modern 1200-2004” mencatat bahwa peristiwa itu telah menewaskan 6.000 hingga 16.000 orang dari pihak Indonesia, sedangkan korban dari sekutu kira-kira sejumlah 600 hingga 2.000 orang.
Setahun setelah peristiwa tersebut, Presiden Soekarno menetapkan tanggal 10 November sebagai Hari Pahlawan. Kemudian dalam Kepresnya No. 22 Tahun 2015 menetapkan tanggal 22 Oktober sebagai Hari Santri Nasional, sebagai bentuk penghormatan kepada santri dan ulama yang telah berkontribusi dalam revolusi Indonesia.
ADVERTISEMENT