Pesan-pesan Positif untuk Keluarga dari Film 'Kulari ke Pantai'

Ayu Kartika Dewi
Stafsus Presiden dan Co-founder SabangMerauke, sebuah program pertukaran pelajar antardaerah di Indonesia untuk menanamkan nilai toleransi. Managing Director di Indika Foundation, dan memulai gerakan @toleransi.id.
Konten dari Pengguna
24 Juli 2018 15:48 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Ayu Kartika Dewi tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Kulari ke Pantai (2018) (Foto: imdb.com)
zoom-in-whitePerbesar
Kulari ke Pantai (2018) (Foto: imdb.com)
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Bisa dibilang, 'Kulari ke Pantai' adalah film pertama yang saya kenal dengan paling banyak pemainnya. Ada Edward dan Francy Suhadi, yang berperan sebagai Eddy dan Fifi, pasangan fotografer yang berkeliling naik mobil kucing warna biru. Lucu kan?
ADVERTISEMENT
Ada Mo Sidik yang berperan sebagai peserta pelatihan selancar (tapi nggak pernah kelihatan sedang berselancar).
Ada juga Mbak Ligwina Hananto yang berperan sebagai Mama Mela, yang kalau saya bilang sih, (ini juga yang saya bilang ke Mbak Wina), Mbak Wina itu memerankan dirinya sendiri. Dia tidak akting sama sekali.
Saya beruntung bisa menonton film 'Kulari ke Pantai' lebih awal. Intinya, film ini adalah film keluarga yang bagus dan edukatif. Saya sangat merekomendasikan untuk ditonton bersama-sama.
1. Adiksi gadget bisa diatasi, kalau kita mau. FIlm ini mengajak anak-anak (dan orang tua) untuk tidak melulu berkutat dengan gadget, karena ada begitu banyak hal seru yang bisa dilakukan bersama, baik dengan teman maupun dengan keluarga
ADVERTISEMENT
2. Indonesia sangat kaya dan indah. Film ini mengeksplorasi Indonesia dengan berbagai keindahannya, sampai ke tempat-tempat yang sangat indah tapi anti-mainstream, seperti Cirebon, Temanggung, Pacitan, Blitar, Bromo, Banyuwangi, dan G-Land. Karena Indonesia bukan cuma Bali dan Jogja.
3. Hubungan baik dalam keluarga perlu diupayakan. Kita sering 'take it for granted' (berasumsi bahwa hubungan baik antaranggota keluarga akan terjadi secara otomatis). Padahal, seperti halnya hubungan profesional di tempat kerja, hubungan personal juga perlu dijaga, dipupuk, dan diperbaiki. Perlu waktu, dan perlu usaha. Dalam film ini, banyak pelajaran tentang hubungan ibu-anak perempuan, saudara sepupu, dan kakak-adik.
4. Jakarta bukan satu-satunya tempat tujuan berkarya. Kadang-kadang tinggal di tempat yang jauh dari hiruk-pikuk kota dan dekat dengan alam adalah kemewahan yang tak terbeli.
ADVERTISEMENT
5. Berani meminta maaf jika melakukan kesalahan. Idulfitri baru saja lewat. Kita sudah mengirimkan pantun dan untaian puisi yang indah ke banyak orang, tapi apakah kita sudah meminta maaf ke orang yang kita benar-benar punya salah? Apakah kita sudah memaafkan orang yang benar-benar pernah menyakiti kita? :)
6. Kesempatan untuk menolong orang lain bisa datang kapan saja. Dan terkadang untuk menolong orang, kita harus rela mengorbankan keinginan kita sendiri.
7. "Heh! Enggak semua hal bisa dibereskan dengan uang!", kata Mama Mela yang judes tapi bijaksana.
8. Engak perlu gengsi makan di warung, tapi juga jangan canggung makan di tempat mahal.
9. Perempuan tidak harus berkulit putih untuk bisa cantik.
ADVERTISEMENT
Cuma ada tiga kritik saya untuk film ini
1. Di dalam dialog, dua kali ada pemeran yang menyebutkan kata "berpetualang". Ini tidak sesuai KBBI lho. Karena kata dasarnya adalah "tualang". Orang yang melakukan adalah "petualang". Kejadiannnya (kata bendanya) adalah "petualangan". Jadi kata kerjanya adalah "bertualang".
2. Dalam beberapa scene tampak penggunaan botol air mineral dalam botol plastik sekali pakai. Ya tapi salah satu sponsornya itu, jadi gimana lagi.
3. Tidak ada teks (subtitle), sehingga teman-teman tuli tidak bisa ikut menikmati film ini. Semoga Mbak Mira Lesmana dan Mas Riri Riza dalam film berikutnya sudah pakai teks ya.
Oh iya, film ini masih tayang lho! Selamat menonton, bagi yang akan menontonnya dalam waktu dekat!
ADVERTISEMENT