Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.92.0
Konten dari Pengguna
Lezatnya Dampak Hallyu: Geliat Ekonomi di Balik Demam Kuliner Korea di Indonesia
9 Desember 2024 16:01 WIB
·
waktu baca 6 menitTulisan dari Ayu Rahmi Widianarsi tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Bisakah Indonesia memanfaatkan gelombang Hallyu untuk melesatkan ekonomi dan menciptakan tren baru alih-alih hanya menjadi pengikut?
ADVERTISEMENT
Fenomena Hallyu atau gelombang budaya Korea telah menyentuh berbagai aspek kehidupan di Indonesia, termasuk sektor kuliner. Sebagian besar masyarakat Indonesia, tentu tidak asing dengan makanan populer asal Korea seperti ramen, tteokbokki, atau kimbab.
ADVERTISEMENT
Hidangan-hidangan khas Korea ini telah menjadi tren yang terus berkembang dalam beberapa tahun terakhir. Popularitasnya tidak lepas dari gelombang Hallyu, yang memperkenalkan budaya Korea melalui drama, musik K-Pop, dan Korean variety show. Dengan kemudahan akses ke konten-konten Korea lewat media sosial seperti Instagram, TikTok, dan YouTube, hingga platform streaming populer seperti Netflix dan Disney+ Hotstar, daya tarik kuliner Korea semakin mengakar di kehidupan sehari-hari masyarakat Indonesia. Namun, bagaimana sebenarnya budaya Korea memengaruhi sektor kuliner di Indonesia, khususnya dari perspektif ekonomi?
Berdasarkan 2024 Overseas Hallyu Survey yang dilakukan oleh Kementerian Kebudayaan, Olahraga, dan Pariwisata Korea bekerja sama dengan Korean Foundation for International Cultural Exchange (KOFICE), yang melibatkan 25.000 responden dari 26 negara di Asia, Oseania, Amerika, Eropa, dan Afrika, Indonesia tercatat sebagai negara dengan tingkat kesukaan atau pandangan positif tertinggi terhadap konten budaya Korea seperti drama, musik, atau kuliner. Data menunjukkan bahwa Indonesia memiliki tingkat konsumsi konten Korea yang sangat tinggi, rata-rata 17 jam per bulan, berada di urutan ketiga tertinggi di antara negara-negara yang disurvei. Selain itu, Indonesia disebut sebagai negara dengan K-Drama experience rate tertinggi sebesar 92.3%.
ADVERTISEMENT
Survei tersebut juga menunjukkan bahwa produk dan layanan Korea yang paling populer adalah makanan (64,7%), makan di restoran Korea (61,4%), kosmetik (54,0%), dan pakaian (52,8%). Selain itu, 57,9% responden mengungkapkan bahwa konsumsi konten Korea memengaruhi keterlibatan mereka dengan industri terkait, yang menunjukkan dampak besar dari konsumsi K-content terhadap industri seperti makanan, kosmetik, dan pakaian. Secara spesifik, Indonesia disebut memiliki proporsi konsumsi makanan Korea per orang tertinggi setiap bulan pada 2024. Hal ini mencerminkan bagaimana popularitas K-Drama, K-Pop, dan variety show Korea telah menginspirasi tren makanan Korea di Indonesia.
Budaya memiliki keterkaitan yang kuat dalam keputusan pembelian konsumen. Budaya sebagai kesatuan yang padu antara keyakinan, nilai, dan kebiasaan yang dipelajari, mengarahkan perilaku konsumen dalam masyarakat tertentu dalam keputusannya memilih dan membeli produk. Salah satu perkembangan budaya yang saat ini masih kental di Indonesia adalah adanya Korean Wave atau "Hallyu," yang merujuk pada penyebaran budaya pop Korea, termasuk K-pop, K-drama, K-film. Semakin besar pengaruh Hallyu terhadap seseorang, semakin besar kemungkinan orang tersebut akan melakukan pembelian berdasarkan minatnya terhadap budaya Korea. Hal ini menunjukkan bagaimana budaya populer dapat memengaruhi keputusan pembelian konsumen, menciptakan pasar yang luas bagi produk-produk Korea, salah satunya di Indonesia.
ADVERTISEMENT
Makanan merupakan salah satu bentuk budaya yang paling mudah ditransfer dan diterima karena lebih bersifat universal dibandingkan bentuk budaya lainnya. Tren makanan Korea semakin menyebar dan mudah diterima di Indonesia dengan banyaknya merek Indonesia yang menawarkan hidangan Korea yang telah diadaptasi agar sesuai dengan cita rasa dan preferensi masyarakat lokal. Ini mencerminkan proses glocalization di mana budaya global diadaptasi atau disesuaikan dengan aspek lokal.
Dari perspektif antropologi ekonomi, fenomena ini menunjukkan bagaimana budaya dapat menjadi sumber daya ekonomi. Para pelaku usaha di Indonesia memanfaatkan popularitas budaya Korea untuk menciptakan produk yang memenuhi permintaan pasar lokal. Dengan menghadirkan makanan Korea yang sesuai dengan lidah orang Indonesia, tren makanan Korea telah berkontribusi terhadap sektor ekonomi kreatif di Indonesia.
ADVERTISEMENT
Makanan Korea yang tersedia di toko-toko ritel, seperti supermarket, minimarket, maupun convenience store di Indonesia kini tidak hanya dari merek Korea asli saja, tetapi juga sudah banyak produk dari hasil produksi perusahaan-perusahaan besar Indonesia. PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk (ICBP), melalui produk andalannya yaitu Indomie yang dikenal sebagai merek mi instan paling populer di Indonesia, baru-baru ini mengeluarkan varian baru yaitu varian Korean Ramyeon Series dengan menggandeng grup K-pop New Jeans sebagai global brand ambassador. Sementara itu, PT Midi Utama Indonesia Tbk (MIDI), melalui jaringan convenience store Lawson yang dimilikinya, juga juga ikut menghadirkan nuansa Korea dengan menyediakan menu khas Korea seperti odeng dan tteokboki. Hal ini menunjukkan bahwa perusahaan besar di Indonesia secara aktif memanfaatkan kesempatan untuk meraih keuntungan dari tingginya minat masyarakat Indonesia terhadap hidangan Korea.
ADVERTISEMENT
Selain makanan yang tersedia di toko ritel, terdapat pula berbagai macam restoran makanan Korea di Indonesia yang menyediakan dine-in experience, di antaranya yaitu Mujigae, Ebiga Jjampong, Drumstairs Halal Korean BBQ, Chadol Gujeolpan, dan Subukan. Tak hanya itu, pelaku usaha Indonesia juga memanfaatkan fenomena Hallyu ini dengan membuka jaringan waralaba yang mengadirkan kekhasan kuliner Korea seperti Holdak Indo, SamWon Express, Posarang, dan Kimbab Ina.
Selain merek-merek besar, banyak UMKM di Indonesia yang berhasil memanfaatkan tren makanan Korea dengan berinovasi menciptakan variasi menu unik yang menggabungkan cita rasa lokal dan bahan khas Korea. Contohnya yaitu seblak yang dipadukan dengan topping berupa odeng dan tteok, serta kimbab dengan isian ayam geprek sambal matah, menciptakan kombinasi rasa yang baru tetapi tetap familiar bagi lidah konsumen Indonesia. Selain itu, berbagai makanan jalanan (street food) khas Korea, seperti bungeo-ppang (kue berbentuk ikan) dan hweori gamja (kentang berbumbu) juga diproduksi dan dijual dengan sentuhan lokal, menjadikannya lebih terjangkau sekaligus tetap dapat dinikmati oleh masyarakat Indonesia.
ADVERTISEMENT
Fenomena masuknya budaya Korea ke Indonesia, termasuk makanan Korea, menjadi implementasi nyata bahwa budaya dapat menjadi instrumen ekonomi yang kuat. Di Indonesia, perluasan budaya Korea tidak hanya menguntungkan perusahaan besar, tetapi juga menciptakan peluang bagi UMKM bahkan usaha rumahan untuk tumbuh dan berkembang. Melalui sinergi kolaborasi budaya dan penguatan peran pelaku usaha lokal, masuknya budaya Korea di Indonesia tidak hanya memperkaya kehidupan masyarakat tetapi juga mendorong pertumbuhan sektor ekonomi kreatif secara signifikan.
Tak berhenti di situ, Indonesia masih memiliki peluang besar untuk menggali lebih banyak pelajaran dari fenomena Hallyu guna menciptakan peluang emas baru di sektor ekonomi. Perkembangan pesat budaya Korea di seluruh dunia menunjukkan bahwa identitas lokal memiliki kesempatan untuk dapat diangkat ke tingkat global jika dapat dibawakan dengan baik dengan cara-cara yang mudah diterima oleh masyarakat global.
ADVERTISEMENT
Produk-produk Korea, baik makanan, musik, maupun fashion, dikenal karena pengemasan dan narasi yang menarik. Indonesia dapat mengadopsi strategi serupa dengan memperkuat branding produk lokal agar tidak hanya menarik di dalam negeri, tetapi juga memiliki daya jual di pasar global. Dengan begitu, Indonesia tidak hanya mengikuti tren budaya asing, tetapi juga bisa mengoptimalkan kekayaan budaya lokal untuk menciptakan kekuatan ekonomi yang unik dan bersaing di pasar global.