Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
Konten dari Pengguna
Pelecehan Seksual Terhadap Perempuan di Media Sosial
17 Januari 2021 16:03 WIB
Tulisan dari Ayu sari chandraningtyas tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Pelecehan seksual merupakan perilaku atau sikap yang dianggap melanggar norma kesusilaan dan norma kesopanan yang bertujuan untuk memuaskan nafsu pribadi. Dapat dianggap sebagai tindakan pelecehan seksual apabila tindakan atau perilaku tersebut hanya menguntungkan satu pihak dan pihak lainnya merasa dirugikan atau pun dipermalukan, karena pelecehan seksual juga merupakan aksi seksual yang tidak diinginkan oleh korban . Terdapat berbagai bentuk dari pelecehan seksual, dapat berupa kekerasan fisik, mencium, meraba anggota kemaluan atau buah dada, menguntit orang lain,siulan atau panggilan yang bernada seksual, menceritakan suatu hal yang berkonteks seksual dan semacamnya yang tidak diinginkan oleh korban.
ADVERTISEMENT
Pelecehan seksual pada mulanya hanya dijumpai saat korban dan pelaku bertemu secara langsung baik di tempat kerja, tempat pendidikan, jalan, angkutan umum dan lainnya . namun, seiring dengan lajunya perkembangan teknologi pelecehan seksual atau perbuatan tak senonoh tersebut dapat kita lihat di dunia maya. Banyaknya pelecehan seksual di media sosial dapat dibuktikan dari makin merebaknya perempuan yang depresi hingga memutuskan untuk mati bunuh diri , karena mendapati komentar buruk di platform media sosial. Selain itu, begitu banyak individu khususnya perempuan yang menganggap bahwa dirinya tidak memiliki kecantikan dan memaksakan perekonomian untuk tetap terlihat sempurna dan trendi di media sosial, yang sangat timpang dengan keadaan aslinya didunia nnyata. Dengan demikian, sangatlah banyak individu (perempuan) yang kehilangan jati dirinya untuk memaksakan kehidupannya demi terlihat sempurna dimedia sosial.
ADVERTISEMENT
Pelecehan seksual dimedia sosial yang menimpa perempuan ini dapat dijumpai dari mulai komentar buruk sampai dengan pesan pribadi atau pesan video yang berisikan konten tidak senonoh. Dapat kita ambil kasus terdapat pelecehan seksual melalui komentar ataupun omongan buruk kepada idol k-pop, yang mana idol k-pop tersebut dikatakan sebagai plastik, banci yang merujuk pada masculinity. Tidak jarang idol – idol tersebut terkena tekanan mental yang berujung pada depresi dan mati bunuh diri. Tidak hanya idol pria, idol wanita k-pop pun sering mendapati pelecehan seksual bukan hanya dari haters melainkan juga dari penggemarnya sendiri. Di Indonesia sendiri, banyak kita dapati pelecehan seksual kepada perempuan yang membandingkan standar kecantikan . dapat kita kutip kasus yang menjatuhi Kekeyi dan arti/ selebgram lain. Bedanya perlakuan para netizen kepada Kekeyi lebih buruk dibandingkan kepada arti lainnya, yang disebabkan bahwa artis/ selebgram lainnya memenuhi standar kecantikan.
ADVERTISEMENT
Dari uraian diatas mengenai pelecehan seksual yang kita temui baik secara langsung maupun di media sosial. Dapat ditentukan bahwa memfokuskan pembahasan ini sebagai berikut (1) perilaku apa saja yang termasuk ke dalam tindakan pelecehan seksual terhadap perempuan di media sosial; setelah adanya perlakuan tersebut terhadap korban dan menimbulkan trauma mendalam peneliti juga membuat pembahasan dalam penelitian mengenai (2) perlindungan hukum apakah yang berlaku kepada korban pelecehan seksual terhadap perempuan di media sosial di ranah peradilan pidana.
Kekerasan atau violence adalah istilah yang termuat dari dua suku kata dan memiliki arti yakni membawa kekuatan. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia , kekerasan dalam arti sempit hanyalah mencakup kekerasan terhadap fisik seseorang. Kekerasan adalah perbuatan yang menyebabkan akibat kecil sampai fatal (hilangnya nyawa seseorang, kerusakan fisik atau barang milik orang lain). Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia , kata kekerasan memiliki arti yang bermacam-macam, misal sebagai perihal ( yang bersifat , memiliki ciri khas) dan paksaan. Untuk kata seksual, berpangkal dari seks dengan arti perbedaan biologis wanita dan laki-laki yang disebut jenis kelamin. Dapat diartikan, kekerasan seksual merupakan perilaku yang menyangkut pautkan orang lain dalam aktifitas seksual dan atau merendahkan orang lain yang berdasar pada arah seksualnya yang dilakukan oleh pelaku kepada korban yang secara paksa dan berakibat kepada korban yang menderita secara fisik, materi dan juga psikis.
ADVERTISEMENT
Dalam naskah akademik Rancangan Undang-Undang mengenai penghapusan kekerasan seksual oleh KOMNAS Perempuan. Kekerasan seksual merupakan perbuatan yang merendahkan, menghina, menyerang atau lainnya, terhadap badan yang terkait dengan nafsu / hasrat seksual individu atau fungsi reproduksi , yang mana perlakuan tersebut dilakukan secara paksa dari pelaku terhadap korban, akibatnya korban mendapati penderitaan atau kesengsaraan terhadap fisik, psikis , seksual dan kerugian baik secara ekonomi, sosial, budaya dan/atau politik.
Menurut Komnas Perempuan terdapat 15 bentuk dari adanya kekerasan seksual, yaitu (1) perkosaan; (2) intimidasi seksual yang termasuk ancaman atau percobaan perkosaan; (3) pelecehan seksual; (4) eksploitasi seksual; (5) perdagangan perempuan dengan maksud seksual; (6) prostitusi dalam konteknya yang paksa; (7) perbudakan dalam konteks seksual; (8) pemaksaan perkawinan yang termasuk juga cerai gantung; (9) pemaksaan untuk melakukan kehamilan; (10) pemaksaan untuk melakukan aborsi; (11) pemaksaan menggunakan kontrasepsi dan sterilisasi; (12) penyiksaan dalam konteks seksual; (13) penghukuman yang dilakukan tidak manusiawi juga konteksnya seksual; (14) praktik tradisi yang memiliki konsep seksual yang juga membahayakan atau mendeskriminasi perempuan; dan (15) kontrol seksual. Dari ke – 15 daftar kekerasan seksual ini , mungkin masih ada beberapa bentuk kekerasan seksual yang belum dikenali dan ditemukan.
ADVERTISEMENT
Perserikatan Bangsa – Bangsa menyatakan kekerasan merupakan perilaku atau tindakan yang menyakiti yang dapat mengakibatkan penderitaan terhadap individu lain, kekerasan dalam arti luas tidak hanya menyangkut kekerasan fisik seseorang saja tetapi menyakut pula psikis. Dalam deklarasinya PBB mengesahkan penghapusan kekerasan terhadap perempuan pada tahun 1993. Perilaku kekerasan ini baik berupa ancaman , pemkasaan atau perampasan kekuasaan yang sewenang-wenang. Yang mana , deklarasi tersebut mendeskripsikan secara spesifik tentang apa itu kekerasan kepada perempuan. Dalam pasal 1deklarasi PBB tersebut, mengatakan bahwa kekerasan kepada perempuan yaitu setiap perilaku atau tindakan berdasar pada jenis kelamin yang akibatnya korban mendapati kesengsaraan baik fisik, seksual, psikologis termasuk intimidasi tertentu, mendesak atau perampasan kekuasaan yang sekehendak hati , baik di umum ataupun kehidupan pribadi.
ADVERTISEMENT
Pada saat ini sering ditemui ketidakadilan gender dan kekerasan yang menimpa kaum perempuan. Perbedaan gender atau jenis kelamin kerapkali dipermasalahkan, hal ini dapat dikatakan sebagai diskriminasi terhadap perempuan. Bersumber dari Convention on the Elimination of All Form of Discrimination Against Women (CEDAW) menyatakan bahwa , pembedaan, pengucilan , pembatasan yang dibentuk berdasarkan jenis kelamin, memiliki pengaruh dan maksud untuk mengurangi dan/atau menghapuskan pengakuan hak asasi manusia dan kebebasan di bidang politik, ekonomi, sosial , budaya , ataupun lainnya oleh wanita terlepas dari status perkawinan mereka, atas dasar persamaan antar gender.
Terdapat beberapa bentuk dari ketidakadilan gender seperti keadaan yang memposisikan perempuan di tempat yang lebih renda dibandingkan laki-laki, memberi cap terhadap kelompok tertentu yang seringkali memberi dampak yang merugikan , peminggiran akses sumber daya yang dihadapi kaum perempuan akibat perubahan gender di masyarakat (marginalisasi), terdapat tindakan yang sewenang-wenang mengakibatkan cidera fisik terhadap perempuan.
ADVERTISEMENT
Pada mulanya pelecehan seksual hanya terjadi apabila pelaku dan korban bertatap muka secara langsung baik di supermarket, angkutan umum dan lain sebagainya, namun dikarenakan perkembangan teknologi saat ini, tidak menutup kemungkinan pelecehan tersebut terjadi secara online di jejaring media sosial. Media culture memperlihatkan bahwa pada suatu keadaan tampilan audio ataupun visual sudah memberikan kontribusi dalam memrakit kehidupan masyarakat sehari-hari, baik konten hib uran, menciptakan berbagai pemikiran politik dan juga perilaku sosial. Terdapat lebih dari 1 platform media sosial yang sering digunakan oleh kaum milenial saat ini, yang pada dasarnya fungsi utama dari adanaya platform ini hanya sebagai jejaring sosial dan aplikasi pesan. Seringnya tindakan pelecehan dimedia sosial ini secara verbal. Sebenarnya, pelecehan yang dilakukan terhadap perempuan dalam media sosial ini hampir sama dengan pelecehan secara langsung. Yang berbeda hanyalah, kalimat yang dulunya diucapkan secara langsung, berubah menjadi bentuk tulisan yang berada di kolom komentar. Godaan yang memiliki konteks seksual dan tidak mengenakan korban di media sosial pun bertebaran dengan berbagai cara, baik chat, komentar dan direct message yang dahulunya berupa godaan atau berupa siulan para oknum pelaku pelecehan seksual.
ADVERTISEMENT
Dilakukan sebuah penelitian oleh peneliti yang bernama Paramastri, dkk pada tahun 2010 mengenai Early Prevention Toward Sexual Abuse on Children, yaitu penelitian tentang upaya preventif terhadap kekerasan seksual pada anak. Penelitian tersebut memakai metode penelitian yang berupa kualitatif dengan lokasi di sekolah dasar Kota Yogyakarta. Hal ini bertujuan agar korban kekerasan seksual pada anak tidak terus menerus bertambah. Hasilnya , program pencegahan dilakukan dengan model diskusi kelompok dengan media komik. Penggunaan media harus sesuai dengan sasaran , selain itu pula dalam program tersebut perlu dimasukkan beberapa hal mengenai UU PA sebagai upaya sosialisasi UU PA.
Selanjutnya, penelitian yang berjudul “ Media Sosial Sebagai Ruang Baru Dalam Tindak Pelecehan Seksual Remaja” yang dikerjakan oleh Feryna Nur Rosyidah dan M.Fadhil Nurdin, penelitian ini menitikberatkan pada msalah perilaku yang salah, khususnya pelecehan seksual terkait dengan penggunaan media sosial oleh remaja. Penelitia ini menggunakan pendekatan kualitatif metode deskriptif, dengan melakukan analisis dokumen yang didapati melalui internet and social media statistic 2018, social media use in 2018, the annual bullying survey 2017 dan sensis social media report 2017. Dari penelitian ini terdapat hasil yang menunjukan beberapa faktor yang memicu remaja sebagai pelaku ataupun korban dari adanya pelecehan seksual di media sosial. Pertama , melemah dan berkurangnya nilai juga norma mengenai apa yang seharusnya dilakukan ketika berhubungan dalam berkomunikasi di ruang publik. Kedua, sangat sedikit pengertian mengenai penggunaan media sosial yang bijak. Ketiga, pengontrolan diri sendiri juga sosial yang lemah dalam penggunaan media sosial.
ADVERTISEMENT
Membahas mengenai tindakan pelecehan seksual merupakan tindakan yanng tepat, karena pelecehan seringkali tertuju kepada perempan yang berdampak memberi situasi atau keadaan merugikan kepada korban. Hal ini perlu dilakukan untuk meminimalisir dampak negatif dari penggunaan media sosial.
Metode ilmiah atau metode penelitian adalah sebuah prosedur atau langkah-langkah dalam mendapatkan pengetahuan ilmiah (Suryana:2010). Metode penelitian mempunyai fungsi yang penting dan dijadikan pedoman untuk mengerjakan suatu penelitian yang maksimal. Pendekatan yang peneliti gunakan dalam penelitian ini ialah kualitatif, dimana pendekatan kualitatif tersebut menghasilkan data deskriptif berupa kata tertulis, lisan dan juga perilaku.
Karakteristik khusus penelitian kualitatif berusaha mengungkapkan berbagai keunikan yang ada dalam individu , kelompok , masyarakat maupun organisasi dalam kehidupan sehari-hari dengan rinci. Objek dalam penelitian kualitatif adalah objek yang alamiah , sehingga penelitian ini sering kali dikatakan sebagai penelitian naturalistic. Maksud dari obyek yang alami ini, merupakan obyek yang apa adanya, peneliti tidak akan memanipulasi data saat memasukan dan mengolah data-data sebagai hasil dari penelitian.
ADVERTISEMENT
Mengapa peneliti mengambil metode penelitian kualitatif? Alasan peneliti , untuk membuka fenomena yang berkiatan dengan pelecehan seksual terhadap perempuan di media sosial . selain itu, metode ini sesuai apabila peneliti ingin mendapatkan pengetahuan yang mendalam, karena metode kualitatif sendiri ini dapat memberikan rincian yang kompleks mengenai fenomena yang susah untuk diketahui oleh metode kuantitatif. Pada penelitian kualitatif peneliti menjadi intrumen yang disebut sebagai human intrument. Ada pra-syarat untuk menjadi humen inrument tersebut, yakni harus memiliki pengetahuan mengenai teori yang luas, sehingga mereka mendapati kemampuan untuk bertanya, menganalisis dan mengontruksi obyek yang diteliti jadi jelas.
Dalam penelitian kualitatif intrumen utamanya adalah peneliti sendiri, namun selanjutnya setelah fokus penelitian menjadi jelas, kemungkinan akan diperluas lebih dalam intrumen penelitian sederhana yang diharapkan dapat melengkapi data dan membandingkan dengan alat yang telah ditemukan melalui observasi dan wawancara (Sugiyono:2011).
ADVERTISEMENT
Dikarenakan adanya pandemi global Corona Virus saat ini, maka peneliti memutuskan untuk mengambil data melalui Google Form yang disebarkan melalui berbagai platform : Whatsapp, Instagram, Line dan juga Twitter, yang mana kuesiner tersebut berlangsung selama kurang lebih 2 hari, terhitung mulai 26 sampai 28 Oktober 2020 yang ditujukan kepada perempuan baik siswa maupun mahasiswi pengguna aktif media sosial. Selain dari hasil kuesioner tersebut, data yang peneliti gunakan juga melalui dokumen juga jurnal terkait dengan tindakan pelecehan seksual yang ada.
Berdasarkan kuesioner yang telah disebarkan , kuesioner ini berhasil diisi oleh 56 responden. Dengan distribusi penyebaran disajikan pada tabel sebagai berikut :
Tingkat Pendidikan Kuesioner Disebar Kuesioner Kembali
SMP/MTS 15 1
ADVERTISEMENT
SMA/SMK 20 22
Universitas 80 32
Pekerja 1 1
Total 116 56
Tabel 1 : Distribusi Penyebaran Kuesioner
Berdasarkan hasil yang telah kami susun dengan metode pengisian kuesioner online yang ditujukan kepada perempuan pelajar atau mahasiswa pengguna aktif media sosial, maka :
1. Banyaknya akun sosial media yang dimiliki pada satu platform
Hasil dalam google form menunjukan bahwa lebih banyak perempuan memiliki 2 akun sosial media denan presentase sebanyak 51,8% , 32.1 % memili lebih dari 3 akun dalam satu platform dan hanya 16.1 % memiliki 1 akun. Memiliki lebh dari 1 akun dalam satu platform bukanlah tanpa alasa. Menurut beberapa responden dan telah peneliti ringkas menyatakan bahwa adanya perbedaan kepentingan pada masing-masing akun dan terutama terdapat perlakuan tidak baik dari netizen bahkan orang yang tidak dikenal.
ADVERTISEMENT
2. Lama waktu penggunaan media sosial dalam satu hari dan keaktifan responden mengupload foto/video di media sosial
Kurun waktu satu hari tidak menjamin seseorang tersebut aktif untuk mengunggah kegiatan melalui foto/video diakun media sosialnya. Terdapar 39,3% dari totala keseluruhan menggunakan media sosial dalam satu hari selama 5-8 jam. Sebanyak 37,5% responden menggunakan media sosial selama 2-4 jam dan sebanyak 23,2 % responden menggunakan media sosial selama 8 jam atau lebih dalam satu hari. Lalu, sebesar 66,1% menjawab tidak pada pertanyaan mengenai keaktifan dalam mengunggah foto/video. Sebesar 33,9 % lainnya menjawab ya pada pertanyaan keaktifan responden mengunggah foto/video di media sosial.
3. Banyaknya responden yang pernah melihat tindakan pelecehan seksual terhadap perempuan di media sosial dan media sosial yang rentan adanya pelecehan terhadap perempuan.
ADVERTISEMENT
Dalam kuesioner yang peneliti dapat, terdapat angka sebesar 94,6% responden melihat adanya tindakan kekerasan seksual terhadap perempuan di media sosial, dan sisanya 5,4% menjawab tidak pernah melihat kekerasan seksual terhadap perempuan dimedia sosial, selanjutnya, sebesar 67,3 % responden menjawab instagram- lah media sosial yang rentan terjadi pelecehan seksual terhadap perempuan. Sebesar 18,2% responden menjawab bahwa media sosial Tiktok. 12,7% menjawab media sosial lainnya dan presentase terkecil ialah media sosial Whatsapp sebanyak 1,8%.
4. Kehadiran lembaga bantuan hukum dalam penanganan masalah pelecehan seksual.
Dari hasil kuesioner yang peneliti sebarkanm terdapat jawaban “ya” dari responden yang lebih unggul yang memiliki artian bahwa lembaga bantuan hukum di Indonesia telah cukup baik dalam mengatasi kasus pelecehan seksual. Dan dalam angka 37,5% responden menyatakan bahwa lembaga bantuan hukkum kurang maksimal dalam menangani masalah pelecehan seksual yang ada.
ADVERTISEMENT
5. Pengaruh media sosial terhadap gaya berpakaian bagi perempuan
Sebanyak 60,7% respondeen mnejawab “ya, yang artinya media sosial berpengaruh terhadap gaya berpakaian bagi perempuan. Sedangkan, sebesar 39,3% lainnya menjawab “tidak”.
6. Bentuk pelecehan seksual terhadap perempuan yang paling sering ditemui di media sosial.
Hasil dari kuesioner menunjukan angka sebesar 60% bentuk pelecehan seksual terhadap perempuan di media sosial berupa komentar. Sebesar 23,6% pelecehan seksual berebntuk video, 6% berbentuk foto, dengan presentase terkecil 1,3% pelecehan seksual berbentuk pesan pribadi dan sebesar 9,1% pelecehan seksual dengan bentuk lainnya.
PEMBAHASAN
1. Perilaku apa saja yang termasuk kedalam tindakan pelecehan seksual terhadap perempuan di media sosial ?
Bentuk pelecehan seksual terhadap perempuan di media sosial sangatlah bermacam-macam. Namun, yang kita ketahui ialah berbentuk komentar. Dengan contoh apabila seorang selebgram atau bukan mengunggah foto/video pada akun media sosialnya, ada beberapa orang yang berkomentar tidak senonoh pada kolom komentar yang tertera, “t*t* lu gede juga ya” atau “tepos ah!”. Komentar tersebutlah yang sering kta jumpai . selain hal tersebut, terdapat perilaku lainnya yang termasuk kedalam tindakan pelecehan seksual di media sosial, khususnya kepada perempuan.
ADVERTISEMENT
a. Cyber stalking
Ini merupakan tindakan menguntit yang dilakukan melalui internent, pesan online dan semacamanya secara beerulang-ulang dan oleh orang yang sama, perilaku yang masuk dalam kategori ini sebagai berikut:
• Mengunggah komentar yang menyinggun mengenai orang lain di iinternet
• Mengirim pesan online yang menyinggung atau mengancam atau berkonteks seksual
• Membagikan foto/video intim orang lain ke internet
b. Cyber harassment
Hal ini adalah bagian dari tindakan cyber bullying, namun lebih menitikberatkan korban pada perilaku pelecehan dengan mengintimidasi , bermusuhan dan/atau menyinggung. Dalam peelitian Beran (dalam Pers) mengatakan bahwa terdapat 2 kategori utama perilaku agresif: pelecehan langsung atau dapat dikatakan agresi terbuka, termasuk penghinaan verbal dan serangan fisik. Lalu, terdapat serangan tidak langsung yang dikatakan sebagai aresi realsional , perilaku tersebut dilakukan dengan cara mengeluarkan seseorang dari suatu aktivitas dan menyebarkan rumor (N. Beran: 2005).
ADVERTISEMENT
c. Pesan atau e-mail seksual yang tidak diinginkan
Seringkali korban dikirimi pesan yang tidak senonoh , misal korban diminta untuk mengirim video atau foto bagian tubuh tanpa busana kepada si pelaku, apabila tidak menuruti pelaku akan mengancam korban dengan segala bentuk ancaman.
d. Kebencian , kata-kata yang merendahkan, menghina atau memfokuskan seseorang berdasar kepad gender dan sifat lainnya berkonteks seksual atau kekurangan fisik dan psikis
2. Perlindungan hukum apa yang berlaku bagi korban pelecehan seksual ?
Perlindungan terhadap korban kekerasan seksual dirasa belum optimal dikarenakan masih kurangnya pemahaman masyarakat tentang penyebab dan dampak kekerasan seksual. Perlindungan korban dalam proses peradilan pidana tidak terlepas dari perlindungan korban menurut ketentuan hukum positif. Yang mana, dalam hukum positif mengatur mengenai persoalan kekerasan seksual, namun, peraturan tersebut belum sepenuhnya memahami secara menyeluruh terkait kekerasan seksual.
ADVERTISEMENT
Kekerasan seksual menjadikan korban mengalami berbagai bentuk penderitaan. Penderitaan yang berlapis dan bersifat jangka panjang yang dialami korban dan keluarganya, membutuhkan sistem penanganan , perlindungan juga pemulihan yang menyeluruh dan berkualitas.
Setelah mengetahui ada bernagai bentuk penderitaan yang dihadapi korban, sudah menjadi kewajiban pemerintah untuk memberikan perlindungan hukum yang diimplementasikan dalam peraturan perundang-undangan. Dasar pertimbangan yang berkaitan dengan perlindungan terhadap korban tertuang dalam Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia , yaitu :
Pasal 2 , “ Negara Republik Indonesia mengakui dan menjungjung tinggi hak asasi manusia dan kebebasan dasar manusia sebagai hak yang secara kodrati melekat pada dan tidak terpisahkan dari manusia, yang harus dilindungim dihormati dan ditegakkan demi peningkatana martabat manusia, kesejahteraan, kebahagiaan dan kecerdasan serta keadilan. “
ADVERTISEMENT
Pasal 3, (1) “ Setiap orang yang dilahirkan dengan harkat dan martabat manusia yang sama dan sederajat serta dikaruniai akal dan hati nurani untuk hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara dalam semangat persaudaraan.”; (2) “ Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan danperlakuan hukum yang adil serta mendapat kepastian hukum dan perlakuan yang sama didepan hukum.”; (3) “ Setiap orang berhak atas perlindungan hak asasi manusia dan kebebasan dasar manusia , tanpa diskriminasi.”
Pasal 5 , (1) “ Setiap orang diakui sebagai manusia pribadi yang berhak menuntut dan memperoleh perlakuan serta perlindungan yang sama sesuai dengan martabat kemanusiaannya di depan hukum.”; (2) “ Setiap orang berhak mendapat bantuan dan perlindungan yang adil dari pengadilan yang objektif dan tidak berpihak.”; (3) “Setuiap orang yang termasuk kelompok masyarakat yang rentan berhak memperoleh perlakuan dan perlindungan lebih berkenaan dengan kekhususannya.”
ADVERTISEMENT
Pasal 7 , (1) “ Setiap orang berhak untuk menggunakan semua upaya hukum
nasional dan forum internasional atas semua pelanggaran hak asasi mansuia yang dijamin oleh hukum Indonesia dan hukum internasional mengenai hak asasi manusia yang telah diterima negara Republik Indonesia.”;
(2) “ Ketentuan hukum internasional yang telah diterima negara Republik Indonesia yang menyangkut hak asasi manusia menjadi hukum nasional. “
Pasal 8 “ Perlindungan , pemajuan, penegakan dan pemenuhan hak asasi manusia terutama menjadi tanggungjawab pemerintah.”
Pasal 17 “ Setiap orang tanpa diskriminasi, berhak untuk memperoleh keadilan dengan mengajukan permohonan, pengaduan dan gugatan , baik dalam perkara pidana , perdata maupun administrasi serta diadili melalui proses peradilan yang bebas dan tidak memihak , sesuai dengan hukum acara yang menjamin pemeriksaan yang objektif oleh hakim yang jujur dan adil untuk memperoleh putusan yang adil dan benar.”
ADVERTISEMENT
Lebih rinci perlindungan terhadap korban dapat dilihat pada Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban , menyatakan bahwa :
a. Bahwa salah satu alat bukti yang sah dalam proses peradilan pidana adalah keterangan Saksi dan/atau Korban yang mendengar, melihat atau mengalami sendiri terjadinya suatu tindak pidana dalam upaya mencari dan menemukan kejelasan tentang tindak pidana yang dilakukan oleh pelaku tindak pidana;
b. Bahwa penegak hukum dalam mencari dan menemukan kejelasan tentang tindak pidana yang dilakukan oleh pelaku tindak pidana sering mengalami kesulitan karena tidak dapat menghadirkan Saksi dan/atau Korban disebabkan adanya ancaman , baik fisik maupun psikis dari pihak tertentu;
c. Bahwa sesungguhnya dengan hal tersebut, perlu dilakukan perlindungan bagi Saksidan/atau Korban yang sangat pemnting keberadaannya dalam proses peradilan pidana.
ADVERTISEMENT
Pada Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006, mengatur beberapa hak yang diberikan kepada saksi dan korban , yakni :
a. Memperoleh perlindungan atas keamanan pribadi, keluarga dan harta bendanya, serta bebas dari ancaman yang berkenaan dengan kesaksian yang akan, sedang atau telah diberikannya;
b. Ikut serta dalam proses memilih dan menentukan bentuk perlindungan dan dukungan keamanan;
c. Memberikan keterangan tanpa tekanan;
d. Mendapat penerjemah;
e. Bebas dari pertanyaan yang menjerat;
f. Mendapatkan informasi mengenai perkembangan kasus;
g. Mendapatkan informasi mengenai putusan pengadilan;
h. Mengetahui dalam hak terpidana dibebaskan;
i. Mendapat identitas baru;
j. Mendapatkan tempat kediaman baru;
k. Memperoleh penggantian biaya transportasi seusai dengan kebutuhan;
l. Mendapat nasihat hukum; dan/atau
ADVERTISEMENT
m. Memperoleh bantuan biaya hidup semnetara sampai batas waktu perlindungan berakhir.
Dibeberapa peraturan perundang-undangan , seperti Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak (SSPA). Sistem Peradilan Pidana Terpadu Penanganan Kasus Kekerasan Terhadap Perempuan (SPPT-PKKTP) merupakan sistem terpadu yang memper;lihatkan proses keterkaitan antar pihak yang berwenang menangani kasus kekerasan seksual dan akses pelayanan yang mudah dan terjangkau bagi korban. Selain itu, dalam KUHAP juga diatur beberapa ketentuan yang berkaitan dengan perlindungan korban dalam bentuk ganti rugi yang diatur dalam Pasal 98 sampai 101 KUHAP.
Bentuk perlindungan yang didapati korban kejahatan dapat diberikan dalam berbagai cara, sesuai dengan penderitaan atau kerugian yang dideritta korban. Sesuai dengan isi yang dicantumkan dalam Pasal 98 s/d 101 KUHAP , terdapat beberapa perlindungan terhadap korban yang biasa diberikan , seperti :
ADVERTISEMENT
a) Kompensasi atau pemberian restitusi
b) Konseling
c) Bantuan medis
d) Bantuan hokum
Berdasarkan ilmu hukum, pihak korban bisa menuntut kerugian terhadap pihak pelaku. Hal ini tercantum dalam hukum pidana positif Indonesia , diatur dalam :
a) Kitab Undang-Undang Pidana (KUHP)
Ketentuan Pasal 14c ayat (1) KUHP memberi perlindungan kepada korban kejahatan. Menurut ketentuan Pasal 14c ayat (1) , hakim dapat menjatuhkan pidana dengan menetapkan syarat khusus kepada terpidana dengan maksud mengganti kerugian yang ditimbulkan kepada korban.
b) Kitab Undang-Undang Acara Pidana (KUHAP) Bab III tentang Penggabungan Perkara Ganti kerugian , Pasal 98 s/d 101.
c) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1984 tentang Pengesahan Konvensi Mengenai Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap Wanita. Hal ini merupakan ratifikasi dari Convention on the Elimination of All Forms of Discrimination Against Women.
ADVERTISEMENT
d) Declaration of Basic Principle of Justice for Victims of Crime and Abuse of Power
Yang menyatakan adanya perlindungan korban dalam bentuk:
(1) korban kejahatan harus diperlakukan dengan penuh rasa hormat terhadap masrtabatnya serta diberi hak untuk segera menuntut ganti rugi;
(2) korban kejahatan harus diberi informasi mengenai peran mereka, jadwal waktu dan kemajuan yang telah dicapai dalam penanganan kasus mereka, Penderitaan dan keprihatinan korban harus selalu ditampilkan dan disampaikan pada setiap tingkat proses. Korban kejahatan harus menerima ganti rugi dari pelaku kejahatan atau keluarganya.
e) Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia,
Pada Pasal 45 UU No.39 Tahun 1999 memberikan pengertian mengenai hak wanita dan pada Pasal 49 ayat (3) UU No.39 Tahun 1999 menyatakan bahwa, terdapat hak khusus dikarenakan fungsi reproduksinya dan hal itu dijamin juga dilindungi oleh hukum.
ADVERTISEMENT
f) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban.
PENUTUP
Pelecehan seksual yang dapat terjadi di media sosial dapat berupa, ucapan atau komentar yang tidak diinginkan tentang kehidupan pribadi atau bagian tubuh atau penampilan seseorang, lelucon, dan komentar yang mengarah pada seksualitas seseorang. Perilaku yang termasuk ke dalam tindakan pelecehan seksual terhadap perempuan di media sosial, diantaranya: cyber stalking, revenge porn, cyber harassment, pesan atau e-mail seksual yang tidak diinginkan, perilaku yang menyinggung dan tidak pantas di internet, media sosial, atau room-chat, Ancaman fisik atau kekerasan seksual melalui email atau pesan online, dan kebencian, kata-kata yang merendahkan, menghina, mengancam, atau menargetkan seseorang berdasarkan identitas mereka (gender) dan sifat-sifat lain seperti orientasi seksual, atau kekurangan fisik atau mental seseorang.
ADVERTISEMENT
Perlindungan korban dalam proses peradilan pidana tidak terlepas dari perlindungan korban menurut ketentuan hukum positif. Yang mana, dalam hukum positif mengatur mengenai persoalan kekerasan seksual, namun, peraturan tersebut belum sepenuhnya memahami secara menyeluruh terkait kekerasan seksual. Setelah mengetahui bentuk-bentuk penderitaan yang dihadapi korban, sudah menjadi kewajiban pemerintah untuk memberikan perlindungan hukum yang diimplementasikan dalam peraturan perundang-undangan. Dasar pertimbangan yang berkaitan dengan perlindungan terhadap korban tertuang dalam Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia Pasal 2, Pasal 3 (1), (2), (3), Pasal 5 (1), (2), (3), Pasal 7 (1), (2), Pasal 8, Pasal 17. Lebih rinci perlindungan terhadap korban dapat dilihat pada Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban. Pada Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006, mengatur beberapa hak yang diberikan kepada saksi dan korban. Dibeberapa peraturan perundang-undangan , seperti Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak (SSPA). Sistem Peradilan Pidana Terpadu Penanganan Kasus Kekerasan Terhadap Perempuan (SPPT-PKKTP) merupakan sistem terpadu yang memper;lihatkan proses keterkaitan antar pihak yang berwenang menangani kasus kekerasan seksual dan akses pelayanan yang mudah dan terjangkau bagi korban. Selain itu, dalam KUHAP juga diatur beberapa ketentuan yang berkaitan dengan perlindungan korban dalam bentuk ganti rugi yang diatur dalam Pasal 98 sampai 101 KUHAP. Ketentuan Pasal 14c ayat (1) KUHP memberi perlindungan kepada korban kejahatan. Menurut ketentuan Pasal 14c ayat (1) , hakim dapat menjatuhkan pidana dengan menetapkan syarat khusus kepada terpidana dengan maksud mengganti kerugian yang ditimbulkan kepada korban. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, pada Pasal 45 UU No.39 Tahun 1999 memberikan pengertian mengenai hak wanita dan pada Pasal 49 ayat (3) UU No.39 Tahun 1999 menyatakan bahwa, terdapat hak khusus dikarenakan fungsi reproduksinya dan hal itu dijamin juga dilindungi oleh hukum.. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1984 tentang Pengesahan Konvensi Mengenai Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap Wanita. Hal ini merupakan ratifikasi dari Convention on the Elimination of All Forms of Discrimination Against Wome. Dan yang terakhir Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban.
ADVERTISEMENT
REFERENSI
N, Beran. (2005). Cyber-Harassment: A Study of a New Method for an Old Behavio. Journal of Educational Computing Research: Caigary.
Yayan, Sakti. (2020). Pelecehan Seksual Melalui Media Massa. Jurnal Studi Komunikasi, Surabaya: Universitas Airlangga.
Ferryna, dan Fadhil. (2018). Media Sosial Sebagai Ruang Baru Dalam Tindakan Pelecehan Seksual Remaja, Jawa Barat: Universitas Airlangga.
Elizabeth Reed, dkk. (2019). Cyber Sexual Harassment: A Summary of CuRRENT Measures and Implications for Future Research. SAGE Journals Vol. 26 Issue 12-13 2020, United States.
Maulida, Syaiful, dan Ibnu. (2009). Kekerasan Seksual dan Perceraian. Intimedia, Malang.