Konten dari Pengguna

Evaluasi Omnibus Law: Mengapa Target Besar Investasi Asing Gagal Terpenuhi?

I Gusti Ayu Suci Wedari
International Relations Students at Udayana University
23 Oktober 2024 14:28 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari I Gusti Ayu Suci Wedari tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Gambar ini menggambarkan tantangan yang dihadapi Indonesia dalam menarik investasi asing di bawah Omnibus Law. Tampak simbol-simbol perusahaan multinasional yang memudar, pabrik-pabrik yang tutup, serta grafik yang menunjukkan target investasi yang tidak tercapai. Visual ini mengilustrasikan kesenjangan antara harapan dan realitas dalam kebijakan investasi Indonesia. Sumber Gambar: Dibuat menggunakan AI melalui platform DALL-E.
zoom-in-whitePerbesar
Gambar ini menggambarkan tantangan yang dihadapi Indonesia dalam menarik investasi asing di bawah Omnibus Law. Tampak simbol-simbol perusahaan multinasional yang memudar, pabrik-pabrik yang tutup, serta grafik yang menunjukkan target investasi yang tidak tercapai. Visual ini mengilustrasikan kesenjangan antara harapan dan realitas dalam kebijakan investasi Indonesia. Sumber Gambar: Dibuat menggunakan AI melalui platform DALL-E.
ADVERTISEMENT
Pemerintahan Joko Widodo (Jokowi) telah meluncurkan berbagai kebijakan strategis untuk mendorong investasi asing, salah satunya adalah Undang-Undang Cipta Kerja atau Omnibus Law yang disahkan pada tahun 2020. Kebijakan ini diharapkan mampu memperbaiki iklim investasi Indonesia dengan menyederhanakan regulasi dan mempermudah perizinan usaha. Namun, setelah lebih dari tiga tahun berjalan, data menunjukkan bahwa harapan besar tersebut tidak diimbangi dengan realisasi yang memadai. Kebijakan yang awalnya digadang-gadang mampu menarik perusahaan multinasional (MNC) dalam skala besar, justru mengalami banyak tantangan dalam pelaksanaannya, dengan hasil yang masih jauh dari target.
ADVERTISEMENT

Omnibus Law: Harapan Tinggi untuk Investasi Asing

Kebijakan ini dirancang untuk menyederhanakan lebih dari 70 undang-undang yang dianggap menghambat masuknya investasi asing. Pemerintah berharap dapat mengatasi masalah birokrasi yang rumit, meningkatkan daya saing, dan membuka peluang kerja melalui investasi yang lebih besar dari MNC. Pada 2020, Jokowi menetapkan target ambisius, dengan harapan realisasi investasi asing langsung (Foreign Direct Investment/FDI) akan melonjak signifikan pasca pemberlakuan undang-undang ini.
Namun, data dari Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) menunjukkan bahwa meskipun terjadi peningkatan FDI, hasilnya belum memenuhi target. Pada tahun 2021, realisasi FDI di Indonesia tercatat sebesar USD 29,5 miliar, sementara target yang ditetapkan pemerintah adalah USD 31,9 miliar, menunjukkan selisih USD 2,4 miliar antara realisasi dan target (BKPM, 2021).

Kesenjangan Antara Target dan Realitas di Lapangan

Realisasi investasi asing yang jauh dari target pemerintah menunjukkan bahwa kebijakan ini masih menghadapi tantangan implementasi yang besar. Selain itu, beberapa sektor yang seharusnya mendapat manfaat dari kebijakan ini justru mengalami penurunan. Sektor-sektor padat karya seperti manufaktur mengalami eksodus beberapa perusahaan multinasional, memperlihatkan adanya kesenjangan antara harapan dan kenyataan di lapangan.
ADVERTISEMENT

Penutupan Pabrik: Mengapa Perusahaan Multinasional Pergi?

Alih-alih menarik lebih banyak MNC, beberapa perusahaan multinasional justru memutuskan untuk menutup atau mengurangi operasinya di Indonesia. Contoh paling mencolok adalah penutupan pabrik oleh Ford dan Honda pada tahun 2020, tidak lama setelah Omnibus Law disahkan. Kedua perusahaan otomotif tersebut menyatakan bahwa keputusan ini terkait dengan rendahnya daya saing pasar dan ketidakpastian hukum yang masih melingkupi iklim bisnis di Indonesia, meskipun regulasi telah dirampingkan.
Selain itu, Nissan pada 2021 menghentikan operasi manufakturnya di Indonesia, memindahkan basis produksinya ke Thailand. Perusahaan ini menyebutkan bahwa lingkungan bisnis di Indonesia belum kondusif bagi investasi besar-besaran di sektor otomotif, terutama di tengah pengetatan persaingan di Asia Tenggara.

Penciptaan Lapangan Kerja yang Minim di Tengah Investasi Besar

Selain dari realisasi investasi yang jauh dari target, Omnibus Law juga dikritik karena dampaknya terhadap penciptaan lapangan kerja yang belum signifikan. Sektor teknologi memang mengalami pertumbuhan dengan masuknya perusahaan seperti Amazon Web Services (AWS) dan Google, yang menginvestasikan miliaran dolar di Indonesia. Misalnya, AWS pada tahun 2022 mengumumkan investasi senilai USD 2,5 miliar untuk membangun pusat data di Jakarta. Namun, jenis investasi ini lebih bersifat kapital intensif, yang berarti penciptaan lapangan kerja hanya dalam skala kecil.
ADVERTISEMENT
Menurut Badan Pusat Statistik (BPS), tingkat pengangguran terbuka di Indonesia pada Februari 2022 masih berada di angka 5,83%, sedikit menurun dari 6,26% pada 2021. Meskipun angka ini menunjukkan penurunan, laju penurunan tersebut tidak sejalan dengan harapan awal kebijakan yang ingin menciptakan banyak lapangan kerja baru.

Persaingan Asia Tenggara: Apakah Indonesia Mampu Bertahan?

Salah satu tantangan yang dihadapi Indonesia dalam menarik FDI adalah persaingan dengan negara-negara tetangga di Asia Tenggara, khususnya Vietnam dan Thailand. Pada 2021, Vietnam berhasil menarik FDI sebesar USD 31,15 miliar, hampir mendekati target FDI yang ditetapkan Indonesia. Keberhasilan Vietnam didorong oleh kepastian hukum yang lebih baik, infrastruktur yang lebih maju, serta kebijakan pro-investasi yang lebih stabil.
Thailand juga tetap menjadi kompetitor kuat bagi Indonesia, terutama di sektor otomotif. Dengan lingkungan bisnis yang lebih ramah bagi investor, negara ini berhasil mempertahankan statusnya sebagai hub manufaktur otomotif di kawasan, sementara Indonesia kehilangan beberapa pabrik besar akibat ketidakpastian kebijakan.
ADVERTISEMENT

Rekomendasi: Apa yang Harus Diperbaiki?

Melihat data yang ada, jelas bahwa Undang-Undang Cipta Kerja belum mencapai tujuan utamanya. Meski kebijakan ini diharapkan bisa menyederhanakan regulasi dan menarik lebih banyak investor asing, realitas menunjukkan hasil yang berbeda. Realisasi investasi asing yang jauh dari target, eksodus perusahaan multinasional, serta terbatasnya penciptaan lapangan kerja menyoroti perlunya evaluasi mendalam terhadap kebijakan ini.
Untuk ke depannya, pemerintah perlu memperkuat kepastian hukum, meningkatkan infrastruktur, dan memastikan kebijakan yang diterapkan benar-benar menciptakan daya tarik bagi investor asing. Tanpa perubahan yang signifikan, Indonesia berisiko tertinggal dari negara-negara tetangga yang lebih berhasil dalam menarik investasi dan mendorong pertumbuhan ekonomi.

Daftar Pustaka

Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM). (2021). Laporan Realisasi Investasi 2021. Diakses pada 22 Oktober 2024 dari https://www.bkpm.go.id
ADVERTISEMENT
Badan Pusat Statistik (BPS). (2022). Statistik Ketenagakerjaan 2022. Diakses pada 22 Oktober 2024 dari https://www.bps.go.id
Institute for Development of Economics and Finance (INDEF). (2021). Evaluasi Kebijakan Omnibus Law: Dampak terhadap Tenaga Kerja dan Investasi. Diakses pada 22 Oktober 2024 dari https://www.indef.or.id
World Bank. (2021). Doing Business 2021: Comparing Business Regulation in 190 Economies. Diakses pada 22 Oktober 2024 dari https://www.worldbank.org
McKinsey & Company. (2020). The Future of Indonesia: The Next Decade of Growth. Diakses pada 22 Oktober 2024 dari https://www.mckinsey.com
United Nations Conference on Trade and Development (UNCTAD). (2022). World Investment Report 2022: International Tax Reforms and FDI in the New Normal. Diakses pada 22 Oktober 2024 dari https://unctad.org
ADVERTISEMENT