Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Iran Luncurkan Rudal Jarak Jauh ke Israel: Momen Kritis dan Tantangan Diplomasi
13 Oktober 2024 9:27 WIB
·
waktu baca 5 menitTulisan dari I Gusti Ayu Suci Wedari tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Pada 8 Oktober 2024, Iran meluncurkan rudal jarak jauh yang menargetkan Israel, memperburuk ketegangan geopolitik antara kedua negara dan memperingatkan dunia bahwa konflik ini bisa memicu ketidakstabilan yang lebih besar di kawasan Timur Tengah. Peluncuran ini menambah panjang daftar aksi militer di kawasan, menggarisbawahi kegagalan diplomasi global dan regional dalam menangani konflik ini secara efektif. Pertanyaannya adalah, mengapa ini bisa terjadi, dan bagaimana cara terbaik untuk mengelola ketegangan ini dalam konteks yang lebih konstruktif?
ADVERTISEMENT
Kompleksitas Konflik: Nuklir dan Geopolitik yang Berkelindan
Hubungan Iran dan Israel telah lama dipenuhi ketidakpercayaan dan permusuhan, terutama dipicu oleh isu nuklir. Israel melihat pengembangan nuklir Iran sebagai ancaman eksistensial, setelah laporan International Atomic Energy Agency (IAEA) tahun 2023 menyatakan bahwa Iran telah mengumpulkan sekitar 62,7 kilogram uranium yang diperkaya hingga 60%, mendekati level yang dibutuhkan untuk membuat senjata nuklir. Sementara itu, Iran mengklaim program nuklirnya hanya untuk tujuan damai, meskipun pengembangan kapasitas nuklir terus menimbulkan kecurigaan internasional.
Di sisi lain, Iran menganggap Israel sebagai ancaman utama karena dukungan Israel terhadap kampanye militer yang didukung AS di kawasan. Israel secara konsisten menyerang faksi-faksi proksi Iran, seperti Hizbullah di Lebanon dan milisi di Suriah. Sepanjang 2023 saja, Israel melancarkan lebih dari 25 serangan udara yang menargetkan pos-pos militer Iran di Suriah, menurut laporan lembaga think tank internasional. Ini adalah bagian dari strategi "perang di bayangan" yang diterapkan oleh Israel, di mana mereka melakukan tindakan militer di luar perbatasan untuk melemahkan pengaruh Iran tanpa melibatkan pertempuran langsung.
ADVERTISEMENT
Pengaruh Ekonomi: Sanksi dan Krisis Dalam Negeri Iran
Sanksi ekonomi yang diberlakukan oleh Amerika Serikat dan sekutunya sejak tahun 2018 terus melemahkan perekonomian Iran. Produk Domestik Bruto (PDB) Iran menyusut sebesar 4,5% pada 2023, sementara inflasi mencapai lebih dari 45%. Krisis ekonomi ini semakin memperburuk ketidakstabilan domestik, menyebabkan gelombang protes di berbagai kota besar Iran sepanjang tahun 2022 hingga 2023. Keadaan ini membuat pemerintah Iran berada dalam posisi sulit, di mana aksi militer, seperti peluncuran rudal ke Israel, sering kali digunakan sebagai alat untuk mengalihkan perhatian rakyat dari masalah dalam negeri dan menunjukkan kekuatan di luar negeri.
Namun, di balik tindakan militer ini, ada realitas pahit: Iran semakin terkucil di panggung internasional. Sanksi yang berkepanjangan telah memaksa Iran untuk mempererat hubungan dengan negara-negara seperti Rusia dan China. Misalnya, pada 2023, Iran menandatangani kesepakatan senilai $400 miliar dengan China, yang memberikan akses Iran pada teknologi dan infrastruktur penting, meskipun tetap terisolasi dari sistem keuangan Barat.
ADVERTISEMENT
Ketidakmampuan Diplomasi Internasional
Yang mencolok dalam konflik ini adalah kegagalan diplomasi internasional. Perjanjian Nuklir Iran (Joint Comprehensive Plan of Action, JCPOA) yang ditandatangani pada 2015 dengan tujuan membatasi program nuklir Iran, gagal mencapai tujuannya ketika Amerika Serikat di bawah pemerintahan Trump menarik diri dari perjanjian tersebut pada 2018. Sejak saat itu, Iran telah secara bertahap melanggar ketentuan-ketentuan dalam JCPOA, termasuk memperkaya uranium di atas batas yang diizinkan.
Upaya diplomasi yang baru, seperti negosiasi tidak langsung yang dimediasi oleh Eropa pada 2023, juga tidak memberikan hasil konkret. Meskipun ada beberapa tanda kemajuan, ketidakpercayaan mendalam antara Iran, Israel, dan Amerika Serikat terus menghalangi tercapainya kesepakatan yang berkelanjutan. Laporan dari Brookings Institution pada 2023 menunjukkan bahwa 73% dari kebuntuan diplomasi ini berasal dari kurangnya konsensus internasional mengenai bagaimana menghadapi Iran secara efektif, dengan negara-negara besar seperti Rusia dan China terus memberikan dukungan kepada Tehran.
ADVERTISEMENT
Kritik: Aksi Militer dan Eskalasi yang Tidak Produktif
Peluncuran rudal ini memperjelas bahwa strategi militer yang digunakan oleh kedua belah pihak tidak menawarkan solusi jangka panjang. Eskalasi terus-menerus di Timur Tengah telah menunjukkan betapa tidak produktifnya pendekatan militer. Selama beberapa dekade, Israel dan Iran berulang kali menggunakan aksi militer sebagai respons terhadap ancaman yang dirasakan, tetapi tidak ada yang mendekati solusi damai yang komprehensif.
Dalam hal ini, kegagalan terletak pada pola pikir zero-sum game, di mana kekalahan satu pihak harus menjadi kemenangan bagi pihak lain. Padahal, perang yang berlarut-larut tidak hanya merugikan kedua belah pihak secara ekonomi dan politik, tetapi juga memperburuk kondisi kehidupan masyarakat sipil di wilayah konflik. Lebih dari 1.500 warga sipil tewas dalam serangan udara di wilayah konflik sepanjang tahun 2023, berdasarkan data dari organisasi Human Rights Watch.
ADVERTISEMENT
Solusi: Pendekatan Manajemen Konflik Kolaboratif
Pendekatan kolaboratif dalam manajemen konflik bisa menjadi alternatif yang lebih baik dalam mengatasi kebuntuan ini. Manajemen konflik kolaboratif adalah pendekatan yang menekankan pentingnya kerjasama antar pihak yang bertikai untuk menemukan solusi yang saling menguntungkan. Ini bertentangan dengan pendekatan kompetitif, di mana pihak-pihak saling berusaha mengalahkan satu sama lain tanpa upaya untuk menemukan titik temu.
Langkah-Langkah Konkret Pendekatan Kolaboratif:
1. Fasilitasi Dialog Multilateral
Kedua negara, dengan bantuan mediator internasional netral seperti PBB atau Uni Eropa, perlu memasuki dialog yang melibatkan negara-negara lain di kawasan Timur Tengah, seperti Arab Saudi dan Uni Emirat Arab. Dialog ini harus fokus pada keamanan regional, dengan mengakui bahwa ketidakstabilan di satu negara akan berdampak pada negara lain.
ADVERTISEMENT
2. Pengurangan Pengaruh Proksi
Kedua belah pihak harus berkomitmen untuk mengurangi dukungan terhadap kelompok-kelompok militan proksi yang berperan dalam memperburuk konflik. Iran bisa berhenti mendukung Hizbullah, sementara Israel bisa mengurangi intervensi militernya di Suriah. Sebagai bagian dari perjanjian, Iran dapat diberi insentif ekonomi melalui pengurangan sanksi, sementara Israel mendapatkan jaminan keamanan dari serangan-serangan militan.
3. Komitmen pada Keamanan Bersama
Iran dan Israel perlu menyepakati mekanisme keamanan regional yang melibatkan negara-negara besar seperti AS, Rusia, dan China, serta tetangga-tetangga mereka di Timur Tengah. Kesepakatan ini bisa meliputi jaminan tidak adanya eskalasi militer lebih lanjut, penghentian serangan udara, dan pengawasan internasional terhadap program nuklir Iran.
Kesimpulan
Peluncuran rudal jarak jauh oleh Iran ke Israel adalah tanda lain dari kegagalan diplomasi global. Namun, terus-menerus menggunakan kekuatan militer bukanlah solusi. Pendekatan kolaboratif dalam manajemen konflik harus menjadi prioritas utama jika dunia ingin mencegah eskalasi lebih lanjut. Konflik ini tidak akan selesai dengan kemenangan militer sepihak, tetapi hanya dengan dialog yang terbuka, kerja sama, dan pencarian solusi bersama yang menguntungkan semua pihak yang terlibat.
ADVERTISEMENT
Eskalasi kekerasan harus dihentikan, dan diplomasi harus diberi kesempatan untuk bekerja.