Konten dari Pengguna

Menjadi Sekolah yang Bermoral

6 September 2017 14:54 WIB
clock
Diperbarui 14 Maret 2019 21:15 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Ayu Sukmayani tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Menjadi Sekolah yang Bermoral
zoom-in-whitePerbesar
ADVERTISEMENT
“ilmu tanpa adab hanya akan melahirkan generasi biadab. Bukan generasi beradab.” Sebuah kalimat yang harus menjadi pemikiran bagi para penggiat pendidikan. Pendidikan moral dan adab kadang dipandang sebelah mata, dan dianggap tidak menjadi prioritas utama. Sedangkan mengejar target materi dan mencapai nilai yang tinggi dipandang menjadi tujuan utama dalam sebuah pembelajaran.
ADVERTISEMENT
Jika melihat realita yang ada, dengan kulitas sekolah yang LUAR BIASA saat ini, dengan prestasi Matematika tingkat dunia, memenangkan lomba since internasional, dan berhasil kuliah diluar negeri menjadi prestasi akademik yang patut di banggakan. Namun pertanyaannya, apakah tujuan pendidikan hanya berorientasi pada kemampuan akademik siswa? Apakah pendidikan seperti itu sudah mampu mencapai target memanusiakan manusia? Bukankah seharusnya manusia memiliki jiwa kemanusiaan? Bukankah peduli terhadap sesama adalah sifat dasar yang seharusnya dimiliki oleh setiap manusia? Bukankah saling menghormati dan menghargai antar sesama seharusnya dapat dirasakan oleh setiap insan yang katanya berpendidikan? Tapi lihatlah realita yang ada, siswa siswi kita yang menganggap Bulliying menjadi sebuah fenomena yang biasa, minghina dan menghujat orang lain di sosmed maupun lisan menjadi budaya, lantas inikah yang diinginkan dalam pendidikan?
ADVERTISEMENT
Semua orang pasti akan menjawab TIDAK. Orang tua menyekolahkan anaknya tentu bukan hanya agar anaknya pintar namun juga berakhlaq, bukan hanya cerdas tetapi juga bermoral. Lalu bagaimana cara untuk menghasilkan generasi yang tidak haya cerdas secara akademik tetapi juga cerdas dalam hal moral?
Janet Brodesser, Guru, Brockport, New York mengatakan bahwa ”jika kita ingin para murid memiliki moral yang baik maka sekolah sendiri harus menjadi institusi yang bermoral (moral institusi).” Sekolah sebagai lingkungan para siswa tentu menjadi salah satu sumber siswa dalam belajar tentang moral. Di lingkungan sekolah siswa akan banyak mencontoh dan meniru masyarakat di sekolah terutama pemimpin disekolah tersebut. karena pada dasarnya kepemipinan tertinggi seorang pemimpin adalah ketika mampu memberikan contoh dan teladan kepada bawahannya. Nah, berikut ada beberapa elemen yang dapat mendukung terciptanya budaya positif di sekolah menurut Thomas Lickona
ADVERTISEMENT
Pertama, kepemimpinan moral dan akademis dari kepala sekolah. Kedua, disiplin sekolah dalam memberikan teladan, mengembangkan dan menegakkan nilai-nilai sekolah dalam keseluruhan lingkungan sekolah. Ketiga, pengertian sekolah terhadap masyarakat, artinya sekolah harus memahami budaya yang ada di masyarakat sehingga sekolah dapat mengidentifikasi kebutuhan moral di masyarakat tersebut. Keempat, pengelola sekolah yang melibatkan murid dalam pengembangan diri yang demokratis dan dukungan terhadap perasaan, contoh sekolah harus menanamkan bahwa “ini adalah sekolah kita dan kita bertanggung jawab untuk membuat sekolah ini sekolah sebaik mungkin yang dapat kita lakukan”. Kelima, atmosfir moral terhadap sikap saling menghormati, keadilan, dan kerjasama menjadi nyawa bagi setiap hubungan di sekolah, itu pula yang membuat hubungan orang dewasa di sekolah sebaik hubungan orang dewasa dengan para murid. Keenam, meningkatkan pentingnya moral dengan mengorbankan banyak waktu untuk peduli terhadap moral manusia, karena pendidikan moral sebenarnya bisa dilakukan dimanapun dan kapanpun. Semoga pendidikan kita semakin baik sehingga mampu mencetak generasi yang tidak hanya cerdas secara intelektual tetapi juga memiliki moral yang tertanam kuat di jiwanya.
ADVERTISEMENT