Konten dari Pengguna

STOP Kekerasan!! CETAK Generasi anak Bangsa Cemerlang

23 Juli 2017 21:58 WIB
clock
Diperbarui 14 Maret 2019 21:17 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Ayu Sukmayani tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Tawuran, perkelahian dan kekerasan di kalangan remaja terutama pelajar makin sering terjadi. Belum hilang dalam ingatan peristiwa tawuran antar pelajar SMK di Karawang yang akhirnya berujung pada maut. Para pelajar dari dua SMK di Kabupaten Karawang yakni SMK PGRI Lemah Abang Wadas dengan pelajar SMK Negeri Purwasari terlibat tawuran di Jalan Tengah Sawah, Kampung Krajan, Kecamatan Purwasari, Kabupaten Karawang, pada hari Rabu (5/10) sore. Seorang siswa bernama Asep Gani (17) harus meregang nyawa akibat luka di sekujur tubuhnya.
ADVERTISEMENT
Kedua pelajar dari dua SMK tersebut pecah sekitar pukul 16.30 WIB usai pulang sekolah. Asep seorang warga Kampung Karajan, tewas bersimbah darah akibat luka sabetan senjata tajam di bagian dada sebelah kiri dan punggung sebelah kiri. Dan yang paling membuat miris adalah tawuran maut ini terjadi hanya karena masalah SALING EJEK.
Konflik yang terjadi antar pelajar membuktikan bahwa pendidikan belum menghasilkan manusia yang berkarakter. Bahkan karakter dasar seorang manusia yakni berperilaku baik pun belum dimiliki oleh banyak pelajar kita. Sebenarnya apa yang salah dengan pendidikan kita? Apakah kurikulumnya? Manajemen sekolanya? Kepala sekolahnya? Gurunya? atau siswanya?
Sebenarnya semua elemen tadi memiliki perannya masing-masing dalam pendidikan, namun lagi-lagi sekolah, khususnya guru menjadi sorotan tajam ketika terjadi permasalahan dalam dunia pendidikan.
ADVERTISEMENT
Sekolah ibarat rumah sakit untuk orang-orang yang membutuhkan perawatan. Dan guru adalah dokter yang bertugas untuk menyembuhkan penyakit yang diderita oleh seorang siswa. Penyakit yang paling kronis yang tengah dialami oleh siswa kita adalah hilangnya karakter. penyakit yang sebenarnya tidak hanya bisa disembuhkan oleh dokternya namun juga dari kesadaran pasiennya (siswa).
“kita belum selesai mendidik anak-anak kita sampai dengan kita mengajari mereka kemampuan dasar manusia” (Lickona, 2016: 424). Mana itu kemampuan dasar manusia? Salah satunya adalah kemampuan mengatur dirinya sendiri. Mengatur dirinya untuk memutuskan melakukan atau tidak melakukan sesuatu. Anak masih memiliki keterbatasan dalam berfikir, sikap meniru dan mencontoh apa yang mereka lihat merupakan sifat alami anak. Ketika lingkungan keluarga anak mendukung kekerasan maka sikap itulah yang akan di tiru oleh anak dan mereka akan menganggap bahwa kekerasan itu adalah hal yang lumrah. Namun, ketika sekolah sebagai wadah untuk meluruskan semua kekeliruan itu juga memberikan budaya yang sama, maka sudah dipastikan kekeliruan itu akan menjadi warisan bagi generasi-generasi berikutnya.
ADVERTISEMENT
Untuk menyadarkan dan melatih anak dalam menangani konflik-konflik yang ada, guru bisa melakukan beberapa cara diantaranya adalah: a) Kurikulum Konflik, yakni guru melakukan beberapa metode untuk menyadarkan bahwa kompromi (Musyawarah) selalu lebih baik dibandingkan berkelahi. b) Pelatihan kemampuan Terstruktur, yakni guru memberikan simulasi situasi unutuk melatih siswa berfikir dalam menghadapi konflik dan menemukan solusinya. c) memanfaatkan kelas untuk membahas konflik. Artinya guru dituntut untuk sekreatif mungkin mengemas pembelajaran sehingga guru dapat menanamkan niali0nilai moral kepada siswauntuk lebih menghindari konflik dan mampu memilih pilihan tindakan yang terbaik. d) Membimbing siswa melalui konflik nyata, sisa lebih terbuka terkait penyebab konflik sehingga guru lebih memahami penyebab konflik dan menemukan solusi yang tepat dalam menanganinya. e) anak-anak sebagai manajer konflik. f) meningkatkan rasa tanggung jawab siswa dalam menyelesaikan masalah mereka dan terakhir g) memberikan pelatihan konflik bersama murid yang lebih tua.
ADVERTISEMENT
Pendidikan adalah investasi terbesar manusia, oleh karena itu pendidikan adalah tanggung jawab kita bersama sehingga anak-anak tidak lagi menjadi korban dari keegoisan orang-orang dewasa.