Konten dari Pengguna

Pendidikan Inklusif di DKI Jakarta, Implementasi atau Hanya Regulasi?

Ayu Thalia
Mahasiswa Sosiologi, Universitas Brawijaya.
29 Mei 2024 6:25 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Ayu Thalia tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Penyandang Disabilitas, Sumber: pixabay.com
zoom-in-whitePerbesar
Penyandang Disabilitas, Sumber: pixabay.com
ADVERTISEMENT
Sejak tahun 2013, DKI Jakarta merupakan daerah yang telah ditetapkan sebagai Provinsi Pendidikan Inklusif oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
ADVERTISEMENT
Dengan penetapan tersebut seharusnya DKI Jakarta dapat melaksanakan ketentuan pendidikan inklusif dan menjadi provinsi percontohan bagi yang lain.

Regulasi Pendidikan Inklusif

Provinsi DKI Jakarta telah menerbitkan Surat Edaran Nomor 119/SE/2016 Tentang Sekolah Penyelenggara Inklusi yang mana seluruh satuan tingkat pendidikan mulai TK hingga SMA tidak diperbolehkan untuk menolak siswa dengan disabilitas atau berkebutuhan khusus.
Selaras dengan regulasi yang ada, maka terjadi peningkatan jumlah sekolah negeri penyelenggara pendidikan inklusif di DKI Jakarta dari 371 sekolah negeri pada tahun 2015 menjadi sekitar 1.111 sekolah negeri penyelenggara pendidikan inklusif pada tahun 2018.
Hal tersebut juga diimbangi dengan peningkatan jumlah siswa disabilitas atau berkebutuhan khusus yang mengenyam pendidikan dari jumlah 3.148 pada tahun 2015 menjadi 10.519 siswa disabilitas atau berkebutuhan khusus pada tahun 2018.
ADVERTISEMENT
Penetapan kebijakan baru terkait implementasi pendidikan inklusif di DKI Jakarta nyatanya dapat meningkatkan kuantitas sekolah penyelenggara pendidikan inklusif dan jumlah siswa disabilitas yang terlibat di dalamnya.
Namun, apakah hal tersebut juga selaras dengan kualitas dari penyelenggara pendidikan inklusif di sekolah dalam memenuhi kebutuhan pendidikan siswa disabilitas?
Oleh karena itu, mari kita lihat bagaimana penerapan pendidikan inklusif di SD Negeri Meruya Selatan 06 Pagi yang telah ditetapkan sebagai sekolah inklusif sejak tahun 2005 berdasarkan SK Nomor 205/2005 oleh pemerintah DKI Jakarta.

Implementasi Pendidikan Inklusif

1. Kondisi saat PDBK

Setiap sekolah memiliki kapasitas maksimal dalam menerima jumlah siswa disabilitas atau berkebutuhan khusus. Namun, fakta di lapangan saat PDBK terjadi kelebihan jumlah pendaftar.
Hal tersebut terjadi, karena kurangnya komunikasi antara pihak sekolah dan orang tua terkait regulasi pendaftaran bagi anak disabilitas yang nyatanya harus melalui jalur khusus.
ADVERTISEMENT
Fenomena ini juga menggambarkan bahwa sekolah dengan keterangan inklusif di DKI Jakarta belum sepenuhnya mampu memberikan sosialisasi yang tepat sasaran kepada masyarakat terkait regulasi penerimaan peserta didik dengan disabilitas. Terlebih lagi stigma terhadap anak disabilitas tak jarang membuat para orang tua enggan untuk mengakui keadaan anaknya secara terbuka.
Inilah pentingnya sebuah instansi juga turut menggandeng pihak-pihak yang terlibat agar regulasi yang ada dapat diimplementasikan secara maksimal.
Maka dari itu, pemberian test IQ atau ujian kompetensi juga seharusnya dapat dilakukan saat awal pendaftaran agar tidak ada kekeliruan antara siswa reguler dan siswa dengan disabilitas seperti yang telah terjadi di SD Negeri Meruya Selatan 06 Pagi.
Hal ini juga tentunya dapat mengetahui kondisi siswa secara detail, karena realitanya tak jarang banyak orang tua yang tidak mengetahui kondisi anak akibat kurangnya pengetahuan.
ADVERTISEMENT

2. Modifikasi Kurikulum dan Tenaga Pengajar

Modifikasi kurikulum yang sudah disesuaikan dengan kemampuan masing-masing peserta didik dengan disabilitas merupakan poin plus yang perlu diapresiasi dari penerapan pendidikan inklusif di SD Negeri Meruya Selatan 06 Pagi.
Namun, masih ada ketimpangan antara jumlah siswa disabilitas dengan guru atau tenaga pembimbing khusus di SD Negeri Meruya Selatan 06 Pagi yang dapat menjadi menghambat pelaksanaan pendidikan inklusif.
Selain itu, pelatihan dan pembinaan dari Dinas Pendidikan bagi sekolah juga belum diselenggarakan secara konsisten dan tepat sasaran serta pelaksanaan dan pengawasan juga belum berjalan karena faktor kompetensi dan pengetahuan yang terbatas.
Maka, pemerintah DKI Jakarta seharusnya mampu menyediakan bidang khusus yang berfungsi sebagai perencana dan pengawas seluruh pelaksanaan pendidikan inklusif.
ADVERTISEMENT

3. Aksesibilitas Lingkungan

Beralih pada faktor lingkungan, ternyata aksesibilitas bagi penyandang disabilitas masih menjadi hal krusial yang seringkali belum terpenuhi hak-haknya secara maksimal sekalipun berada di sekolah dengan keterangan inklusif.
Fakta tersebut juga berkaitan dengan belum adanya anggaran khusus yang dialokasikan oleh pihak sekolah untuk siswa disabilitas atau berkebutuhan khusus.
Hal demikian terjadi, karena Dinas Pendidikan Provinsi DKI Jakarta belum mengalokasikan anggaran khusus terkait siswa disabilitas atau berkebutuhan khusus di sekolah-sekolah inklusif.

Implementasi atau Hanya Sekadar Regulasi?

Dari pelaksanaan pendidikan inklusif yang diterapkan oleh SD Negeri Meruya Selatan 06 Pagi, maka dapat penulis simpulkan bahwa kuantitas tidak menjadi satu-satunya faktor keberhasilan penerapan pendidikan inklusif.
Nyatanya kuantitas atau jumlah penyelenggara pendidikan inklusif dan siswa disabilitas atau berkebutuhan khusus hanyalah dasar sebelum memasuki fase implementasi pendidikan inklusif yang sebenarnya.
ADVERTISEMENT
Hal yang lebih berarti dari kuantitas adalah memastikan bahwa kualitas pendidikan inklusif yang ada di DKI Jakarta benar-benar mampu memenuhi hak-hak penyandang disabilitas sesuai dengan konsep inklusi yang berfokus pada pemenuhan hak penyandang disabilitas.
Lantas, dengan segala realitas yang ada, maka kalian juga dapat menyimpulkan apakah Provinsi DKI Jakarta sudah benar-benar mampu menerapkan pendidikan inklusif di wilayahnya?
Sumber:
Afifa, R, N., Subowo, A., (2020). Implementasi Program Pendidikan Inklusif di Provinsi DKI Jakarta (Studi di SD Negeri Meruya Selatan 06 Pagi). Departemen Administrasi Publik. Vol 9(2).