Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Mengingat Pahlawan, Belajar Ikhlas
23 September 2021 12:58 WIB
·
waktu baca 3 menitTulisan dari Ayub Simanjuntak tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
“Jika pada yang hidup tak dapat kita belajar keteladanan, belajarlah menghidupkan keteladanan pada yang sudah tiada". Kira-kira begitulah kutipan pernyataan Sejarawan J.J Rizal yang terucap pada acara “Pelestarian Nilai Kepahlawanan dan Keperintisan Melalui Guru” yang diadakan di Taman Makam Pahlawan Nasional Utama Kalibata pada tanggal 21 september 2021.
Pada acara yang dihadiri oleh kira-kira dua puluh sembilan perwakilan sekolah Se-Jabodetabek serta Bandung itu pada intinya kembali mengetuk hati para pendidik dan generasi muda agar dapat kembali menggali nilai-nilai dan semangat kepahlawanan yang makin dibutuhkan di tengah derasnya arus budaya asing yang semakin menjauhkan generasi muda dari nilai-nilai kepahlawanan itu sendiri.
ADVERTISEMENT
Tentu ada banyak yang dapat kita pelajari dari budaya-budaya asing yang masuk melaui gerbang media sosial tetapi kita harus jujur tidak semua berdampak baik bagi bangsa kita. Penggalian nilai-nilai kepahlawanan dapat menjadi filter bagi budaya asing yang masuk ke bangsa ini.
Beberapa hal yang menarik adalah adanya pertanyaan dari beberapa peserta yang sesungguhnya mewakili juga pertanyaan banyak orang di seantero negeri yaitu semakin pudarnya keteladanan yang ditunjukan elite pejabat kita yang berbanding terbalik dengan cita-cita dan semangat para pahlawan.
Meskipun di satu sisi kita tetap percaya masih banyak orang-orang jujur dan menjunjung tinggi nilai kepahlawanan. Hal ini hendaknya menjadi fokus media massa juga untuk dapat menampilkannya ke permukaan agar dapat mendapat panggung di media mainstream.
ADVERTISEMENT
J.J Rizal bercerita bagaimana beberapa pahlawan bangsa kita seperti Muhammad Hatta sampai pada wafatnya tidak mau menerima jabatan lain setelah berhenti dari jabatan wakil presiden, cukup kontras dengan yang sekarang terjadi pada pejabat-pejabat kita.
Muhammad Hatta diceritakan dalam buku “Untuk Republik: Kisah-Kisah Teladan Kesederhanaan Tokoh Bangsa” karya Faisal Basri dan Haris Munandar pernah menggunting satu iklan sepatu Bally yang ingin dibelinya. Guntingan iklan itu beliau simpan dalam dompetnya berharap jika sudah memiliki uang yang cukup dapat segera membelinya, namun sampai akhir hayatnya pada tanggal 14 Maret 1980, sepatu merek Bally itu tak pernah dimilikinya. Tabungan beliau selalu terpakai untuk keperluan rumah tangga atau membantu kerabatnya yang membutuhkan pertolongan.
Hal yang menjadi pelajaran bagi kita adalah mengapa kita mencari teladan dan panutan sampai ke negeri-negeri asing sementara kita sendiri tidak menggali kekayaan karakter dan nilai-nilai Pahlawan nasional kita yang jumlahnya telah mencapai 191 orang.
Banyak dari para Pahlawan Nasional tersebut yang tak pernah terdengar di ruangan kelas atau ruang baca kita. Sementara nilai-nilai luhur perjuangan mereka sudah selayaknya kita hargai. Tentu keadaan seperti ini cukup memprihatinkan.
ADVERTISEMENT
Dalam sambutannya, Direktur Kepahlawanan, Keperintisan, Kesetiakawanan dan Restorasi Sosial, ibu Murhardjani mengajak setiap komponen bangsa secara khusus para pendidik untuk mengambil semangat dan nilai-nilai luhur para pahlawan dan menularkannya kepada peserta didik sehingga jiwa nasionalisme dan semangat juang para pahlawan dapat senantiasa hidup.
Taman Makam Pahlawan Utama Kalibata sudah seharusnya menjadi tempat menggali nilai-nilai kepahlawanan dan tempat menyemai bibit-bibit pengetahuan agar semakin mencintai sejarah Indonesia. Semoga dengan banyaknya acara-acara positif semacam ini memberi dampak bagi pendidik-pendidik di negeri ini secara khusus dan masyarakat pada umumnya.
Live Update