Menilik Spirit Integritas dalam Sekolah Kebangsaan

Muhammad Shalahuddin Al Ayyubi
Mahasiswa Universitas Islam Indonesia
Konten dari Pengguna
31 Mei 2022 1:18 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Muhammad Shalahuddin Al Ayyubi tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Kegiatan Sekolah Kebangsaan (Sumber: Panitia JS UGM).
zoom-in-whitePerbesar
Kegiatan Sekolah Kebangsaan (Sumber: Panitia JS UGM).
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Diselenggarakan pada 28 Mei 2022 di Auditorium Pertanian UGM, Sekolah Kebangsaan bukan hanya sekadar program rutinan untuk aktivis dakwah yang bergabung dalam FSLDK Jogja—melainkan pula merupakan sebuah wadah dalam memperkuat rasa kesatuan dan kecintaan terhadap tanah air. Nilai integritas tersebut terbukti dengan hadirnya banyak perwakilan LDK dari berbagai kampus se-Daerah Istimewa Yogyakarta dengan antusias, mengingat pula kegiatan tersebut menjadi bagian dari momentum Rapat Pimpinan Daerah (RAPIMDA) FSLDK Jogja pertama di tahun 2022.
ADVERTISEMENT
Seminar kebangsaan diisi oleh Ustad Nizam Zulfikar sebagai narasumber pertama yang menjelaskan bagaimana besarnya peran dakwah melalui kebudayaan dengan menggambarkan pencapaian ulama terdahulu dalam memadukan antara Islam dan Jawa. Menjelaskan betapa banyak aspek dalam sendi kehidupan masyarakat Jawa yang mengajarkan nilai-nilai Islam secara simbolik. Dapat dilihat dari arsitektur masjid-masjid yang ada di Jawa, terlebih Masjid Gedhe Kauman—di mana puncak masjid yang dihiasi ornamen daun kluwih, memberi makna simbolis tentang keutamaan dalam beriman kepada Allah. Adapun pohon sawo yang ditanam di sekitar halaman masjid mengingatkan pesan tersirat terhadap "Sawwuu Shufuufakum" atau artinya luruskan shaf-shaf kalian untuk mengingatkan pada pentingnya mendirikan salat agar terhindar dari perbuatan keji maupun mungkar. Juga setiap bangunan lain yang ternyata didirikan dengan makna-makna simbolik yang terarah pada napas Islam.
ADVERTISEMENT
Dari segi budaya kuliner; Nasi Uduk yang sebelumnya bernama Nasi Wudu, dilengkapi ayam ingkung yang dimaknai "eling nyekungkung"/ingat sujud—dalam menyantap hidangan pun seseorang harus tetap tidak terlena dan mengingat ibadah terhadap Gusti Allah. Belum lagi pembahasan terkait makna filosofis Islam dari pakaian adat, di mana blangkon yang bentuknya memiliki 17 lipatan, melambangkan 17 rakaat (total) salat dalam sehari semalam agar manusia tak lupa pada kewajibannya kepada Allah. Pakaian surjan, yang berasal dari kata bahasa Arab sirojan (penerang). Tiga buah kancing di bagian dalam pakaian bermakna nafsu manusia yang harus dikontrol untuk memperoleh keselamatan.
Dalam sejarahnya pun dipaparkan bahwa sejak dulu umat Islam Jawa—terlebih di era Kesultanan—telah menjadikan Islam sebagai landasan hukum. Hal tersebut dikenal sebagai Pengandilan Surambi, dinamakan demikian karena keputusan persidangan dilakukan di serambi masjid. Keraton Jawa menggunakan Kitab Angger-Angger sebagai rujukan dalam merumuskan Undang-Undang tatkala itu. Siapa yang menyangka kitab tersebut pun disusun berlandaskan kitab-kitab Islam yakni; Fathul Wahab, Fathul Mu'in, dan lain-lain. Membuktikan bahwa Islam dan Jawa bukanlah dua perihal yang asing, bahkan dalam tarikhnya dapat terintegrasi dengan elok sebagai konstruksi kebangsaan.
ADVERTISEMENT
Semangat persatuan tersebut menjadi khazanah tersendiri dalam pembentukan kebudayaan Indonesia, sehingga antara Islam dan kebangsaan dapat bersinergi satu sama lain tanpa harus dipertentangkan.
Membahas terkait sejarah perjuangan LDK sendiri di tengah represifnya rezim Orde Baru, menambah insight bagi kita bahwa aktivis dakwah pun dalam—rentetan perjalanannya—memiliki andil dalam upaya mempertahankan demokrasi.
Gelanggang Mahasiswa UGM menjadi saksi program Jama'ah Shalahuddin (JS) yaitu Ramadhan Di Kampus (RDK). RDK menjadi wadah persatuan mahasiswa dari berbagai golongan—ada yang berlatar HMI, PMII, GMNI, dan lain-lain—untuk sama-sama menyambut sekaligus sekaligus melaksanakan keutamaan Bulan Ramadhan tanpa membawa kepentingan politik. Dari sana dapat dilihat betapa gadang pengaruh RDK untuk mensyiarkan dakwah bernuansa persatuan. Tak lupa pula Gelanggang Mahasiswa menjadi tempat berkumpulnya pemikir, aktivis pergerakan, dan intelektual dalam menyuarakan keadilan serta perlawanan terhadap otoritarianisme.
ADVERTISEMENT
Perlu diketahui, Perhimpunan FSLDK pun dikabarkan pertama kali diberlangsungkan pada tahun 1986, hal tersebut penuh dengan batu terjal mengingat masa itu masih dalam Orde Baru. Sehingga perjalanan FSLDK dalam sejarahnya penuh dengan perjuangan, seperti yang diungkapkan DR. Sukamta sebagai narasumber kedua. Sehingga dari sejarah FSLDK, yang patut dipelajari dan ditadaburi saat ini adalah spirit dari perjuangannya yang bisa diejawantahkan di masa sekarang, bukan cara yang ditempuh tatkala itu—mengingat kita tidak bisa memaksakan zaman atau keadaan yang berbeda. Harap para aktivis Lembaga Dakwah Kampus dan FSLDK dapat menjadi garda terdepan dalam membumikan integritas Islam dan kebangsaan sehingga mampu membawa kemaslahatan secara luas bagi agama, bangsa, negara, dan umat manusia secara universal.
ADVERTISEMENT