Konten dari Pengguna

Jumlah Pesinden dalam Pertunjukan Wayang: Harus Berjumlah Genap atau Ganjil?

Ayuni Dwi Wulandari
Mahasiswi Universitas Pamulang jurusan Sastra Indonesia
13 Desember 2023 13:15 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Ayuni Dwi Wulandari tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
pementasan wayang di kota tua Jakarta. sumber: dokumen pribadi
zoom-in-whitePerbesar
pementasan wayang di kota tua Jakarta. sumber: dokumen pribadi
ADVERTISEMENT
Wayang berasal dari kata wayangan atau bayangan yang artinya sumber ilham, ilham yang dimaksud ialah ide dalam menggambarkan wujud tokohnya. Selain itu, wayang berupa kata yang berasal dari kata wad dan hyang yang berarti adalah leluhur (Aizid, 2013: 21). Cerita dan para tokoh dalam wayang yang dimaksud hanya sebatas dengan fungsi sebagai gambaran perilaku dan watak manusia dalam pergaulan hidup (Sumarsih, 1981: 21).
ADVERTISEMENT
Dalam sebuah pertunjukan wayang tentu saja peran sinden sangat amat penting untuk berjalannya sebuah pertunjukan. Menurut Ki Mujoko Raharjo (1997: 24) sinden berasal dari sebuah kata “pasindhian” yang artinya kaya akan lagu atau yang melantunkan lagu. Sinden juga disebut sebagai waranggana, yang berasal dari kata “wara” artinya seorang perempuan dan “anggana” artinya sendiri. Sinden yang baik harus mempunyai kemampuan suara yang baik, bukan hanya itu pesinden pun harus menyanyikan tembang.
pementasan wayang kulit di kota tua Jakarta. sumber foto: dokumen pribadi
Dalam sebuah pertunjukan wayang terdapat mitos bahwa jumlah pesinden harus selalu ganjil, karena masyarakat Jawa sering menganggap bahwa angka-angka ganjil dianggap sebagai sebuah budaya sakral. Tradisi dari spekulatif mitos angka ganjil tidak terlepas dari cara berpikir masyarakat Jawa yang sudah diajarkan secara turun-temurun. Sebagian masyarakat yang lain berpendapat bahwa angka ganjil mempunyai kekuatan magis atau mistis.
ADVERTISEMENT
Mungkin karena pada awalnya sinden hanya seorang diri atau berjumlah ganjil dan biasanya mereka merupakan istri dari dalang atau salah satu anggota pengiring gamelan dalam pertunjukan wayang tersebut, maka para penonton berpikir bahwa jumlah pesinden harus berjumlah ganjil. Tetapi seiring berkembangnya zaman terutama pada era Ki Narto Sabdho, jumlah pesinden pun sudah tidak lagi seorang diri atau bisa lebih dari dua orang. Dalam sebuah pertunjukan wayang yang spektakuler atau besar-besaran biasanya terdapat delapan sampai sepuluh pesinden tergantung permintaan penyelenggara.
Jadi dapat disimpulan bahwa dalam sebuah pertunjukan wayang, pesinden tidak ada aturan khusus yang menetapkan ganjil atau genapnya. Hal ini sangat tergantung pada pilihan dalang atau penyelenggara yang menyelenggarakan acara tersebut.
ADVERTISEMENT
Beberapa pertunjukan wayang mungkin menggunakan jumlah pesinden genap, sedangkan pertunjukan di tempat lain mungkin menggunakan jumlah pesiden ganjil. Keputusan ini mungkin didasarkan pada tradisi setempat, bukan karena pertunjukan wayang memakai hal-hal mistis karena jumlah pesinden yang ganjil.