Belajar dari Pengalaman Mengajar saat Pandemi

Ayu Rizki Susilowati
Penulis dan tenaga pendidik di institusi pendidikan SD Negeri 1 Pandansurat, Kec. Sukoharjo, Kab. Pringsewu, Lampung
Konten dari Pengguna
25 Maret 2021 18:43 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Ayu Rizki Susilowati tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Sumber foto: www.Freepik.com
zoom-in-whitePerbesar
Sumber foto: www.Freepik.com
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Terhitung satu tahun sudah pembelajaran di berbagai institusi pendidikan dilakukan dengan tidak maksimal karena ditiadakannya aktivitas tatap muka serta pengurangan jam belajar. Pemberlakuan sistem pembelajaran dalam jaringan (daring) selama masa pandemi COVID-19 membuat banyak pihak seperti orang tua, guru dan siswa mengeluhkan berbagai alasan. Mulai dari fasilitas penunjang, akses internet, kesiapan, biaya, tuntutan kurikulum hingga degradasi intelektual, dan moral yang dialami oleh siswa.
ADVERTISEMENT
Intensitas penggunaan ponsel pintar yang cenderung meningkat serta lemahnya kontrol dari orang tua membuat siswa bebas dalam mengakses berbagai game maupun sosial media selama pembelajaran daring dilakukan. Terlebih lagi, pembelajaran daring ini membatasi aktivitas temu antarsiswa sehingga cara paling tepat untuk mencari hiburan bagi mereka adalah dengan mengakses game dan sosial media. Tiktok salah satunya.
Candu media sosial pada siswa
Sebagai sebuah platform video pendek yang berasal dari China, aplikasi Tiktok dapat memikat hati penggunanya, menjadi candu. Bahkan sejak masa PSBB di berbagai daerah pertama kali dilakukan pada 2020, aplikasi Tiktok dapat menggaet orang-orang yang mulanya tidak menyukai aplikasi tersebut, untuk turut mengunduh dan ‘tercebur’ di dalamnya. Para pengguna ini termasuk di dalamnya adalah siswa yang turut menikmati konten-konten edukasi yang disajikan secara lebih menarik. Namun, alih-alih menikmati konten edukasi, tak sedikit pula siswa lebih tertarik yang mengikuti tren joget atau prank Tiktok.
ADVERTISEMENT
Ketika pembelajaran tatap muka saya coba lakukan secara terbatas pada siswa kelas VI dengan mematuhi protokol kesehatan serta syarat-syarat yang ditentukan oleh Kemdikbud, saya dapati bahwa 90% siswa lupa dengan pengetahuan-pengetahuan dasar seperti perkalian, maupun beberapa kosakata umum bahasa Inggris yang sering diulas dan sudah diterima sejak kelas rendah. Justru, mereka lebih paham dan ingat dengan lagu, joget serta tren lainnya di Tiktok. Setelah saya telusuri secara lebih mendalam, mereka pun lebih aktif bersosial media di Facebook, Instagram dan gemar memperbaharui status WhatsApp daripada aktif di grup kelas membahas tentang materi pelajaran.
Tentunya, permasalahan tersebut bukan hanya saya yang mengalaminya. Bahkan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, Nadiem Makarim, pernah menuturkan dalam sebuah telekonferensi pers di Jakarta, bahwa pembelajaran secara daring ini dapat menyebabkan learning lost atau hilangnya satu generasi.
ADVERTISEMENT
Maka, jika direnungkan kembali dapatkah anak-anak generasi saat ini mewujudkan cita-cita Indonesia yang berdaulat, adil, dan makmur? Terlebih, mereka digadang-gadang akan menjadi generasi emas pada tahun 2045 yang berpikiran maju, mandiri dan berkualitas? Bukannya pesimis dengan sistem pembelajaran daring selama pandemi ini, namun kenyataan yang terjadi di lapangan terkait akibat diberlakukannya sistem tersebut selama satu tahun menunjukkan hasil yang kurang menyenangkan.
Berbagai permasalahan yang dihadapi dalam proses pembelajaran daring selama masa pandemi, tentunya dapat diselesaikan dengan berbagai solusi inovatif yang dapat mendorong siswa agar lebih tertarik pada pembelajaran serta memperoleh pemahaman atas pengetahuan secara lebih mendalam.
Solusi terbaik adalah dengan menerapkan kembali sistem pembelajaran tatap muka, karena biar bagaimanapun sistem pendidikan di Indonesia belum dapat sepenuhnya menerapkan pembelajaran daring. Jika masih tetap dilakukan tanpa adanya solusi pembelajaran inovatif, efektif dan aman, maka dikhawatirkan akan terjadi learning lost seperti putus sekolah, degradasi intelektual dan moral.
ADVERTISEMENT
Namun, jika pembelajaran daring tetap dilakukan maka harus dikombinasikan dengan pembelajaran tatap muka secara inovatif, efektif dan tentunya aman. Cara yang dapat dilakukan adalah dengan menerapkan pembelajaran berbasis proyek secara terbimbing kepada siswa serta melakukan kolaborasi yang lebih intens antara guru dan orang tua. Jika selama ini siswa merasa tidak tertarik dengan proses pembelajaran daring karena alurnya yang selalu sama setiap hari, yaitu guru memberikan materi serta tugas di grup WhatsApp dalam jangka waktu tertentu, maka pola tersebut harus diubah.
Program home visit
Ketergantungan siswa pada ponsel pintar karena sistem pembelajaran seperti itu, dapat dikurangi dengan cara guru melakukan home visit supaya dapat berkolaborasi dengan orang tua dalam mendidik siswa di rumah. Pantauan dari guru dan orang tua secara bersamaan tentu akan lebih membuat proses pembelajaran yang diterima siswa lebih terarah. Atau jika ingin memanfaatkan ponsel pintar sebagai sarana pembelajaran, maka guru harus dapat mengatur strategi yang bijak untuk dapat melakukan pembelajaran secara lebih efektif dan efisien menggunakan sarana tersebut.
ADVERTISEMENT
Guru dapat memberikan tugas proyek berupa pembuatan suatu produk dengan memanfaatkan bahan-bahan di sekitarnya. Contohnya, siswa dapat diberi tugas proyek berupa pembuatan masker dan hand sanitizer sederhana di rumah, serta mengemasnya dengan cantik untuk kemudian diperjualbelikan melalui sosial media. Hal tersebut tentu dapat melatih pola pikir serta sikap peduli, percaya diri, ilmiah, kreatif, problem solver dan wirausaha siswa sejak dini. Dengan begitu, mereka mampu menggunakan ponsel pintar dengan cara yang tepat dan akan lebih siap dalam menghadapi permasalahan-permasalahan di kehidupannya kelak.
Pandemi COVID-19 yang datang tanpa permisi tentu mengubah sebagian besar sistem pendidikan di seluruh dunia, tak terkecuali Indonesia. Seluruh pihak yang terkait dengan sistem di dalamnya seperti pemerintah, praktisi pendidikan, guru, orang tua, masyarakat, serta siswa harus mampu beradaptasi dengan cepat terhadap penggunaan teknologi dalam menjalani proses pembelajaran di masa pandemi.
ADVERTISEMENT
Namun, hal tersebut bukan satu-satunya cara yang harus dipelajari dalam pembelajaran di masa pandemi ini. Hal yang lebih penting adalah bagaimana pemerintah, praktisi pendidikan, guru, orang tua dan masyarakat bersama-sama menuangkan gagasan-gagasan inovatif yang efektif dan efisien dalam mendidik serta membimbing siswa supaya tidak hanya berorientasi pada peningkatan pengetahuan, namun juga mengasah life skill serta menjaga sikap dan moralnya.