Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
PMKH vs Teknologi: Bagaimana Peradilan Digital Menjadi Jawaban
31 Agustus 2024 13:55 WIB
·
waktu baca 5 menitTulisan dari Ayusta Desti Hastarini tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Setelah dengan setia saya mengikuti narasi-narasi pemberitaan yang berseliweran di media sosial, beredar informasi mengenai hakim atau aparat penegak hukum lainnya yang dianiaya saat bekerja di pengadilan. Selain itu, adapun informasi hoax yang ditujukan kepada hakim yang berdampak pada menurunnya citra profesi mereka. Berkembangnya teknologi saat ini sering kali dijadikan wadah untuk melakukan Perbuatan Merendahkan Kehormatan dan Keluhuran Hakim atau PMKH disaat orang-orang entah korban, terdakwa, maupun aparat penegak hukum sendiri merasa tidak puas dengan putusan pengadilan. PMKH dan teknologi mirip halnya dengan gunting dan kertas, jika kita lihat gunting dan kertas adalah dua hal yang tampak tidak cocok, yang satu memotong dan merusak, sedangkan yang lainnya menjadi korban potongan. Namun, ketika kedua benda tersebut digunakan secara bersamaan untuk tujuan yang tepat, maka gunting dapat membentuk kertas menjadi sesuatu yang berseni dan indah. Sama halnya dengan PMKH yang di zaman ini sering terjadi melalui teknologi, kedua hal itu yang tampak berlawanan sebenarnya bisa saling mendukung dan menciptakan solusi yang bermanfaat. Solusi yang seperti apa…?
ADVERTISEMENT
Solusi dari PMKH yang selama ini terjadi di peradilan konvensional atau bertemu langsung.
Note:
Peradilan: adalah proses yang dijalankan di pengadilan yang berhubungan dengan tugas memeriksa, memutus, dan mengadili perkara.
Pengadilan: adalah badan atau instansi resmi yang melaksanakan sistem peradilan berupa memeriksa, mengadili, dan memutus perkara.
APA ITU PMKH?
Sebelum kita melihat kepada fenomena PMKH yang terjadi selama ini, anda semua harus terlebih dahulu untuk mengenal apa arti sebenarnya dari PMKH.
Berdasarkan Pasal 1 angka (2) Peraturan Komisi Yudisial Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2013 tentang Advokasi Hakim, tertulis bahwa Perbuatan Merendahkan Kehormatan dan Keluhuran Martabat Hakim (PMKH) adalah perbuatan orang perseorangan, kelompok orang atau badan hukum yang menganggu proses pengadilan, atau hakim dalam memeriksa, mengadili, memutus perkara, mengancam keamanan hakim di dalam maupun di luar persidangan, menghina hakim dan Pengadilan.
Contoh kasus PMKH dan Kelemahan dari Pengadilan Konvensional
ADVERTISEMENT
Ada tiga contoh kasus yang akan saya bahas secara singkat disini untuk menjadi gambaran bagi anda semua terkait PMKH. Pertama, kasus penganiayaan hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang dilakukan oleh pengacara. Kasus yang terjadi di tahun 2019 ini dilakukan oleh seorang pengacara yang bernama Desrizal kepada hakim Sunarso dengan melakukan aksi penyabetan ikat pinggang lantaran gugatan yang dia ajukan ditolak. Kedua, kasus sebar ular di pengadilan negeri Sumenep. Masih ingatkah pada tahun 2012 ada seorang pria bernama Amin membuka sebuah karung yang ternyata isinya adalah ratusan ular kobra? Rupanya ular kobra tersebut merupakan bagian dari tindakan Amin sebagai bentuk protes atas kasus sengketa lahan miliknya. Hihhh membayangkan ratusan ular berada di ruang pengadilan saja sudah membuat leher saya merinding, kalau saya ada disana sepertinya saya sudah siap mengambil ancang-ancang lari 1000 langkah untuk kabur dari sana ehehehe.
ADVERTISEMENT
Ketiga, the last and the most terrible pembunuhan hakim di ruang sidang, wait wait mengejutkan bukannn? Saya tau pasti anda semua menunggu kasus yang satu ini. Jadi seperti ini ceritanya, pada tahun 2005 lalu di sebuah Pengadilan Agama Sidoarjo, Jawa Timur dihebohkan dengan aksi penusukkan pada hakim. Aksi tersebut dilakukan oleh seorang pria yang bernama M.irfan dia adalah seorang Kolonel (laut), singkatnya Irfan dan istrinya bercerai nah pada saat hakim selesai membacakan putusan sidang perdata mengenai pembagian harta gono-gini yang diajukan oleh irfan sendiri, secara mendadak irfan mengambil pisau yang berada di luar sidang lalu masuk kembali ke ruang persidangan dan menusuk istrinya. Akibat serangan mendadak tersebut, seorang hakim anggota yang bernama M Taufiq mencoba melerainya naas hari buruk tidak ada di dalam kalender. Taufiq justru ikut diserang oleh Irfan dan membuat nyawa Taufiq dan istri Irfan menghembuskan nafasnya.
ADVERTISEMENT
Nah, dari kejadian itu semua anda dapat membayangkan bukan masalah-masalah yang timbul dari peradilan konvensional. Peradilan konvensional atau biasa memiliki beberapa kelemahan yang menimbulkan tantangan baik bagi hakim, pihak berperkara, maupun sistem peradilan secara keseluruhan. Salah satu kelemahannya adalah besarnya muncul peluang terjadi kekerasan dan intimidasi serta kericuhan yang terjadi di ruang sidang terhadap hakim dan aparat penegak hukum lainnya akibat dari ketidakpuasan putusan pengadilan.
Peradilan Digital Solusi Untuk Mengatasi PMKH
Berdasarkan uraian sebelumnya mengenai banyaknya peristiwa yang beredar mengenai PMKH, maka salah satu solusi yang dapat ditawarkan untuk mengatasi hal tersebut adalah peradilan digital. Peradilan digital yang saya bahas disini sebenarnya sama dengan yang dimaksud dengan persidangan di pengadilan secara elektronik yang diatur dalam Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2019 tentang Administrasi Perkara dan Persidangan Di Pengadilan Secara Elektronik, dimulai dari pendaftaran perkara hingga proses persidangan. Hanya saja yang menjadi tambahan di tulisan saya adalah penggunaan teknologi untuk membantu mencegah kemungkinan terjadinya PMKH.
ADVERTISEMENT
Nah, peradilan digital merupakan peradilan yang mampu mengurangi risiko pelecehan fisik atau verbal terhadap hakim maupun aparat penegak hukum lainnya.Selain itu, intimidasi serta tekanan massa juga dapat dikendalikan melalui pengawasan yang ketat melalui peradilan digital. Pengawasan yang dimaksud adalah pemantauan melalui teknologi dan deteksi dini kekerasan yang dapat terjadi. Hal ini dikatakan oleh teman saya, salah satu mahasiswa teknik elektro yang menyampaikan bahwa pendeteksian perilaku seseorang yang mengarah pada kekerasan dapat dengan mudah dideteksi dengan teknologi Artificial Intelligence (AI), yang mana AI tersebut menggunakan deep learning dan machine learning.
Cara kerja dari teknologi yang telah disampaikan di atas adalah dengan membaca kebiasaan seseorang, kemudian diklasifikasikan dari database yang sudah didapatkan. Sebagai contoh, ketika Anda mengantuk, maka perilaku mengantuk anda dapat dianalisis mulai dari bukaan kelopak mata, derajat posisi kemiringan kepala, yang mana data tersebut bisa diklasifikasikan atau membentuk kesimpulan tentang apa yang Anda perbuat. Tidak hanya perilaku yang berhubungan dengan fisik, melainkan perilaku verbal dan non verbal dapat terdeteksi apabila mengarah kepada perbuatan kekerasan, atau segala hal yang mengundang kericuhan.
ADVERTISEMENT
Peradilan digital juga menjadi solusi penting untuk lebih membuat waktu menjadi efisien dan terstruktur. Persidangan dalam konteks digital juga dapat direkam, sehingga mempermudah kontrol serta menyimpan bukti-bukti yang dirasa cukup jika memang terindikasi adanya tindak kekerasan. Dengan demikian, teknologi mampu dimanfaatkan dengan bijak untuk mengurangi resiko kekerasan terhadap hakim, maupun aparat hukum lainnya.