Konten dari Pengguna
Ketika Narasi "Girls Can Do It All"Justru Membelenggu Perempuan
10 Juni 2025 12:01 WIB
·
waktu baca 6 menitTulisan dari Ayyu Puspitta tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

ADVERTISEMENT
Sebuah penelitian dari King’s College menunjukkan bahwa stereotip seputar kemampuan perempuan dalam bermain catur dapat menjelaskan mengapa mereka kurang berprestasi saat bertanding melawan laki-laki. Hal ini pun diperjelas oleh penelitian lain yang diterbitkan oleh National Bureau of Economic Research, yang menemukan bahwa perempuan secara konsisten menilai kinerja mereka lebih rendah daripada laki-laki.
ADVERTISEMENT
Di dunia kerja kemampuan perempuan masih sering dikatakan jauh dari kemampuan laki-laki terbukti dengan banyak jumlah pemimpin laki-laki di dalam perusahaan jika dibandingkan pemimpin perempuan. Temuan World Economic Forum (WEF) tahun 2020 partisipasi kerja perempuan di Indonesia secara konsisten lebih rendah dibandingkan laki-laki. Representasi perempuan juga semakin menurun di jenjang karier perusahaan. Survei ILO pada 416 perusahaan di Indonesia menemukan bahwa sebanyak 61% perusahaan memiliki perempuan sebagai manajer pengawas, 70% perusahaan memiliki perempuan sebagai manajer menengah, 49% perusahaan memiliki perempuan di posisi manajer senior dan hanya 22% perusahaan yang memiliki posisi eksekutif tertinggi yang diduduki oleh perempuan dan lebih 1-10% peran eksekutif tertinggi yang dipegang oleh perempuan.
Jumlah partisipasi perempuan yang masih rendah ini pula membentuk narasi baru dengan tujuan pemberdayaan kepada perempuan agar bisa melakukan apapun untuk mencapai yang diinginkan salah satunya menjadi pemimpin dalam dunia profesional.
ADVERTISEMENT
Namun tidak itu saja perempuan kadang dipaksa” menjadi seorang ibu, anak, kakak yang tangguh dan dapat melakukan apapun sehingga mereka bisa mencapai apa yang mereka inginkan walaupun dengan berbagai peran.
“GIRLS CAN DO IT ALL” menjadi narasi yang sering disampaikan dalam masyarakat dengan tujuan memberdayakan para perempuan agar mereka bisa tangguh, multitasking dengan berbagai peran. Namun dibalik narasi yang inspiratif ini secara tidak langsung menciptakan tekanan besar bagi perempuan untuk memenuhi standar di masyarakat yang justru dipaksa untuk “sempurna.”
Makna di Balik “ Girls Can Do It All”
“Girls can do it all”, kalimat ini, sekilas terlihat positif dan memberdayakan, serta menunjukkan bahwa perempuan mampu berprestasi dan melakukan apapun di berbagai bidang dan peran yang sebelumnya di dominasi laki-laki. Dari karier cemerlang, keluarga harmonis, hingga kesehatan mental dan fisik yang prima, perempuan digambarkan sebagai individu yang “serba bisa.”
ADVERTISEMENT
Namun, masalah muncul ketika narasi ini diartikan sebagai ekspektasi bahwa perempuan harus mampu mengerjakan semuanya sekaligus. Hal ini dapat menciptakan standar yang hampir mustahil dicapai, mengarah pada fenomena yang dikenal sebagai superwoman syndrome, yaitu tekanan untuk menjadi sempurna di segala hal tanpa mengakui kebutuhan akan bantuan atau istirahat.
Tantangan yang Dihadapi Perempuan
Masyarakat memiliki standar tinggi terhadap perempuan, baik sebagai individu maupun bagian dari keluarga. Jika seorang perempuan memilih untuk fokus pada karier, ia seringkali dianggap “egois” atau kurang peduli pada keluarga.” Sebaliknya, jika ia memprioritaskan keluarga dan meninggalkan karier, ia dianggap “kurang ambisius” atau tidak memanfaatkan potensinya.”
Stigma ini membuat perempuan berada dalam posisi sulit. Apapun pilihannya, selalu ada tekanan untuk memenuhi ekspektasi yang berlawanan. Bahkan perempuan yang mencoba menjalankan keduanya tetap saja rentan terhadap kritik. Contoh sederhana komentar seperti “ Bagaimana bisa dia mengurus keluarga jika selalu sibuk bekerja?” atau, “Sayang sekali dia meninggal pekerjaannya hanya untuk di rumah.”
ADVERTISEMENT
Selain itu, stigma juga mencakup standar kecantikan dan kepribadian. Perempuan sering kali dinilai bukan hanya dari pencapaian profesionalnya, tetapi juga dari penampilan fisik, cara bicara hingga sikapnya terhadap orang lain. standar-standar ini menciptakan tekanan tambahan yang semakin menyulitkan perempuan untuk merasa cukup baik.
Ekspektasi yang membebani
Perempuan didorong untuk menjadi pemimpin di tempat kerja, tetapi di harapkan pula menjalankan peran sebagai ibu serta mengurus rumah tangga, sehingga menciptakan beban ganda bagi perempuan.
Misalnya, dalam dunia kerja, perempuan dihadapkan mampu bersaing secara setara dengan laki-laki untuk menjadi pemimpin. Dalam lingkup domestik, mereka sering kali tetap menjadi tumpukan utama dalam mengurus rumah tangga. Ketimpangan beban kerja ini tidak hanya membebani fisik, tetapi juga mental perempuan.
ADVERTISEMENT
Dalam sebuah penelitian dijelaskan bahwa perempuan pada umumnya memiliki tiga peran dalam kehidupan, yaitu peran domestik, produktif dan sosial. Peran ini memunculkan peran ganda sebagai pengatur dan pelindung rumah tangga (domestik), berperan dalam mencari nafkah (produktif) dan berperan dalam kehidupan sosial. Hal inilah memperkuat argumen girl can do it all bahwa perempuan bisa melakukan ketiga peran tersebut bahkan dalam satu waktu yang membuat perempuan terbebani dengan hal tersebut sehingga berdampak pada penurunan kemampuan perempuan, karena mereka dipaksa untuk menanggung beban yang banyak untuk bisa terlihat sempurna di masyarakat.
Pemberdayaan bukan berarti menciptakan kesempurnaan
Pemberdayaan perempuan seringkali dipandang sebagai upaya untuk mendorong perempuan agar “mampu melakukan segalanya.” Sayangnya, konsep ini kerap disalahartikan menjadi dorongan untuk menciptakan kesempurnaan, baik sebagai individu, profesional, maupun bagian dari keluarga. Padahal, inti pemberdayaan sejati bukanlah tentang menuntut kesempurnaan, melainkan memberikan kesempatan dan dukungan bagi perempuan untuk menentukan jalan mereka sendiri.
ADVERTISEMENT
Beberapa hal yang harus menjadi fokus dalam pemberdayaan :
Pemberdayaan tidak berarti perempuan harus mengambil semua peran dan tanggung jawab sekaligus. Perempuan yang memilih untuk fokus pada satu aspek kehidupan, seperti keluarga atau karier tidak berarti kurang berdaya. Sebaliknya, mereka diberdayakan ketika memiliki kebebasan untuk memilih priotianya sendiri.
Sosok “superwoman” yang bisa melakukan segalanya sering kali menjadi inspirasi, tetapi juga membebani. Penting untuk mengingatkan bahwa setiap perempuan berhak meminta bantuan, berbagi tanggung jawab dan tidak harus memikul semuanya sendirian.
Setiap perempuan memiliki perjalanan dan kapasitas untuk berbeda. Menghormati keunikan ini lebih penting daripada memaksa mereka masuk dalam standar universal. Contohnya, seorang ibu rumah tangga memiliki kontribusi yang sama berharganya dengan seorang perempuan yang menjadi CEO, keduanya memberdayakan dengan cara masing-masing.
ADVERTISEMENT
Girls Can Choose it All
Narasi “Girls can do it all” sering kali terdengar sebagai slogan pemberdayaan namun, apakah ini benar-benar memberdayakan atau justru membebani perempuan dengan tuntutan baru? Dalam realitas yang lebih inklusif dan manusiawi, konsep ini perlu diformulasikan tanpa tekanan untuk memenuhi semua ekspektasi.
Ketika perempuan diberi kebebasan untuk memilih, mereka tidak lagi merasa terpaksa “melakukan segalanya.” Sebaliknya, mereka dapat fokus pada hal yang bena-benar penting bagi mereka, tanpa tekanan untuk membuktikan diri.
“Girls can choose it all” adalah langkah menuju dunia yang lebih adil dan inklusif, karena pada akhirnya, pemberdayaan adalah tentang memberikan perempuan kendali penuh atas hidup mereka sendiri, bukan membebani mereka dengan ekspektasi dan menjadi segalanya sekaligus. Perempuan tidak hanya mampu memilih mereka juga berhak untuk melakukannya.
ADVERTISEMENT
Sumber data:
https://womenlead.magdalene.co/2021/07/29/mulai-dari-makna-pemberdayaan-hingga-eksploitasi-kompleksnya-istilah-girlboss/
https://globalgirlsglow.org/perception-of-a-woman-how-society-damages-girls-mental-health/
https://www.idx.co.id/media/20220814/ibcw002-census-on-women-in-elts-report-v14-final_ind.pdf
https://www.hrmagazine.co.uk/content/comment/the-impact-of-perceptions-and-stereotypes-on-women-s-performance/