Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Dilema Tim Samba: 5x Gagal Usai Pildun 2002, Nostalgiaku Pada Timnas di AFF 2010
16 Mei 2024 16:45 WIB
·
waktu baca 5 menitTulisan dari Ayyub Abdurrahman tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Piala dunia 2022, adalah piala dunia pertama yang dilaksanakan di wilayah Timur Tengah dan diluar jadwal seharusnya (dari pertengahan tahun menjadi akhir tahun). Mataku mulai bersinar-sinar, mengingat Selecao (julukan timnas Brazil) sudah mulai solid untuk kedalaman skuatnya. Mulai dari lini bertahan sampai bagian serangnya, ibarat skuat pada ajang serupa di tahun 1982. Sebut saja Jairzinho, Socrates dan Zico aktor utamanya, bak Boboiboy dan TAPOPS (Tracker and Protector of Power Spheres) yang siap melawan Adu Du cs. Namun sayang beribu kali sayang, mereka terhentikan oleh negara sekecil itu dengan kegigihan timnya yang dipimpin oleh sesepuh Los Blancos ini. Siapa lagi kalau bukan Modric dari trio MCK, sang penyapu bersih hattrick UCL itu. Lain halnya dengan Zico et. al. di Piala Dunia 1982, yang harus tekuk dibawah superioritas Dino Zoff dkk. Memang layak dijadikan salah satu pertandingan terbaik pada masanya.
ADVERTISEMENT
Usut punya usut, ternyata ada udang dibalik batu kenapa Brazil yang dulu bukanlah yang sekarang. Dulu disanjung, dan kini dirundung (untuk sementara waktu). Rupanya, setiap tahun ada aja sebabnya. Mulai dari yang nyeleneh, hingga mindblowing.
Pertama di Jerman, yang harus tekuk di perempat final seperti final di negara baguette dan croissant, karena lawannya adalah seorang piawai di lini tengah dengan kepala pelontosnya beserta rekan-rekan seperjuangannya. Padahal waktu itu kedalaman skuadnya seperti 3 periode piala dunia sebelumnya, bahkan lebih kuat dari itu karena ada generasi baru. Meskipun mayoritas pemainnya adalah pemenang kontes di Korsel dan Jepang, Brazil sudah berani meracik skuadnya dengan generasi baru. Contohnya Adriano dan Robinho yang mengikuti jejak Kaka yang masih muda mengikuti kompetisi 2002 namun menang atas Jerman secara dramatis. Padahal mereka tidak memasukkan pemain sekalipun senior tapi masih produktif, contohnya Ailton dari Wolfsburg.
Kedua di Afsel, yang sangat berkesan dengan Waka Waka & Jabulani nya. Khusus Jabulani, konon bola ini katanya penuh kontroversi namun dicintai para penendang diluar kotak penalti. Mulai dari Gerrard, Pirlo sampai CR7 pun rasanya senang kalau mengulangi turnamen itu. Balik ke Brazil, kali ini maestro dribble (Ronaldinho Gaucho), Neymar Jr. dan Ganso yang lagi liarnya di Santos tidak dipanggil oleh timnas pusat. Mungkin ini sebabnya karena faktor umur dan pamor liga yang diikuti, karena Eropa lebih menjanjikan dengan Amerika Selatan terlepas permainan indahnya. Dimana Liga Italia terus mengalami penurunan popularitas sejak kasus Calciopoli 2006. Kedua hal tersebut dibuktikan di partai yang sama berikutnya, dimana giliran Brazil menjadi tuan rumahnya.
Namun kopi sudah lama dingin, bahkan basi karena dipermalukan total sebanyak 2x beruntun. Sialnya, salah 1 negara yang menjadi aktor dibalik kekalahan itu adalah rivalnya di tahun 2002. ternyata setelah terciduk, 7 gol yang kebobolan itu merupakan jumlah anggota parlemen Brazil yang korup di waktu yang sama. Belum lagi rumor viral tentang Justin Bieber yang mendukung Brazil di tahun 2018 setelah gagal melihat dukungannya terhadap Spanyol di 2014, dan tentu saja kutukannya berhasil.
ADVERTISEMENT
Waktu ini, negeri Anastasia yang dipimpin oleh pak Putin yang menjadi tuan rumahnya. Lagi-lagi, Brazil dikalahkan oleh negara yang sama warna benderanya namun beda strukturnya. Maklum, pakai akun kedua. Namun maklum, tim Samba sedang regenerasi skuat melawan tim dengan puncak keemasan skuatnya. Ada Courtois, Witsel sampai Hazard dan De Bruyne yang bisa membendung pertahanan kokoh Brazil. Padahal ada Marquinhos & Thiago Silva, Alisson serta Marcelo saat itu, kendati demikian tetap saja kalah dengan skor tipis.
Masuklah ke kompetisi terkini, 2 tahun lepas. Kali ini kalah lewat faktor keberuntungan buat lawan dan sial untuk Tim Samba. Coba saja Neymar Jr. yang menjadi penembak ketiga sebelum Marquinhos, pasti berbeda alurnya. Selamat untuk Luka cs. yang menjadi juara ketiga, semoga luka ini menjadi semangat baru bagi Selecao di perhelatan berikutnya.
Sekalipun harus lolos terseok-seok, lolos kualifikasi Piala Dunia 2026 nanti. Seperti timnas, yang saat ini dipimpin oleh pelatih berkompeten yang mumpuni. Sekalipun kalah di RO16 Piala Asia dan di tempat perebutan ketiga dari turnamen U-23 yang sama. Memang masih banyak PR untuk timnas buat kedepannya, akan tetapi kita sepatutnya harus bersyukur pada akhirnya Tuhan sudah merestui perjuangan skuat Garuda saat ini jika dibandingkan yang sudah berlalu. Peringkat FIFA yang terus naik dari tingkat sebelumnya adalah bukti nyata. Semoga rekor baik ini terus berjalan dengan mulus seiring berjalannya waktu.
Sekalipun kita pernah mendapat pelatih bagus seperti Luis Milla, Indra Sjafri dan Alfred Riedl tentunya. Khusus alm. Alfred Riedl, diriku pernah mencicipi bangku stadion demi melihat pertandingannya. Timnas kala itu juga tak kalah hebat, ada BP, Markus, Oktovianus dkk. yang tidak bisa disebutkan satu-persatu. Namun beberapa tahun berikutnya baru diketahui bahwa ini tidak sepenuhnya kesalahan matchfixing dari lawan sesuai rumor yang beredar, melainkan sebaliknya. Lagi dan lagi, isu internal itu pasti ada. Oknum yang menjadi pelakunya juga tidak sepenuhnya salah, karena itulah ujian dunianya sendiri. Bisa-bisanya anak sekecil itu marah besar, kala Oktovianus kena kartu merah di stadion Bukit Jalil.
Anyway kembali ke topik awal, kenapa saya berkata bahwa Tim Samba saat ini mengalami dilema persis Timnas di tahun 2010 sampai waktu dipandu oleh Oppa Shin. Ada beberapa keywords mendasar yang (maaf) perlu digarisbawahi, sebagai penulis baru dan calon pundit (lebih tepatnya penggemar) si kulit bundar:
ADVERTISEMENT
Untuk yang pertama saya tidak dapat menjelaskan lebih lanjut, karena ada pakarnya sendiri seperti no. 2 yang diuruskan oleh pak STY. Hanya saja untuk yang terakhir saya berterima kasih kepada Tuhan YME telah mengantar beliau kesini untuk mengedukasi para pemain pilihannya soal pemakanan dan pelatihan yang tepat, sebagai salah 1 solusi untuk kata kunci yang kedua itu. Semoga didikan dan warisan beliau terus berlanjut apabila beliau sudah selesai bertugas. Kita doakan baik skuad Garuda maupun tim Samba bisa mendapatkan kuota Piala Dunia 2026 nanti.