Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.103.0
Konten dari Pengguna
Gen Z Harus Tahu: Pendidikan Bisa Ubah Nasib, Asal Kebijakannya Berpihak
6 Mei 2025 13:06 WIB
·
waktu baca 8 menitTulisan dari Azahwa Apriliana Evelin tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

ADVERTISEMENT
Perkembangan zaman yang kian cepat, menggugah dunia bergerak tanpa jeda. Sebagai generasi yang lahir di tengah pesatnya perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK), generasi muda, khususnya Generasi Z (Gen Z) dituntut untuk terus mengikuti kemajuan IPTEK demi mempersiapkan diri dalam menghadapi tantangan global di masa depan. Salah satu cara agar generasi muda dapat mengejar kemajuan IPTEK adalah melalui pendidikan. Hal ini menunjukkan bahwa pendidikan bukan sekadar formalitas, melainkan bentuk investasi bagi masa depan. Pandangan ini ditegaskan oleh Nelson Mandela, seorang revolusioner dan mantan Presiden Afrika Selatan, yang mengatakan, “Education is the most powerful weapon which you can use to change the world," yang berarti, “Pendidikan adalah senjata paling ampuh yang bisa digunakan untuk mengubah dunia.” Nelson Mandela menganggap bahwa pendidikan dapat dijadikan fondasi utama untuk mewujudkan perubahan sosial dan peningkatan kualitas hidup.
ADVERTISEMENT
Pendidikan tanpa kebijakan, bagaikan kapal tanpa nahkoda—terus melaju terbawa arus perkembangan zaman tanpa arah dan tujuan yang pasti. Kebijakan pendidikan adalah salah satu faktor yang menentukan keberhasilan penerapan sistem pendidikan di suatu negara. Dalam hal ini, generasi muda harus mengetahui bahwa pendidikan yang berkualitas dilihat dari kebijakannya yang berpihak, adil, dan menyeluruh. Kebijakan pendidikan yang mencerminkan bentuk ketidakberpihakan terhadap generasi muda dapat memberikan dampak sistemik pada kesejahteraan mereka dalam menempuh pendidikan. Oleh karena itu, diperlukan kebijakan pendidikan yang inklusif dan berkeadilan agar setiap anak bangsa memiliki kesempatan yang sama untuk tumbuh, berkembang, dan berkontribusi dalam pembangunan bangsa.
Artikel ini dibuat dengan tujuan untuk membangun kesadaran generasi muda bahwa pendidikan memiliki andil yang besar terhadap perjalanan hidup mereka. Kurangnya kesadaran akan pentingnya peran pelajar dan mahasiswa sebagai generasi penerus bangsa akan menimbulkan suatu permasalahan berkelanjutan yang dapat menghambat pembentukan, pembangunan, dan kemajuan bangsa. Artikel ini mengandung topik yang relevan dengan situasi dan kondisi sistem pendidikan di Indonesia yang perlu mendapat perhatian serius dari berbagai pihak, termasuk pemerintah, lembaga pendidikan, dan masyarakat secara luas.
ADVERTISEMENT
Pendidikan sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 1 ayat 1 UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) menyebutkan bahwa “Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.” Definisi ini menjelaskan bahwa tujuan pendidikan tidak hanya berfokus pada pencapaian akademik, tetapi juga pembentukan karakter, moral, dan etika. Pendidikan mendorong generasi muda untuk berkontribusi secara optimal dalam mewujudkan kesejahteraan sosial dan membawa bangsa menuju kemajuan.
Pendidikan dapat memengaruhi pola pikir seseorang karena pendidikan membentuk generasi yang pintar, cerdas, kritis, hingga solutif dalam pemecahan masalah. Dalam konteks nyata, masyarakat dengan tingkat pendidikan rendah lebih rentan terkena hoax karena mereka cenderung memiliki keterbatasan dalam berpikir kritis, sehingga kesulitan untuk memilah informasi secara tepat. Oleh karena itu, pendidikan berperan penting dalam membentuk pola pikir yang maju, adaptif, dan responsif. Pola pikir yang baik inilah yang akan menjadi dasar terbentuknya Sumber Daya Manusia (SDM) yang unggul secara menyeluruh.
ADVERTISEMENT
Sumber Daya Manusia (SDM) adalah kunci utama kemajuan bangsa. SDM yang unggul dan bermutu akan mendorong terciptanya kesejahteraan sosial. Salah satu cara membentuk SDM yang berkualitas adalah melalui pendidikan. Pendidikan merupakan wadah untuk menciptakan sumber daya manusia baru yang berdaya saing dan memiliki kompetensi yang relevan dengan perkembangan zaman. SDM yang berkualitas akan melahirkan generasi dengan pola pikir kritis, kreatif, dan inovatif, sebagai bekal menuju kemajuan dan perubahan sosial.
Selain itu, pendidikan juga berperan sebagai sarana pembentukan nilai-nilai karakter, moral dan etika dalam menjalani kehidupan bermayarakat, berbangsa, dan bernegara. Pendidikan yang berkualitas mendorong generasi muda untuk berkontribusi secara positif bagi masyarakat dan bangsa, guna mewujudkan kesejahteraan sosial yang berkelanjutan. Dengan demikian, pendidikan membentuk generasi agar memiliki kesiapan yang matang dalam menghadapi tantangan global, sekaligus membawa perubahan menuju masa depan yang lebih baik.
ADVERTISEMENT
Pendidikan yang berkualitas akan berdampak positif pada peningkatan kesejahteraan sosial. Sebaliknya, tingginya kesejahteraan sosial-masyarakat juga mendorong terciptanya pendidikan yang berkualitas. Salah satu aspek yang menjadi indikator kesejahteraan adalah taraf pendapatan. Hasil studi menunjukkan, semakin tinggi tingkat pendidikan, semakin besar peluang untuk mendapat pekerjaan dan pendapatan yang lebih baik, sehingga berdampak pada peningkatan kualitas hidup secara keseluruhan.
Berdasarkan data terbaru dari Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2024, terdapat dua kategori pendidikan yang menunjukkan peningkatan pengangguran tertinggi, yaitu lulusan SLTA Kejuruan (SMK) dan SLTA Umum (SMA). Di jenjang SMA, angka pengangguran meningkat sebanyak 185.578 dari 2.107.781 pada Februari menjadi 2.293.359 pada Agustus dengan Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) tahun 2024 sebesar 7,05%. Sedangkan, di jenjang SMK, angka pengangguran meningkat sebesar 218.490 dari 1.621.672 pada Februari menjadi 1.840.162 pada Agustus dengan TPT tahun 2024 sebesar 9,01%.
ADVERTISEMENT
Sebaliknya, data dari BPS juga menunjukkan penurunan angka pengangguran di berbagai jenjang pendidikan, seperti lulusan universitas mengalami penurunan sebesar 29.482 dari 871.860 pada Februari menjadi 842.378 pada Agustus. Penurunan ini menunjukkan bahwa lulusan perguruan tinggi memiliki peluang lebih besar untuk mendapatkan pekerjaan dibandingkan dengan lulusan sekolah menengah. Hal ini menjadi tantangan bagi pendidikan Indonesia dalam merumuskan kebijakan pendidikan yang tepat agar seluruh anak muda dapat melanjutkan pendidikannya ke jenjang yang lebih tinggi tanpa terhalang oleh keterbatasan ekonomi, akses, dan kualitas pendidikan.
Selain itu, pendidikan juga memengaruhi tingkat taraf pendapatan seseorang, karena semakin tinggi tingkat pendidikan, semakin besar peluang untuk mendapat pekerjaan yang lebih baik dan berpenghasilan tinggi. Berdasarkan laporan dari Badan Pusat Statistik (BPS), rata-rata upah minimum di Indonesia pada Agustus 2024 tercatat sebesar Rp3,27 juta. Angka ini menunjukkan peningkatan dari rata-rata upah buruh pada Desember 2023 yang tercatat sebesar Rp3,18 juta.
ADVERTISEMENT
Hasil laporan BPS pada Agustus 2024, menunjukkan bahwa pendapatan yang diperoleh lulusan D4/S1/S2/S3 memiliki rata-rata upah hampir 2 kali lipat dari upah mereka yang hanya menyelesaikan pendidikan hingga Sekolah Dasar (SD) ke bawah. Data tersebut menunjukkan semakin tinggi jenjang pendidikan yang ditamatkan, maka pendapatan yang diterima akan semakin besar. Hal ini menegaskan bahwa pendidikan berperan penting dalam meningkatkan kualitas hidup guna membawa hidup ke arah yang lebih baik. Meski bukan satu-satunya faktor penentu kesuksesan, pendidikan dapat menjadi jembatan untuk menuju kesuksesan.
Salah satu contoh nyata bahwa pendidikan dapat mengubah nasib, ditunjukkan dari sebuah cerita menarik yang datang dari Jepang. Saat itu, Jepang berada diambang kekalahan akibat bom dari sekutu yang menghancurkan dua kota besar di Jepang, yaitu Hiroshima dan Nagasaki pada penghujung perang dunia kedua. Setelah mengetahui kedua kotanya hancur, perintah pertama yang keluar dari Kaisar Jepang, Hirohito, bukan lah untuk mencari tahu berapa tentara yang tersisa, tetapi untuk mencari tahu adakah guru yang tersisa saat itu. Kemudian, beberapa dekade setelah kekalahan Jepang, kini Jepang dikenal sebagai salah satu negara yang memiliki sistem pendidikan terbaik di dunia dan dianggap menjadi salah satu negara paling maju di dunia.
ADVERTISEMENT
Hingga saat ini, pendidikan di Indonesia belum sepenuhnya mampu menerapkan sistem pendidikan yang efektif. Salah satu penyebab utamanya adalah kebijakan pendidikan yang sering kali tidak berpihak. Kondisi ini tentunya menghambat perkembangan kualitas pendidikan di Indonesia, sehingga menurunkan daya saing sumber daya manusia di tingkat global. Tantangan ini masih memerlukan perhatian serius dari berbagai pihak, termasuk pemerintah, instansi pendidikan, dan masyarakat.
Pada Mei 2024, publik dikejutkan dengan adanya peningkatan Uang Kuliah Tunggal (UKT) yang dinilai semakin membebani mahasiswa. Menanggapi hal tersebut, Pelaksana tugas (Plt.) Sekretaris Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Kemendikbud, Tjitjik Sri Tjahjandarie, menyatakan bahwa pendidikan tinggi adalah tertiary education, sehingga bukan termasuk program wajib belajar. “Artinya tidak seluruh lulusan SLTA atau SMK wajib masuk perguruan tinggi. Ini sifatnya adalah pilihan,” ujar Tjitjik, dikutip dari YouTube Kompas TV Sukabumi, Kamis (16/5/2024). Pernyataan tersebut memicu reaksi di kalangan pelajar, mahasiswa, dan masyarakat. Sebagian besar dari mereka merasa kecewa mendengar penyataan tersebut. Sejumlah kalangan berpendapat bahwa sebagai institusi yang bertanggung jawab terhadap pendidikan nasional, Kemendikbud hendaknya merumuskan kebijakan yang berpihak, adil, dan inklusif, bukan justru terkesan lepas tangan dan menyerahkan sepenuhnya tanggung jawab pendidikan kepada individu.
ADVERTISEMENT
Hal ini didukung oleh pendapat dari pengamat pendidikan, Cecep Darmawan, yang menyebutkan bahwa “Pernyataan dari Kemendikbud bahwa pendidikan tinggi sebagai tertiary education berbahaya bagi bangsa dan negara, seakan-akan lepas tangan. Pendidikan masih ranah publik dan tidak boleh diswastanisasi atau diliberalisasi.” Pada dasarnya, negara memiliki peran konstitusional dalam merumuskan kebijakan yang dapat menjamin akses pendidikan tinggi yang merata, adil, dan terjangkau, agar seluruh generasi muda memperoleh kesempatan yang sama untuk menempuh pendidikan tanpa harus terhalang oleh faktor ekonomi maupun keterbatasan akses.
Gen Z perlu memiliki kesadaran akan pentingnya pendidikan bagi kehidupan sosial. Mereka memiliki tanggung jawab untuk terus mengawal kebijakan pendidikan, karena setiap kebijakan yang ditentukan hari ini akan berpengaruh terhadap nasib masa depan pendidikan Indonesia. Selain itu, Gen Z sebagai agent of change memegang peran sentral dalam pembangunan berkelanjutan guna mewujudkan visi Indonesia maju, adil, sejahtera, dan mampu bersaing di kancah global.
ADVERTISEMENT
Pada akhirnya, pendidikan memiliki peran penting dalam meningkatkan kualitas hidup, terbukti dari meningkatnya pendapatan dan taraf hidup individu bagi mereka yang menempuh pendidikan hingga jenjang lebih tinggi. Namun, potensi besar tersebut hanya dapat terwujud jika didukung oleh kebijakan yang adil dan berpihak pada generasi muda. Sebagai tulang punggung kemajuan bangsa, Gen Z tidak boleh hanya menjadi penonton saja, mereka perlu menyadari pentingnya peran pendidikan, sekaligus bersikap kritis terhadap kebijakan yang menentukan pemerataan akses pendidikan. Oleh karena itu, pemerintah diharapkan mampu untuk merumuskan kebijakan pendidikan yang berkeadilan guna mendukung terciptanya generasi yang kompeten dan berkualitas—mereka yang mampu membawa perubahan yang positif untuk masa depan yang lebih baik. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa pendidikan bisa menjadi jembatan menuju masa depan sejahtera, tetapi harus dengan kebijakan yang berpihak pada asa.
ADVERTISEMENT