Konten dari Pengguna

Gen Z dan Politik: Siapa yang Mengubah Siapa?

Azisan
Mahasiswa Magister Ilmu Politik Universitas Hasanuddin. Kadang berkontemplasi, seringnya tidur.
16 September 2024 10:41 WIB
·
waktu baca 6 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Azisan tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi Gen Z. Foto oleh irwan zahuri: https://www.pexels.com/id-id/foto/seorang-pria-melihat-ponsel-pintarnya-16737552/
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Gen Z. Foto oleh irwan zahuri: https://www.pexels.com/id-id/foto/seorang-pria-melihat-ponsel-pintarnya-16737552/
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Generasi Z, atau yang biasa kita sebut sebagai Gen Z, adalah kelompok masyarakat yang lahir dalam rentang tahun 1997 hingga 2012. Mereka tumbuh dalam era digital yang serba cepat, penuh dengan arus informasi, dan teknologi yang berkembang pesat. Di dunia politik, generasi ini semakin menjadi sorotan, terutama di Indonesia, mengingat besarnya jumlah mereka dalam daftar pemilih untuk Pemilu 2024. Data dari Komisi Pemilihan Umum (KPU), total daftar pemilih tetap (DPT) sebesar 204.807.222, sebanyak 46.800.161 di antaranya adalah pemilih dari generasi Z, atau sekitar 22,85 persen dari keseluruhan pemilih.
ADVERTISEMENT
Angka ini menunjukkan bahwa Gen Z adalah kekuatan besar yang berpotensi menentukan hasil pemilu dan masa depan politik Indonesia. Namun, di balik angka-angka tersebut, muncul pertanyaan yang menarik: apakah Gen Z yang akan mengubah dunia politik, ataukah politik yang akan membentuk Gen Z?
Gen Z: Generasi yang Melek Teknologi dan Informasi
Tidak bisa dipungkiri, Gen Z adalah generasi yang dibesarkan dalam dunia yang serba digital. Mereka lebih familiar dengan teknologi daripada generasi sebelumnya, menghabiskan banyak waktu di media sosial, dan terbiasa mengakses informasi secara instan. Dengan perangkat di tangan mereka, Gen Z memiliki akses tak terbatas ke berbagai sumber berita, termasuk isu-isu politik, sosial, dan ekonomi. Hal ini menjadikan mereka generasi yang sangat berpengetahuan, atau setidaknya memiliki peluang besar untuk mendapatkan informasi yang luas.
ADVERTISEMENT
Namun, masalahnya bukan pada akses informasi itu sendiri, melainkan bagaimana mereka menyaring dan memahami informasi tersebut. Dalam era di mana informasi yang salah (disinformasi) dan berita palsu (hoaks) mudah tersebar, kemampuan kritis Gen Z dalam memproses dan memverifikasi informasi menjadi sangat penting. Mereka harus lebih cerdas dalam memilah mana informasi yang benar, dan mana yang hanya propaganda atau manipulasi politik.
Dengan demikian, Gen Z memiliki peluang untuk mengubah politik dengan cara mereka yang unik, dengan memanfaatkan platform-platform seperti Instagram, Twitter, YouTube, dan TikTok untuk menyuarakan pandangan politik mereka. Media sosial bukan hanya alat komunikasi, tapi juga ruang diskusi politik yang penting bagi Gen Z.
Bagaimana Gen Z Terlibat dalam Politik?
ADVERTISEMENT
Meski sering dianggap sebagai generasi yang apatis terhadap politik, kenyataannya Gen Z menunjukkan pola keterlibatan yang berbeda. Mereka mungkin tidak terlalu tertarik dengan politik formal, seperti partai politik atau pemilu, tetapi mereka aktif dalam isu-isu sosial yang memiliki dampak langsung pada kehidupan mereka. Isu-isu seperti lingkungan, kesetaraan gender, hak-hak minoritas, dan keadilan sosial menjadi topik yang kerap mereka perjuangkan.
Contoh paling nyata dari keterlibatan politik Gen Z dapat dilihat dari gerakan-gerakan global seperti “Fridays for Future” yang dipimpin oleh Greta Thunberg. Di Indonesia, kita juga bisa melihat bagaimana aksi protes terhadap Undang-Undang Cipta Kerja yang banyak melibatkan anak muda, terutama Gen Z. Tidak hanya itu, Gen Z juga peduli dengan isu-isu lingkungan, dengan membentuk kelompok penggerak peduli lingkungan yang mereka sebut sebagai "Pandawara Group". Mereka lebih memilih untuk terlibat dalam gerakan sosial atau advokasi, daripada terlibat dalam sistem politik yang mereka anggap lamban dan tidak responsif.
ADVERTISEMENT
Hal ini menimbulkan tantangan tersendiri bagi partai politik di Indonesia. Jika mereka ingin merebut hati pemilih Gen Z, mereka harus menyesuaikan cara komunikasi dan pendekatan mereka. Kampanye politik tradisional mungkin tidak lagi relevan. Sebaliknya, politisi perlu menggunakan pendekatan yang lebih personal dan otentik di media sosial untuk menjangkau generasi ini.
Pengaruh Media Sosial terhadap Pandangan Politik Gen Z
Media sosial tidak hanya menjadi alat bagi Gen Z untuk mengakses informasi, tetapi juga menjadi ruang di mana mereka membentuk pandangan politik mereka. Algoritma platform media sosial sering kali menciptakan "bubble filter", di mana pengguna hanya disajikan konten yang sesuai dengan minat dan keyakinan mereka. Ini bisa berdampak pada cara Gen Z memahami politik, karena mereka cenderung terpapar pada informasi yang memperkuat pandangan mereka, bukan yang menantang atau memperluas wawasan mereka.
ADVERTISEMENT
Di satu sisi, media sosial memungkinkan Gen Z untuk terlibat dalam diskusi politik secara lebih langsung dan demokratis. Setiap orang memiliki kesempatan yang sama untuk menyuarakan pendapatnya. Di sisi lain, ada bahaya bahwa Gen Z menjadi terlalu terpaku pada wacana tertentu tanpa memahami kompleksitas isu-isu politik yang sebenarnya.
Namun, meskipun media sosial memberikan panggung bagi diskusi politik, penting untuk diingat bahwa tidak semua diskusi tersebut berujung pada tindakan nyata. Ada fenomena yang disebut dengan "slacktivism", di mana orang merasa sudah berkontribusi terhadap perubahan hanya dengan menyukai atau membagikan sebuah postingan, tanpa benar-benar melakukan tindakan lebih lanjut.
Politik yang Mencoba Menyentuh Gen Z
Sebaliknya, politik juga mulai beradaptasi dengan kehadiran Gen Z. Para politisi dan partai politik semakin sadar bahwa jika mereka ingin relevan, mereka harus memasuki dunia digital. Kampanye pemilu tidak lagi hanya diadakan di lapangan atau balai pertemuan, tetapi juga di media sosial.
ADVERTISEMENT
Para politisi, baik di tingkat nasional maupun lokal, berlomba-lomba membangun citra mereka di platform digital. Beberapa dari mereka bahkan menggunakan meme, video pendek, dan format konten yang viral untuk menarik perhatian pemilih muda. Strategi ini terlihat berhasil dalam beberapa kasus, namun tantangan utamanya adalah menjaga otentisitas. Gen Z dikenal sebagai generasi yang bisa dengan mudah mendeteksi manipulasi atau kepalsuan, sehingga politisi yang terlalu mencoba "keren" di media sosial bisa berakhir kehilangan kepercayaan.
Siapa yang Mengubah Siapa?
Pada akhirnya, pertanyaan "siapa yang mengubah siapa?" tetap menarik untuk dibahas. Gen Z jelas memiliki potensi besar untuk mengubah lanskap politik Indonesia, terutama melalui cara mereka memanfaatkan teknologi dan media sosial. Mereka menuntut transparansi, keadilan, dan responsivitas dari para pemimpin mereka. Namun, di sisi lain, politik juga berusaha menyesuaikan diri dengan generasi ini.
ADVERTISEMENT
Mungkin jawabannya adalah bahwa perubahan terjadi secara timbal balik. Gen Z mengubah cara kampanye politik dilakukan, tetapi mereka juga dibentuk oleh dinamika politik yang ada. Bagaimana politik Indonesia merespons aspirasi dan tuntutan mereka akan menentukan arah perubahan ini. Yang pasti, masa depan politik Indonesia tidak bisa lagi lepas dari pengaruh Gen Z, generasi yang terus mencari tempatnya dalam sistem yang kerap kali dirasakan tidak memadai.
Di Pilkada November 2024 nanti, suara Gen Z bisa menjadi penentu arah kepemimpinan di berbagai daerah. Dengan 22,85 persen dari total pemilih, Gen Z memiliki kekuatan yang signifikan untuk memengaruhi hasil pilkada. Mereka bukan hanya sekadar angka statistik, tetapi agen perubahan yang potensial di tingkat lokal. Pertanyaannya sekarang adalah, apakah mereka akan memilih untuk menggunakan kekuatan itu dalam memilih pemimpin daerah yang sesuai dengan aspirasi mereka? Dan jika ya, seperti apa bentuk perubahan yang akan mereka bawa ke dalam dinamika politik lokal Indonesia?
ADVERTISEMENT