Konten dari Pengguna

CEMS (Continuous Emission Monitoring System), Solusi Emisi PLTU Batu Bara

Azis Saputra
Renewable Energy Engineer
3 Maret 2022 8:38 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Azis Saputra tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Coal Power Plant (Sumber: Pixabay.com/catazul)
zoom-in-whitePerbesar
Coal Power Plant (Sumber: Pixabay.com/catazul)
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Pada pembahasan sebelumnya dalam artikel “Nasib Batu Bara dalam Transisi Energi G20,” kita telah sepakat bahwa tidak bisa membiarkan begitu saja emisi yang dikeluarkan oleh PLTU Batubara. Kita harus bertanggung jawab akan hal itu. Karena sampai saat ini PLTU Batubara masih memberikan kontribusi yang besar terhadap emisi yang ada.
ADVERTISEMENT
Salah satu langkah untuk mengontrol emisi yang ada adalah dengan melakukan pemantauan yang berkelanjutan. Istilah ini biasa dikenal dengan CEMS (Continuous Emission Monitoring System). Karena dengan melakukan pemantauan, kita akan lebih mudah mengidentifikasi jenis emisi yang ada dan dapat menentukan cara penanganannya.
Namun pasti kita semua masih bertanya-tanya apakah sebenarnya yang dimaksud dengan CEMS (Continuous Emission Monitoring System)? Bagaimana cara kerjanya? Atau bagaimana teknologi CEMS yang sudah ada di Indonesia?
CEMS adalah alat yang digunakan untuk sistem monitoring emisi. Terdiri dari perangkat keras seperti sensor dan software yang digunakan untuk menampilkan data yang ditangkap oleh sensor. Beberapa sensor ini ada yang menggunakan perangkat Arduino-Uno untuk mentransfer data ke LCD display.
ADVERTISEMENT
Untuk skala industri, secara sederhana sistem kerja CEMS dapat dibagi menjadi tiga tahapan. Pertama sensor atau gas analyser akan diletakkan pada ujung cerobong industri. Kedua data emisi yang ditangkap oleh sensor akan dihitung dan diekstrak oleh sistem. Dan terakhir data acquisition akan ditampilkan secara visual pada monitor. Tampilan inilah yang kemudian digunakan untuk melihat pergerakan emisi secara real time.
Melihat urgensi yang ada, banyak produsen CEMS berlomba-lomba dalam menciptakan teknologi yang terbaik. Melihat dari peluang yang akan terus ada. Seperti masalah emisi yang tidak pernah ada habisnya dan terus menjadi pembahasan global. Sudah banyak perjanjian yang membahas tentang pengurangan emisi. Hingga hari ini, negara-negara dunia masih mengusahakan untuk menurunkan nilai emisi.
ADVERTISEMENT
Tak terkecuali di Indonesia yang juga masih berjuang dengan masalah emisi. Berdasarkan data emisi dunia 2020, Indonesia mendapatkan predikat negara ke 9 teratas sebagai country had the worst air quality. Dari data tersebut juga dapat dilihat bahwa sektor industri menjadi salah satu sektor penyumbang terbanyak. Sektor industri tersebut di antaranya adalah industri pembangkit listrik.
Grafik CO2 emission by fuel Indonesia dari Global Carbon Projector menunjukkan bahwa penyumbang terbesar emisi ini berasal dari coal atau batubara. Dari tahun 1889 hingga 2020 terlihat pergerakan grafik yang sangat signifikan. Bahkan emisi yang dihasilkan oleh batubara ini menembus angka lebih dari 300 million t melampaui emisi dari oil and gas.
Melihat data dari dalam negeri, Kementerian ESDM juga mencatat bahwa PLTU Batubara masih menjadi penyumbang terbesar supply listrik Indonesia. Dari 73.341 MW listrik yang dihasilkan pada 2021, 47% nya berasal dari PLTU Batubara. Diikuti oleh PLTG sebesar 28%. Sementara PLT EBT lainnya baru berkontribusi sebesar 3%.
ADVERTISEMENT
Perlu digaris bawahi baik PLTU maupun PLTG yang merupakan sumber listrik Indonesia terbesar sama-sama tergolong pembangkit listrik tenaga termal dan menghasilkan emisi. Untuk menjawab permasalah ini, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan memasukkan pembangkit listrik tenaga termal ke dalam sektor industri yang wajib masuk ke dalam sistem SISPEK.
Skema Integrasi SISPEK (Sistem Informasi Pemantauan Emisi Industri Kontinyu) adalah sistem integrasi data yang dibangun oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan untuk mempermudah pemantauan emisi dari Industri yang ada di Indonesia. Terdapat 10 sektor industri yang wajib SISPEK, yaitu peleburan besi dan baja, pulp & kertas, rayon, carbon black, migas, pertambangan, pengolahan sampah secara termal, semen, pembangkit listrik tenaga termal, pupuk dan amonium nitrat.
ADVERTISEMENT
Adapun yang tergolong ke dalam pembangkit listrik tenaga termal adalah Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU), Pembangkit Listrik Tenaga Gas (PLTG), Pembangkit Listrik Tenaga Diesel (PLTD), Pembangkit Listrik Tenaga Gas dan Uap (PLTGU), dan Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP). Di antara pembangkit tersebut, PLTU adalah yang menyumbang emisi yang terbanyak. Mulai dari SO2, CO, NOx, dan CO2.
Kembali lagi ke SISPEK, walaupun peraturan tersebut telah diterbitkan, nyatanya masih banyak industri yang belum melaporkan data CEMS atau emisi yang dihasilkan. Kita dapat melihat data SISPEK ini di situs resmi milik Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Tampilan data emisi industri tersebut akan ditampilkan secara real time seperti pada gambar di bawah ini.
Sumber: Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Dari gambar tersebut dapat kita lihat masih banyak titik berwarna biru bahkan merah. Itu artinya fakta di lapangan menunjukkan bahwa masih banyak cerobong dari industri yang belum terintegrasi ke dalam sistem SISPEK. Tentu banyak faktor yang melatarbelakangi ini. Entah karena memang industri tersebut sudah memiliki sistem CEMS yang memadai tapi belum melapor. Atau bahkan benar-benar belum memiliki sistem CEMS di perusahaannya.
ADVERTISEMENT
Kita tidak pernah tahu mengenai hal tersebut. Tapi satu hal yang jelas bahwa teknologi CEMS ini masih dikuasai asing. Sebut saja Horiba asal Jepang yang banyak digunakan di Indonesia. Sedangkan di Indonesia sendiri belum ada teknologi CEMS yang berhasil komersialisasikan.
Dari sini dapat dilihat bahwa prospek CEMS di Indonesia masih sangatlah besar. Mulai dari kebutuhan pasar, hingga belum adanya produk dalam negeri. Tidak hanya itu, tampilan CEMS yang ada di pasaran saat ini masih belum memadai. Artinya UI/UX dari CEMS masih sangat bisa untuk dikembangkan lagi.
Tentu banyak putra bangsa yang memiliki keahlian dalam bidang ini. Oleh karena itu, mari kita terus berkontribusi untuk kemajuan negeri. Salah satunya salam perkembangan CEMS ini. Disisi lain, dengan mengembangkan CEMS ini kita memperlihatkan bukti tanggung jawab kita akan emisi. Tak terkecuali emisi yang dikeluarkan oleh PLTU Batubara yang angkanya masih sangat tinggi.
ADVERTISEMENT
Oleh karena itu, tidak bosan saya mengingatkan bahwa teknologi CEMS sangatlah dibutuhkan. Khususnya dalam mendukung tujuan NZE (Net Zero Emission). Paling tidak dengan pemantauan emisi dari industri termasuk PLTU Batubara kita akan mengetahui musuh apa yang kita hadapi. Setelah itu barulah kita menentukan cara terbaik untuk mengatasinya. Maju terus teknologi Indonesia.