Konten dari Pengguna

Konsumsi Listrik Indonesia Masih Rendah, Padahal Harga Paling Murah di ASEAN

Azis Saputra
Renewable Energy Engineer
22 Maret 2022 15:21 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Azis Saputra tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrais Lampu (Sumber: Pexels.com/Anete)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrais Lampu (Sumber: Pexels.com/Anete)
ADVERTISEMENT
Listrik merupakan konsumsi wajib sebuah negara. Semakin tinggi konsumsi listrik berarti ekonomi negara tersebut semakin baik pula. Baik itu konsumsi di skala industri, maupun rumah tangga.
ADVERTISEMENT
Ada hal menarik ketika kita membahas masalah ini. Mulai dari fakta bahwa konsumsi listrik di Indonesia yang masih rendah. Hingga harga listrik nasional yang tergolong murah jika dibandingkan dengan negara ASEAN lainnya.
Tetapi sebelum lebih jauh lagi membahas hal ini, mari kita lihat kondisi kelistrikan di Indonesia saat ini.
Semua rancangan kelistrikan Indonesia diatur dalam sebuah RUPTL (Rencana Usaha Penyediaan Listrik). Pada tahun 2015 sendiri, RUPTL dibentuk untuk mengantisipasi beban listrik nasional yang harus dipenuhi dari tahun 2015 hingga 2021. Hal ini dikarenakan membangun sebuah pembangkit listrik membutuhkan waktu yang lama dan membutuhkan perencanaan yang matang.
Selain itu, penetapan rancangan ini juga merupakan perwujudan dari persiapan kemajuan ekonomi nasional. Karena untuk meningkatkan ekonomi nasional, artinya kita harus meningkatkan kebutuhan listrik sebesar 1,5 kali lipat. Melihat posisi listrik itu sendiri sebagai motor penggerak dari ekonomi.
ADVERTISEMENT
Pada pelaksanaannya, pemerintah yang dalam hal ini diwakili oleh PT PLN (Perusahaan Listrik Negara) tidak bekerja sendiri. Melainkan juga melibatkan pihak swasta untuk mencukupi kebutuhan listrik nasional. Untuk itu akhirnya ditetapkan aturan IPP (Independent Power Producer) dimana PLN melakukan perjanjian dengan pihak swasta.
Namun siapa sangka pada tahun 2019 pandemi covid-19 muncul. Hal ini tentu merusak rancangan RUPTL yang sudah disusun sedemikian rupa. Kondisi pandemi ini secara instan melemahkan banyak sektor bisnis dan menyebabkan penurunan kebutuhan listrik dari angka yang telah ditetapkan.
Akhirnya pada tahun 2019 dalam RUPTL 2019 hingga 2028, pemerintah mencoba mengoreksi kebutuhan listrik nasional. Tetapi berita buruknya semua itu sudah terlambat. Karena beberapa perjanjian IPP sudah ditandatangani dan tidak bisa dibatalkan. Hal ini juga yang kemudian menjadi penyebab terjadinya kelebihan pasokan listrik atau yang dikenal dengan istilah over supply.
ADVERTISEMENT
Over supply yang dimaksud terjadi di daerah Jawa-Bali. Hal ini dapat terjadi akibat dari penambahan kapasitas yang sangat besar mencapai 12.998 MW. Disaat pertumbuhan beban yang begitu lambat. Margin sistem Jawa-Bali sendiri akan menyentuh angka 13 GW dengan komposisi PLN 3,1 GW dan IPP 9,9 GW (tidak bisa dibatalkan).
Bagaimana over supply ini bisa terjadi? Apakah listrik yang dihasilkan sulit terjual?
Jika kita melihat data dari peta pertumbuhan penjualan listrik desember 2021, terlihat bahwa sudah banyak wilayah di Indonesia yang penjualan listriknya sudah tumbuh dan berwarna hijau. Indikator warna ini menunjukkan bahwa tingkat penjualan listrik sudah di atas 5%.
Tetapi memang jika melihat dari kondisi konsumsi kWh per pelanggan per golongan di Indonesia masih tergolong rendah. Baik dari sektor rumah tangga maupun bisnis. Padahal pemerintah mengharapkan tingkat konsumsi ini akan naik sehingga mampu mendorong perekonomian nasional.
ADVERTISEMENT
Untuk mendorong konsumsi listrik di Indonesia, pemerintah sebenarnya telah memberikan banyak subsidi. Walaupun nilai konsumsi listrik kita tak kunjung meningkat.
Padahal jika dibandingkan dengan negara di ASEAN per Juli 2021, tarif listrik Indonesia merupakan salah satu yang termurah setelah Malaysia. Tarif listrik rumah tangga Indonesia berada di angka Rp1.445/kWh periode Februari 2022. Sedangkan Singapura berada di angka Rp2.888/kWh.
Jika hari ini kita mengeluhkan tagihan listrik mahal, maka sadarlah bahwa negara telah melakukan yang terbaik. Listrik yang selama ini kita bayar bukanlah harga sesungguhnya. Melainkan harga yang sudah disubsidi oleh pemerintah.
Mari kita bersama-sama memaksimalkan sumber listrik yang ada dengan meningkatkan konsumsi listrik kita. Dengan begitu kita juga secara tidak langsung berkontribusi dalam memajukan perekonomian negara.
ADVERTISEMENT
Tak hanya itu, ketika konsumsi kita meningkat, setara atau bahkan melebihi kapasitas listrik yang ada, maka kita dapat mempercepat transisi energi.
Maksudnya adalah ketika kebutuhan listrik nasional meningkat bahkan melebihi kapasitas, maka akan dibutuhkan pembangkit listrik baru untuk mencukupi kebutuhan listrik nasional. Dan jika butuhkan pembangkit baru, maka pembangkit listrik itu harus berasal dari EBT (Energi Baru dan Terbarukan) sesuai dengan target pemerintah.
Oleh karena itu, dengan meningkatkan konsumsi listrik nasional, kita sama saja mempercepat adanya transisi energi. Tingkatkan konsumsi percepat transisi.