Mengukur Peluang Bisnis PLTS dengan PESTLE Analysis

Azis Saputra
Renewable Energy Engineering and Business Development
Konten dari Pengguna
13 November 2022 14:25 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Azis Saputra tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi Bisnis (Sumber: Pexels.com/Nappy)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Bisnis (Sumber: Pexels.com/Nappy)
ADVERTISEMENT
Sektor energi terbarukan khususnya pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) telah menjadi sektor bisnis yang sangat seksi saat ini. Jauh sebelum ini pada artikel sebelumnya saya pernah sedikit membahas bagaimana peluang bisnis PLTS mengacu pada smiling curve dari material dasar hingga pemasaran.
ADVERTISEMENT
Pada kesempatan ini saya akan kembali menceritakan hal serupa namun dari kaca mata yang berbeda. Saya akan mencoba menceritakan bagaimana peluang bisnis PLTS ini jika dilihat dari PESTLE analysis.
Untuk anak bisnis mungkin sudah tidak asing dengan istilah ini. PESTLE analysis adalah salah satu alat yang digunakan dalam mata kuliah bisnis dan manajemen. Fungsinya adalah melakukan studi tentang faktor kunci yang dapat mempengaruhi sebuah organisasi termasuk bisnis dan perusahaan itu sendiri.
PESTLE ini sendiri merupakan akronim dari Politic, Economic, Social, Technology, Legal, dan Environment. Kita tidak akan membahas satu per satu makna dari setiap poin karena sudah banyak referensi yang menjelaskan hal tersebut. Yang kita akan lakukan adalah menganalisa poin tersebut dengan objek bisnis panel surya atau PLTS.
ADVERTISEMENT
Politic
Indonesia menargetkan bauran energi terbarukan (EBT) 23% pada tahun 2025 dan 31% pada tahun 2050. Itu artinya secara politik peluan bisnis PLTS di Indonesia sudah sangat terbuka lebar. Pada tahun 2021, capaian energi terbarukan baru berada di angka 13,5%. Total kapasitas terpasang pembangkit listrik EBT pada tahun tersebut mencapai 11.152 MW. Dimana PLTS hanya menyumbang 26,08 MW.
Sementara itu, pemerintah melalui Green Building Council Indonesia (GBCI) juga menargetkan pada tahun 2030 seluruh bangunan baru di Indonesia adalah green building atau bangunan hijau. Kedepannya gedung-gedung di Indonesia akan mendapatkan sertifikasi bangunan hijau ini. Dan salah satu poin dengan penilaian terbesar dalam sertifikasi ini adalah pemasangan panel surya pada gedung tersebut.
ADVERTISEMENT
Economic
Pertumbuhan ekonomi Indonesia terus memperlihatkan tren positif. Konsumsi listrik per kapita di Indonesia selalu naik dari tahun 2015 hingga 2021 mencapai 123%. Pemerintah juga telah menargetkan bahwa konsumsi listrik per kapita tahun 2022 mendatang akan kembali naik dari 1.123 kWh per kapita menjadi 1.268 kWh per kapita. Ini sejalan dengan membaiknya kondisi ekonomi setelah pandemi covid-19 usai.
Social
Tidak hanya level perusahaan, masyarakat juga mulai sadar akan pentingnya penggunaan panel surya. Fantastisnya pelanggan PLTS di Indonesia meningkat drastis dari tahun 2018 hingga 2021. Peningkatan jumlah pelanggan PLTS tersebut mencapai 1000%.
Hal ini didorong dari beberapa faktor. Mulai dari penghematan tagihan listrik bulanan luar biasa yang dirasakan oleh pelanggan, yaitu mencapai 60%. Hingga kesadaran masyarakat akan perubahan iklim yang terjadi akibat penggunaan energi fosil.
ADVERTISEMENT
Banyak saat ini komunitas seperti jedaiklim yang mengkampanyekan bahaya penggunaan energi fosil hingga dampak mengerikan dari perubahan iklim. Kondisi ini membuat masyarakat terus teredukasi akan pentingnya penggunaan energi terbarukan, khususnya energi surya atau PLTS.
Technology
Salah satu hal terpenting dalam perkembangan bisnis PLTS adalah teknologi. Teknologi PLTS khususnya panel surya terus mengalami peningkatan yang signifikan dari segi efisiensi, 20% - 30% di sektor industri. Bahkan di skala lab efisiensi panel surya bisa lebih besar lagi. Hal ini akan sangat berpengaruh terhadap harga komersialisasi dari panel surya.
Meningkatnya efisiensi dari panel surya membuat harga dari PLTS secara keseluruhan mengalami penurunan. Harga listrik yang dihasilkan semakin ekonomis dan mampu bersaing dengan energi fosil dan energi terbarukan lainnya.
ADVERTISEMENT
Selain itu sistem PLTS saat ini juga telah didukung oleh sistem Internet of Things (IOT). Salah satunya adalah monitoring system yang dikembangkan oleh ATW Solar. Dengan sistem ini, pelanggan PLTS bisa melihat langsung bagaimana sistem PLTS bekerja, berapa listrik yang dihasilkan, dan berapa yang digunakan. Bahkan sistem ini mampu mendeteksi secara cepat jika terjadi masalah pada sistem.
Legal
Pemasangan PLTS pada atap rumah secara paralel dengan jaringan listrik PLN saat ini telah legal. Sistem ini kemudian disebut sebagai sistem on-grid. Ketika PLTS tidak bekerja secara maksimal atau saat lamal hari, maka kita akan mengimpor listrik dari PLN untuk kebutuhan listrik rumah. Sebaliknya jika listrik yang dihasilkan PLN berlebih, maka listrik akan diekspor ke PLN atau dalam kata lain dijual ke PLN.
ADVERTISEMENT
Legalitas yang mengatur hal ini tertuang dalam Permen ESDM No. 49 tahun 2018. Peraturan tersebut mengatur jumlah ekspor listrik PLTS sebanyak 65%. Kemudian Permen tersebut direvisi dan digantikan dengan Permen ESDM No. 26 tahun 2021. Jumlah ekspor listrik PLTS dinaikkan menjadi 100%.
Environment
Terakhir, dari sisi lingkungan tentunya bisnis PLTS tidak memiliki masalah sama sekali. Masalah terbesar dari sebuah bisnis biasanya adalah masalah lengkungan. Inovasi perusahaan selalu bertolak belakang dengan isu lingkungan. Namun PLTS malah sangat mendukung lingkungan. PLTS tidak menghasilkan emisi seperti energi fosil. Bahkan penggunaan PLTS menjadi kunci menuju Net Zero Emission (NZE).
Dari PESTLE analysis diatas kalian bisa menilai sendiri seberapa besar peluang dari bisnis PLTS ini. Dan jika melihat pada helicopter view, kita dapat menemukan peluang yang lebih luas lagi. Mulai dari penyediaan barang atau equipment trader, pemasangan PLTS atau Engineering, Procurement, and Construction (EPC), jasa manpower (sumber daya manusia untuk pemasangan panel surya), hingga pembiayaan dan investasi hijau.
ADVERTISEMENT