Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.103.0
Konten dari Pengguna
Urban Heat: Perubahan Iklim dan Pohon Beringin
29 Mei 2023 22:12 WIB
·
waktu baca 5 menitTulisan dari Aziz Umroni tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

ADVERTISEMENT
Masih ingat gelombang panas yang melanda Asia Selatan dan sebagian Asia Tenggara? Banyak yang mengaitkannya dengan krisis iklim. BMKG (25/4) mendefinisikan gelombang panas sebagai kenaikan suhu udara ekstrem, yang melebihi rata-rata suhu tahunannya. Terjadinya selama lebih dari lima hari berturut-turut dan lazimnya terjadi di belahan bumi yang agak jauh dari garis khatulistiwa. Rekor suhunya mencapai 51˚ C di Bangladesh dan 40˚C di Thailand, terutama di kawasan urban yang minim hutan kotanya. Peneliti juga sering mengaitkannya dengan kenaikan kasus kejahatan.
ADVERTISEMENT
Tetapi tahukah Anda? Ada fenomena cuaca panas yang menjadi menu harian warga perkotaan seperti Jakarta. Fenomena ini dinamakan Urban Heat Island (UHI) atau Pulau Bahang Kota. UHI adalah cuaca panas di kawasan urban yang berbeda dari suhu di pinggiran kota, yang diakibatkan perubahan iklim dan desain landsekap perkotaannya. Perbedaan temperatur ini dapat mencapai lebih dari 5˚ C di kota-kota besar seperti Shanghai dan New York [1]. Di Semarang dapat mencapai 1-2 ˚C, sedangkan di Yogyakarta pulau bahang telah merambah dan menyebar merata ke pinggiran kota [2,3].
Hutan kota menjadi obat untuk fenomena UHI ini. Li Yang dari Tongji University di Shanghai menyimulasikan kebutuhan koridor hijau akan berperan sebagai ventilasi bila luasannya lebih dari 120 x 120 m. Namun, dengan kondisi tata kota yang sudah telanjur berkembang seperti di Indonesia. Tidak semua daerah memiliki hutan kota, dan pembangunan koridor hijau tidak dapat dipenuhi, maka pemilihan jenis tumbuhan bertajuk lebar menjadi penting. Pada titik ini penulis mengajak untuk menengok kembali keberadaan tanaman Beringin (Ficus sp) yang sangat legendaris. Ia menjadi ikon di banyak kota, penanda atau landmark di banyak alun-alun, sekaligus kesan mistis yang menempel padanya.
ADVERTISEMENT
Dalam tradisi Hindu, Beringin Banyan (F. benghalensis), dipercayai sebagai transformasi dari Batara Brahma. Sedangkan dalam tradisi Budha, Pohon Bodi (F. religiosa) adalah tempat Pangeran Sidharta bertapa dan mendapatkan pencerahan [4]. Di sebagian masyarakat Dayak dan Papua, keberadaan beringin dikaitkan dengan tempat bersemayamnya roh halus dan pamali untuk ditebang [4]. Mistis Bukan? Namun dibalik itu, banyak hal yang belum banyak diketahui dari pohon ini, tentunya bukan yang spot favorit untuk melakukan ritual klenik.
Berdasarkan hasil penelitian, beringin memiliki kemampuan menyerap karbondioksida (CO2) satu setengah kali lebih banyak daripada Flamboyan (Delonix regia). Beringin menyerap carbon 364 kg/pohon, sementara Flamboyan 246 kg/pohon [5]. Hal ini tentunya sangat penting untuk melawan fenomena UHI di kawasan perkotaan.
ADVERTISEMENT
Beringin juga surga bagi serangga dan burung. Tawon Beringin (Blastophaga quadraticeps) merupakan penyerbuk alami sekaligus pengguna untuk sarang. Tidak kurang 29 jenis burung berasosiasi dengan beringin [6]. Tidak hanya memakan buahnya saja seperti Punai Gading (Treron vernans). Ada juga yang memakan serangga di pohon ini, seperti Cipoh Kacat (Aegithina tiphia). Sementara Kutilang (Pycnonotus aurigaster) menggunakannya sebagai tempat bermain sekaligus mencari makan. Bahkan benalunya diambil sarinya oleh Burung Madu Sriganti (Nectarinia jugularis) [7].
Banyak kota modern di dunia yang memanfaatkan beringin sebagai peneduh dan penyedia makanan burung. Di Perth, Australia misalnya, bila melintas pada puncak musim berbuah, besar kemungkinan kita akan merasakan ‘hujan’ biji. Biji-bijian beringin ini disambar oleh burung paruh bengkok seperti kakaktua Jambul Kuning dan Kakatua Hitam. Burung-burung ini bertengger di dahan yang rendah bahkan di tanah yang dekat dengan pejalan kaki. Nampak sekali tidak ada trauma dengan keberadaan manusia. Kita seperti mengunjungi aviarinya Pak Irfan Hakim, di kawasan urban, tanpa kerangkeng.
ADVERTISEMENT
Study fitokimia tentang kandungan bahan aktif beringin (F. Benjamina) menunjukkan aktivitas yang baik untuk anti inflamasi. F. benjamina sangat baik untuk mengurangi demam tinggi, radang amandel (tonsilitis), nyeri rematik sendi, luka memar, malaria, radang usus akut (acute enteritis).
Organ yang biasa dimanfaatkan untuk obat berasal dari daun, akar, kulit batang dan sulur [4].
Lantas apakah sulit untuk membudidayakan beringin? Sangat mudah! Beringin dapat dibudidayakan secara generatif melalui biji di dalam buahnya. Buah beringin yang seukuran kacang tanah berisi ratusan butir biji kecil seukuran pasir. Dari biji halus tersebut tumbuh ratusan pohon beringin yang bisa mencapai umur ratusan tahun.
Di sisi lain, kebutuhan akan ruang terbuka hijau (RTH) dengan pohon yang sesuai, sangatlah penting. Ada fungsi estetik, penyerap karbon, dan keamanan yang diutamakan. Penelitian membuktikan bahwa setiap 1 hektar RTH dengan pepohonan yang rimbun seperti beringin, menghasilkan rata-rata 7,2 ton Oksigen per tahun, bergantung spesies dan kondisi lingkungan [8]. Hutan kota seluas itu juga mampu menyerap 2,5–3,5 ton CO2/tahun atau rata-rata 25 kg per pohon/tahun [9].
ADVERTISEMENT
Sehingga untuk menetralisir emisi mobil (emisi rata-rata 4,5 ton/tahun), memerlukan sekitar 180 pohon besar seperti beringin (referensi lain sampai 700 pohon), atau setengah hektare hutan kota. Sepertinya menarik apabila target net zero emisision tahun 2030 diturunkan kepada tiap-tiap individu. Misalnya dengan mensyaratkan kompensasi carbon untuk kepemilikan kendaraan kedua dan seterusnya, atau dengan menunjukkan kepemilikan lahan seluas setengah hektare yang ditanami pepohonan.
Ada fungsi lain dari vegetasi di kawasan urban untuk menurunkan angka kriminalitas. Adalah Professor Kuo dan Sullivan dari Illinois University mengajukan alternatif dari teori tradisional tentang pepohonan yang disukai pelaku kriminal [10]. Berdasarkan catatan kepolisian urban di Chicago menunjukkan adanya korelasi positif antara vegetasi yang rimbun dengan penurunan angka kriminalitas, tentunya dengan satu kondisi bahwa visibilitas tetap terjaga.
ADVERTISEMENT
Premisnya adalah keberadaan vegetasi akan meningkatkan pengawasan secara non-formal dan menurunkan tingkat stress. Hal ini relevan karena masyarakat akan senang bercengkerama di bawah kanopi pepohonan, sehingga banyak yang akan melihat apabila terjadi kriminalitas. Hal ini akan membuat pelaku kriminal pikir-pikir untuk menjalankan aksinya.
Pelaku kriminal sering dikaitkan juga dengan tingkat depresi, sedangkan vegetasi berperan dalam menurunkan tingkat stress. Hal ini seperti orang yang sakit gigi bertemu dengan obat alaminya, sehingga pelaku seolah lupa niat awalnya. Menarik untuk di ujicobakan di Indonesia, namun bila vegetasinya tidak terjaga dengan baik, alih-alih menurunkan tingkat kriminalitas, yang terjadi malah sebaliknya.