Konten dari Pengguna

Mencari Keadilan: Mendukung Korban dan Mengakhiri Budaya Menyalahkan Korban

Azizah Salsabila
Mahasiswa Fakultas Ilmu Komunikasi & Himpunan Mahasiswa Ilmu Komunikasi Universitas Pamulang
21 April 2025 9:30 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Azizah Salsabila tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Sumber: Unsplash.com (@Michelleding)
zoom-in-whitePerbesar
Sumber: Unsplash.com (@Michelleding)
ADVERTISEMENT
Kekerasan seksual adalah sebuah tindakan kriminal yang sangat mengerikan dan meninggalkan bekas yang dalam. Sayangnya, hal ini sering kali terbayang oleh kenyataan yang lebih menyakitkan: budaya menyalahkan korban. Alih-alih menyoroti pelaku serta tindak kejahatannya, masyarakat cenderung mengalihkan perhatian dan bahkan menyalahkan korban atas apa yang telah terjadi. Dalam tulisan ini, kita akan menggali inti permasalahan ini, menunjukkan bagaimana narasi yang keliru ini menghalangi keadilan dan proses pemulihan, serta menekankan betapa pentingnya memberikan empati dan dukungan yang layak bagi para penyintas.
ADVERTISEMENT

Jerat Mitos dan Stereotip: Mengapa Korban Menjadi Target?

Mengapa sering kali korban kekerasan seksual menghadapi tuduhan dan kritik? Alasan di balik fenomena ini rumit dan menyedihkan:

1. Mitos Mematikan

Keyakinan yang salah, seperti anggapan bahwa pakaian korban dapat "memprovokasi" kekerasan atau bahwa korban "mengada-ada" untuk mendapatkan perhatian, masih tertanam dalam pikiran banyak orang. Mitos-mitos ini bukan hanya tidak benar, tetapi juga sangat berbahaya, karena menutupi kenyataan bahwa kekerasan seksual merupakan tindakan kriminal yang dilakukan oleh pelaku, bukan hasil dari tindakan korban.

2. Dominasi dan Kontrol

Struktur sosial yang tidak seimbang seringkali menempatkan perempuan dalam posisi yang rentan dan memberikan pelaku, biasanya laki-laki, kekuasaan yang tidak proporsional. Korban sering disalahkan karena dianggap "tidak cukup kuat" untuk melawan atau "tidak cukup berhati-hati" untuk menghindari kekerasan. Ini merupakan bentuk penyalahgunaan kekuasaan yang terselubung.
ADVERTISEMENT

3. Ketakutan dan Stigma yang Menghimpit

Bayangan stigma sosial yang kuat sering kali membuat korban memilih untuk diam. Mereka khawatir tidak akan dipercaya, dihakimi, bahkan dijauhi oleh keluarga dan teman-teman. Rasa takut ini menciptakan siklus berbahaya yang mendukung pelaku dan menghalangi tercapainya keadilan.

4. Kekurangan Pemahaman yang Berbahaya

Kurangnya pemahaman yang baik mengenai trauma dan dampak psikologis dari kekerasan seksual, baik di kalangan masyarakat umum maupun pihak penegak hukum, membuat korban sering kali mendapatkan interogasi yang tidak sensitif dan diragukan kredibilitasnya. Ini menambah penderitaan mereka dan memperlambat proses hukum.

Luka yang Berkelanjutan: Dampak Menyalahkan Korban

Menyalahkan pihak yang dirugikan tidak hanya merupakan sikap yang kurang peka; ini juga merupakan pelanggaran kedua yang memperburuk penderitaan mereka:

1. Jerat Keheningan

Karena ketakutan akan disalahkan, sejumlah korban memilih untuk tidak melaporkan kasus mereka, sehingga pelaku dapat terus melakukan tindakan tanpa rasa takut akan hukuman.
ADVERTISEMENT

2. Trauma yang Tak Pernah Reda

Menyalahkan korban semakin memperparah pengalaman traumatis mereka, memicu rasa bersalah, malu, dan kecenderungan untuk terasing. Proses penyembuhan menjadi jauh lebih sulit dan memakan waktu.

3. Keadilan yang Terhambat

Saat korban mengalami penyalahan, jalur hukum terganggu. Pelaku dapat terhindar dari sanksi, dan pencarian keadilan bagi korban menjadi sesuatu yang nyaris tidak dapat dicapai.

Menyulut Cahaya Harapan: Perspektif Korban dan Dukungan yang Membebaskan

Untuk menghentikan siklus penyiksaan ini, diperlukan langkah-langkah berikut:

1. Mengubah Paradigma

Sangat penting untuk melaksanakan kampanye edukasi publik yang luas dan berkelanjutan guna mengatasi mitos serta stereotip yang salah mengenai kekerasan seksual. Masyarakat perlu mengubah paradigma mereka, dari menyalahkan pihak yang menjadi korban ke arah dukungan dan perlindungan bagi mereka.

2. Dukungan yang Menyeluruh

Para korban memerlukan akses terhadap layanan dukungan yang menyeluruh, yang mencakup konseling psikologis, bantuan hukum, serta perawatan medis yang peka dan terintegrasi.
ADVERTISEMENT

3. Ruang yang Aman dan Penuh Empati

Kita mesti menciptakan ruang yang aman dan penuh empati, di mana para korban bisa berbicara tanpa rasa takut. Mendengarkan dan mempercayai mereka adalah langkah awal yang sangat penting.

4. Penegak Hukum yang Berpengalaman

Personel penegak hukum harus mendapatkan pelatihan khusus untuk menangani kasus kekerasan seksual dengan penuh sensitivitas dan profesionalisme, tanpa menambah beban trauma pada korban.