Konten dari Pengguna

Angin Sebagai Sistem Navigasi Tradisional

Azkiyah Nisrina
Mahasiswa Pendidikan Sejarah Universitas Jember
7 Oktober 2022 12:14 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Azkiyah Nisrina tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
https://www.shutterstock.com/image-vector/sailboat-ocean-seagull-background-vector-1717893598
zoom-in-whitePerbesar
https://www.shutterstock.com/image-vector/sailboat-ocean-seagull-background-vector-1717893598
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Pada abad ke-16, pelaut pribumi menggunakan angin sebagai sarana navigasi bagi pelaut pribumi. Para nelayan pribumi mengandalkan angin darat dan laut sebagai penanda untuk berlayar keluar pada pagi hari dan juga berlayar balik pada sore harinya.
ADVERTISEMENT
Nelayan pribumi sudah cukup lama mengenal perubahan angin musim dan memanfaatkannya untuk berdagang ke tempat-tempat lain. Biasanya pada bulan oktober kapal-kapal pribumi ini akan berangkat dari Maluku menuju pusat perdagangan di Makassar, Gresik, Demak, Banten sampai ke Malaka dan juga kota-kota lainnya yang berada di daerah barat sedangkan pada bulan Juni hingga bulan Agustus para pelaut mengandalkan angin laut dari laut Cina Selatan yang bertiup ke arah utara untuk berlayar ke Ayuthia, Campa, Cina dan juga negara-negara yang berada di sebelah utara.
Nelayan yang mempunyai perahu besar memiliki kemampuan mendeteksi angin sebagai penunjuk jalan, bila perjalanan dilakukan pada siang hari maka letak matahari dapat digunakan sebagai penunjuk arah dan bila dilakukan di malam hari letak bintang yang digunakan.
ADVERTISEMENT
Kemampuan membaca arus angin ini digunakan sebagai pedoman untuk melakukan pelayaran antar pulau dan juga antarnegara. Sistem angin Indonesia yang berubah-ubah secara tidak langsung telah mempengaruhi tradisi pelayaran di nusantara sehingga wilayah laut Jawa dikenal sebagai arus angin musiman.
Menurut jurnal pelayaran kapal Eropa yang berlayar pada abad ke-16 dan 17 disebutkan bahwa mualim Indonesia memiliki kecakapan dan kemahiran dalam mengandalkan navigasi angin dan juga menentukan waktu yang diperlukan untuk menempuh suatu trayek tertentu. Sehingga perjalanan menjadi lebih singkat dan efisien.
Pengenalan pelaut pribumi terhadap peta untuk berlayar telah dicatat oleh orang Portugis pada awal abad ke-16, dapat diketahui bahwa mereka berusaha keras untuk memperoleh peta-peta ini. Albuquerque pernah mengirim sebuah peta yang bertuliskan huruf jawa kepada rajanya tetapi kapalnya tenggelam sehingga dengan demikian tidak lagi memiliki bukti tentang pengetahuan pelayaran Jawa pada masa itu termasuk seberapa jauh mereka berlayar.
ADVERTISEMENT
Meskipun pelaut pribumi menggunakan angin sebagai sistem navigasinya, bukan berarti tidak mengenal alat navigasi lainnya seperti kompas, peta dan astrolabe. Pelaut pribumi sudah mengenal alat navigasi sejak abad ke-14 setelah pelaut dari Cina, Persia, Arab datang ke Indonesia.
Pelaut pribumi memang lebih menyukai cara berlayar secara tradisional yaitu dengan berpegang teguh pada pengetahuan yang diperoleh secara turun-temurun seperti menggunakan angin.
Pada masa kerajaan Sriwijaya, kemampuan pelayaran dengan sistem angin ini sudah teruji untuk menggantikan jalur sutera yang penuh bahaya. Para pelaut dari kerajaan Sriwijaya telah menggunakan perhitungan yang matang untuk melalui jalur perdagangan lain yang tidak berbahaya.
Kerajaan Sriwijaya juga memanfaatkan angin sebagai navigasi untuk mengawasi perdagangan dan koloni dari Samudra Hindia dan laut Cina Selatan.
ADVERTISEMENT
Selain mengandalkan angin, keadaan iklim dan geografis Indonesia telah memungkinkan pelaut pribumi untuk melihat pada pulau-pulau, gunung dan tanjung bila berlayar menyusuri pantai. Jika pelaut pribumi berlayar ke tengah lautan, mereka mengandalkan mata angin dan konstelasi bintang hingga munculnya nama-nama konstelasi bintang khas Indonesia seperti Bintang Mayang dan Bintang Biduk.
Kemampuan mualim pribumi dalam navigasi kapal sudah diakui oleh orang-orang Portugis yang berlayar pertama kali di perairan Indonesia. Orang-orang Portugis menggunakan mualim setempat untuk mengantarkan mereka ke tempat tujuan serta mendapatkan banyak bantuan dari pelaut pribumi hingga memiliki pengetahuan mengenai keadaan iklim dan geografi setempat dengan waktu yang relatif cepat.
Peta dan petunjuk untuk berlayar yang dimiliki oleh bangsa Portugis tidak hanya di dapatkan melalui kemampuannya dalam melakukan pelayaran melainkan berdasarkan pengetahuannya atas pengalaman pelaut setempat.
ADVERTISEMENT
Menurut saya, sistem navigasi angin di Indonesia ini sudah sangat maju sehingga pelaut pribumi sudah terkenal dengan keahlian dan kecakapannya dalam membawa kapal dengan waktu yang singkat serta melewati jalur yang sulit.
Seluruh informasi ini menandakan bahwa sistem navigasi pelaut Indonesia sudah berada di tahap yang lebih maju sehingga kemampuan pelaut pribumi tidak dapat dianggap remeh.