Konten dari Pengguna

Sejarah Kearifan Lokal Topi Bambu Tangerang

Azkiyah Nisrina
Mahasiswa Pendidikan Sejarah Universitas Jember
8 April 2022 22:18 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Azkiyah Nisrina tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Foto oleh Rachel Claire dari Pexels
zoom-in-whitePerbesar
Foto oleh Rachel Claire dari Pexels
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Pada masa Kolonialisme, Kabupaten Tangerang terkenal dengan kerajinan topi bambu. Kerajinan topi bambu ini bahkan pernah menjadi salah satu gaya busana yang banyak di minati oleh masyarakat Eropa.
ADVERTISEMENT
Pada masa kependudukan Hindia Belanda, mayoritas penduduk Tangerang bermata pencaharian membuat kerajinan rumah tangga salah satunya adalah topi bambu. Topi bambu tidak hanya terkenal di dalam negeri melainkan sampai ke luar negeri. Topi bambu di pasarkan ke Eropa melalui pelabuhan Tanjung Priok dan biasanya di gunakan oleh para pekerja pelabuhan di Amerika dan Eropa.
Kerajinan topi bambu di kerjakan dari rumah ke rumah biasanya para wanita anak anak lah yang akan menganyam topi bambu ini. Topi bambu yang sudah selesai di anyam pun kemudian akan di jual ke tengkulak dan di bawa ke pabrik topi yang berada di Tangerang untuk kemudian di berikan sentuhan akhir sebelum di kirim ke luar negeri.
ADVERTISEMENT
Para pedagang Cina yang memasarkan topi bambu dalam jumlah besar di dalam negeri sedangkan para pedagang Eropa memasarkan topi bambu di pasar Eropa dan Amerika.
Foto oleh RODNAE Productions dari Pexels
Topi bambu membutuhkan waktu yang cukup lama dalam pengerjaan nya, sebuah topi membutuhkan waktu 1 sampai 2 Minggu waktu pengerjaan. Sedangkan untuk topi dengan kualitas yang lebih baik memerlukan waktu pengerjaan yang lebih lama yaitu sekitar 2 hingga 3 bulan waktu pengerjaan.
Pembuatan topi bambu berpusat di desa Balaraja, Cikupa, Tenjo Tigaraksa. Topi bambu biasanya di kerjakan oleh orang-orang dari etnis Cina, Betawi Sunda yang tinggal di daerah Tangerang.
Namun, pada tahun 1930-an produksi topi bambu mulai mengalami penurunan. Penurunan produksi topi bambu ini disebabkan oleh adanya perubahan mode pada topi Amerika juga banyak nya pesaing yang lebih unggul. Selain itu, kondisi ekonomi Hindia Belanda menjadi sebab menurun nya jumlah ekspor topi bambu.
ADVERTISEMENT
Sejak masa kependudukan Jepang di Indonesia, industri topi bambu gulung tikar dan tidak terlihat lagi keberadaan nya. Namun pada masa orde baru kerajinan topi bambu mulai dibangkitkan kembali. Topi bambu kemudian menjadi salah satu kearifan lokal dan digunakan sebagai logo kabupaten Tangerang.
Pemerintah kabupaten Tangerang menjadikan topi bambu sebagai identitas daerah. Pada saat ini komunitas topi bambu yang berperan aktif dalam melestarikan budaya kerajinan daerah khas kabupaten Tangerang.