Konten dari Pengguna

Tumpang Tindih Regulasi di Era Omnibus Law: Tantangan bagi Konstitusi

Azmi Aryanti
Mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Program Studi Hukum Tata Negara Semester 2
7 Mei 2025 17:26 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Azmi Aryanti tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Omnibus Law, yang dalam bahasa Indonesia berarti "undang-undang yang mencakup segalanya", bertujuan untuk menyederhanakan peraturan perundang-undangan yang kompleks dan saling tumpang tindih. Tujuannya adalah untuk menciptakan kepastian hukum, meningkatkan iklim investasi, dan mempercepat proses perizinan. 
Foto oleh Czapp Árpád dari Pexels: https://www.pexels.com/id-id/foto/kota-langit-seni-kesenian-15434151/
zoom-in-whitePerbesar
Foto oleh Czapp Árpád dari Pexels: https://www.pexels.com/id-id/foto/kota-langit-seni-kesenian-15434151/
Indonesia sebagai negara hukum, telah menempatkan hukum sebagai supremasi. Pembangunan di bidang hukum merupakan hal yang sangat menentukan bagi terwujudnya cita-cita bangsa, terutama dalammemajukan kesejahteraan umum. Terdapat 2 (dua) landasan pokok yang harus menjadi pilar dalam pelaksanaan pembangunan hukum nasional, yaitu:
ADVERTISEMENT
1. Landasan Idiil, merupakan Norma dasar kehidupan berbangsa dan bernegara, yaitu hukum yang berwatak pancasila.
2. Landasan Operasional, yaitu:
a) Hukum yang adil dan mensejahterakan.
b) Hukum yang memperkuat demokrasi.
c) Hukum yang melindungi HAM.
d) Hukum yang memperkukuh NKRI.
e) Hukum yang berbhinneka tunggal ika.
f) Hukum yang melindungi bangsa dan tumpah darah Indonesia.
Landasan pokok tersebut menjadi dasar dalam pelaksanaan politik hukum nasional, karena politik hukum sangat menentukan arah kebijakan pembangunan nasional secara keseluruhan yang akan dilaksanakan dalam suatu periode tertentu. Politik hukum pada dasarnya merupakan pemikiran yang menjadi campur tangan negara melalui alat perlengkapan negara (Pemerintah, Dewan Perwakilan Rakyat, dan sebagainya). Campur tangan negara dengan alat perlengkapannya pada hukum, dalam hal: penciptaan hukum; pelaksanaan hukum dan perkembangan hukum.
ADVERTISEMENT
Dengan adanya penerapan Omnibus Law di Indonesia, maka menjadi pertanyaan apakah akan sejalan atau kompatibel dengan sistem hukum di Indonesia yang menganut Civil Law System dalam pembentukan peraturan perundang-undangan di Indonesia, mengingat gagasan Omnibus Law ini lebih dikenal penerapannya di negara yang menganut Common Law System. Jika Omnibus Law dipahami sebagai jenis peraturan perundang-undangan sama halnya dengan istilah Undang-Undang Payung, dimana undang-undang payung (raamwet, basiswet, moederwet) sering dimaknai dengan undang-undang yang merupakan “induk” dari undang-undang lainnya, sehingga kedudukannya lebih tinggi dari undang-undang “anaknya” dan lebih dahulu ada.21 Hal ini tidak dikenal dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan. Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan.menyebutkan mengenai jenis dan hierarki peraturan perundang-undangan di Indonesia, yaitu:
ADVERTISEMENT
1. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
2. Ketetapan Majelis Permusyawaran Rakyat.
3. Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang.
4. Peraturan Pemerintah.
5. Peraturan Presiden.
6. Peraturan Daerah Provinsi.
7. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.
Keberadaan undang-undang sebagai jenis peraturan perundang-undangan menunjukkan bahwa setiap undang-undang memiliki kedudukan yang sama di bawah Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat. Namun, dengan adanya undang-undang yang dibentuk melalui metode Omnibus Law, secara tidak langsung memposisikan undang-undang Omnibus Law berada lebih tinggi secara hierarki dibanding dengan undang-undang sektoral karena pembentukan undang-undang Omnibus Law akan menghasilkan undang-undang payung (Umbrella Act). Maka menjadi menarik apabila Omnibus Law ini dilihat dari penyusunan atau pembentukan peraturan perundang-undangan di Indonesia yang seharusnya mengacu dan berdasar pada Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan. Dalam Undang-Undang tersebut, tidak mengatur secara jelas mekanisme tata cara pencabutan, pemindahan, perubahan pasal-pasal dari sejumlah undang-undang yang termasuk dalam UU Cipta Kerja dan juga Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan tidak mengatur mengenai Omnibus Law.
ADVERTISEMENT