Tolong Selamatkan Anak Kami

Muhammad Azmi Rizal
Mahasiswa Jurnalistik Fikom Unpad
Konten dari Pengguna
27 Desember 2021 14:52 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Muhammad Azmi Rizal tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi anak menonton televisi (pixabay.com)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi anak menonton televisi (pixabay.com)
ADVERTISEMENT
Dahulu televisi merupakan sarana hiburan yang menyenangkan untuk anak. Anak-anak sangat antusias menonton tontonan anak seperti kartun-kartun yang dahulu pernah menemani masa kecil kita.
ADVERTISEMENT
Minggu pagi menjadi hari yang dinanti-nanti oleh setiap anak. Mereka dengan bahagia menonton televisi sambil melakukan kegiatan lain. Bagaimana dengan tayangan televisi sekarang?
Media memiliki manfaat untuk pendidikan, kemajuan mengungkapkan informasi yang sebelumnya tidak diketahui . Tetapi media juga memiliki pengaruh buruk yang merusak. Situasi ini mengharuskan untuk berpikir agar dapat memilih antara hal yang bermanfaat dan yang tidak.
Tayangan televisi sudah berkembang dengan pesat “katanya”. Masyarakat dapat dengan mudah mengakses berbagai tayangan tanpa ada batasan usia. Tayangan yang mengandung unsur kekerasan, permasalahan rumah tangga, pornografi, percintaan, berjoget dengan memperlihatkan kemolekan tubuh sangat mudah ditemukan dalam tayangan kita sehari-hari dan dengan mudah diakses oleh anak-anak.
Sangat tidak pantas apabila anak-anak secara terus-menerus menonton tayangan yang memberikan pengaruh negatif. Tayangan yang mengandung unsur percintaan, pornografi, perkelahian semakin hari semakin marak ditemui. Terlebih lagi tayangan yang mempertontonkan artis-artis seksi yang dikenal dengan sensasinya dibandingkan prestasinya. Setidaknya televisi dapat menampilkan tayangan-tayangan tersebut pada waktu yang tepat.
ADVERTISEMENT
Televisi saat ini memiliki saluran yang beragam, begitu juga dengan tayangan di dalamnya. Tetapi mengapa tayangan yang tidak mendidik seperti sinetron, FTV percintaan anak sekolah yang tidak mengedukasi anak-anak justru tayang pada jam-jam yang dapat diakses oleh anak-anak?
Jangan heran apabila anak-anak sekarang mengenal percintaan lebih cepat, bahkan dijuluki dengan "generasi micin" yang dapat diartikan juga generasi yang bodoh. Hal itu karena sesuai dengan tayangan yang mereka konsumsi yang tidak mengedukasi dan lebih ke arah pembodohan.
Bukan berarti kartun merupakan tayangan yang ramah anak-anak. Tidak semua kartun ramah dikonsumsi oleh anak-anak. Meskipun Namanya kartun, tetapi di dalamnya masih memuat unsur-unsur kekerasan atau perkelahian. Di sinilah peran orang tua yang perlu memperhatikan dan memantau apa yang sedang ditonton oleh anak-anaknya.
ADVERTISEMENT
Masalahnya tidak semua orang tua menyadari dampak yang akan diakibatkan oleh tayangan televisi tersebut. Orang tua yang tidak menyadari hal tersebut cenderung membiarkan anak-anaknya menonton kartun yang memiliki unsur kekerasan apalagi bila menonton film atau sinetron dewasa yang di dalamnya mengandung intrik, percintaan di sekolah, perselingkuhan, hewan jadi-jadian yang tidak dapat dicerna oleh akal pikiran dan banyak lagi.
Hal-hal tersebut bagaikan dilema di kalangan media televisi. Masyarakat selalu mendesak agar televisi menayangkan tayangan yang positif. Namun di sisi lain tayangan yang “sampah” justru ditonton dan memiliki rating yang tinggi. Seharusnya televisi lebih bijak dalam menyaring tayangan/program yang ada.
Katanya Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) memiliki tujuan untuk mencerdaskan bangsa. Tetapi tayangan disajikan justru sebaliknya dan seolah media televisi tidak mau tahu apabila penontonnya menjadi bodoh atau tidak bermoral.
ADVERTISEMENT
KPI seharusnya menyadari dengan memperlakukan tayangan untuk anak-anak, remaja, dan usia dewasa secara berbeda. Apabila KPI yang terhormat tidak bisa menjaga apa yang ada di media sosial, paling tidak fasilitasilah tayangan televisi agar menarik untuk ditonton sesuai segmen masing-masing.