Konten dari Pengguna

Apa Itu Psikologi Forensik?

Azra Aulia Rahman
Psychology Graduate
12 Maret 2021 20:51 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Azra Aulia Rahman tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Pada abad ke-20 hingga sekarang perkembangan ilmu psikologi melaju secara pesat. Salah satu cabang ilmu psikologi yang berkembang adalah Psikologi Forensik. Ilmu Psikologi yang berperan pada sistem keadilan kriminal—baik pengadilan, kepolisian, penjara, dan sebagainya, telah berkembang pesat sejak Wilhelm Wundt mendirikan lab psikologi pertama di Leipzig, Jerman.
Dr Adrian Needs (Kiri) sedang berdiskusi ringan mengenai Psikologi Forensik pada Penulis (Kanan)
zoom-in-whitePerbesar
Dr Adrian Needs (Kiri) sedang berdiskusi ringan mengenai Psikologi Forensik pada Penulis (Kanan)
Pada 10 Maret 2021 penulis mendapatkan kesempatan yang sangat berharga untuk mewawancarai Dr Adrian Needs. Beliau merupakan Psikolog Forensik asal Inggris yang telah bekerja di penjara selama lebih kurang 14 tahun, dan sekarang mengajar jurusan Psikologi Forensik di University of Portsmouth. Kami bertemu secara virtual dan berdiskusi banyak mengenai Psikologi Forensik.
ADVERTISEMENT
Pertanyaan yang mendasari semuanya adalah “Apa itu Psikologi Forensik?” Dr Adrian Needs mengatakan bahwa Psikologi Forensik adalah cabang ilmu psikologi yang berperan pada sistem keadilan kriminal. “Psikologi Forensik berperan pada sistem keadilan kriminal. Psikolog Forensik banyak yang bekerja dengan kepolisian, bekerja di penjara, dan menjadi saksi ahli di pengadilan. Psikolog Forensik juga memberikan assesment dan mental support kepada narapidana” ujarnya.
Beliau menambahkan bahwa sering kali orang-orang mengira Psikolog Forensik hanya menangani napi saja, kenyataannya tidak demikian. Psikolog Forensik juga membantu polisi dan sipir serta mereka yang terlibat dalam sistem keadilan kriminal yang membutuhkan mental support. “Karena tidak hanya napi saja yang membutuhkan mental support, sering kali polisi dan sipir pun membutuhkannya,” kata.
ADVERTISEMENT
Penulis kemudian bertanya mengenai perbedaan antara Psikologi Forensik, Psikologi Kriminal, Psikiatri Forensik, dan Kriminologi. Dikarenakan yang dipelajari hampir sama-sama membahas sistem keadilan kriminal membuat banyak orang bingung apa yang benar-benar membedakan di antara subjek tersebut.
Dr Adrian Needs mengatakan bahwa memang mereka semua sangat berhubungan karena membahas suatu permasalahan yang kurang lebih sama, yang membedakan hanyalah fokus pembelajaran dari subjek masing-masing. “Di Inggris Psikologi Forensik dan Psikologi Kriminal itu sama, yang membedakan adalah kualifikasi orang yang mempelajarinya, Psikolog Forensik mendapatkan lisensinya setelah mempelajari Psikologi Forensik,” imbuhnya.
“Sedangkan Psikologi Kriminal, anda tidak bisa mendapatkan lisensi untuk menjadi Psikologi Forensik dengan mempelajari Psikologi Kriminal. Di Inggris kualifikasi Psikologi Forensik harus mempelajari Psikologi Forensik” Dr Adrian Needs menambahkan. Beliau juga memperjelas bahwa Psikiatri Forensik fokusnya adalah secara psikiatri, sedangkan Kriminologi fokusnya adalah kelompok.
ADVERTISEMENT
“Kriminologi berfokus kepada kelompok, karena secara keilmuan mereka berakar dari Sosiologi sehingga fokus mereka adalah kelompok,” ujarnya.
Beliau memberi masukan bahwa untuk menjadi Psikolog Forensik harus memiliki rasa ingin tahu yang tinggi, tidak takut untuk eksplorasi, berpikir secara kritis, dan resiliensi yang tinggi. “Anda harus siap dengan segala sesuatu, ketika anda memasuki dunia Psikologi Forensik banyak hal-hal yang bisa terjadi diluar dugaan. Ketika anda berharap semuanya tenang dan damai mungkin pekerjaan ini bukan untuk anda."
Berkaca dari pengalaman beliau yang memiliki pengalaman dengan pembunuh berantai, beliau menekankan Psikolog Forensik harus memiliki kekuatan mental yang tinggi serta resilien, karena sering kali yang anda hadapi benar-benar membuat kaget anda, karena hal tersebut tidak pernah terjadi sebelumnya dalam kehidupan anda.
ADVERTISEMENT
“Bagi mahasiswa yang ingin menjadi Psikologi Forensik, selain memiliki skill klinis yang baik, saran saya adalah anda harus berani bereksplorasi, berpikir kritis, dan resiliensi yang tinggi” ujarnya. Menurutnya tiga hal tersebut menjadi hal yang penting ketika mahasiswa ingin menjadi Psikolog Forensik. “Mahasiswa juga jangan takut untuk mendapatkan ilmu secara variatif karena mahasiswa harus punya rasa ingin tahu yang tinggi dan berani bereksplorasi,” imbuhnya.
Kemudian penulis bertanya mengenai terminologi “Psikopat” yang sangat terkenal berkat peran media serta penggambaran media yang memikat dan sering kali memberi definisi yang keliru. Penulis juga bertanya mengenai perbedaan psikopat dengan gangguan kepribadian antisosial karena keduanya sangat mirip.
“Di lingkup psikologi di Inggris menggunakan terminologi tersebut dan memang media sering kali keliru dalam menampilkan psikopat. Memang keduanya memiliki kemiripan, tetapi terdapat perbedaan, gangguan kepribadian antisosial merupakan sebuah gangguan, sedangkan psikopat bukan gangguan. Psikopat pun tidak semuanya membahayakan fisik orang sekitarnya,” ujarnya.
“Perlu diketahui terdapat dua jenis psikopat, yaitu primer dan sekunder. Singkatnya psikopat primer seringkali ditemui pada politisi, pengusaha, dan ceo. Kemampuan mereka untuk fokus, memakai segala cara untuk mencapai tujuan pribadi, serta kemampuan untuk memanipulasi bawahan agar bisa bekerja untuk mencapai tujuan pribadinya. Sedangkan psikopat sekunder yang seringkali menimbulkan bahaya secara fisik kepada orang sekitar,” beliau menambahkan.
ADVERTISEMENT
Pentingnya peran psikologi dalam sistem keadilan kriminal karena dapat membantu jalannya peradilan, membantu kasus di kepolisian, membantu melakukan assesment pada napi dan menjadi mental support tidak hanya untuk napi tetapi juga semua yang terlibat dalam sistem keadilan kriminal. Beliau memberi saran bagaimana kesadaran dan pengetahuan mengenai Psikologi Forensik di negara berkembang khusunya Indonesia.
Apalagi Psikologi Forensik sangat jarang diketahui eksistensinya bahkan dalam lingkup akademik di Indonesia sangat jarang untuk dibicarakan. “Saran saya adalah coba untuk mencapai penilaian publik bahwa itu dapat memberi benefit bagi publik, ketika hal itu tercapai maka Psikologi Forensik akan sangat progresif karena dasarnya telah mendapat dukungan dan dibicarakan oleh banyak orang” beliau menekankan.
Terakhir, penulis bertanya pengalaman penting apa yang mahasiswa psikologi butuhkan untuk menjadi Psikolog Forensik. Beliau menjawab bahwa pengalaman bekerja ataupun volunteer di sistem keadilan kriminal menjadi sangat penting bagi mahasiswa untuk menjadi Psikolog Forensik. Beliau menambahkan bahwa magang di instansi apa pun di sistem keadilan kriminal juga menjadi pengalaman yang sangat baik bagi mahasiswa untuk menjadi Psikolog Forensik.
ADVERTISEMENT