Memahami Identitas Setiap Generasi yang Unik dan Berbeda-beda

Azra Aulia Rahman
Mahasiswa Psikologi Universitas Al Azhar Indonesia
Konten dari Pengguna
13 Februari 2023 8:09 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Azra Aulia Rahman tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi Gen Z traveling di Eropa Foto: Dok. Booking.com
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Gen Z traveling di Eropa Foto: Dok. Booking.com
ADVERTISEMENT
"Yah kamu baru gitu doang ngeluh, di zamanku itu lebih susah! Lebih merana! dan lihat diriku, aku tetap bisa sukses dan sekarang hidup mapan". Pernah mendengar kalimat tadi? Atau menyerupai dengan kalimat tadi?
ADVERTISEMENT
Bahkan kalimat tersebut terucap oleh seseorang yang dekat dengan kamu? Tenang saya juga pernah kok malah curhat. Padahal kalo dipikir-pikir sebagai manusia yang saling bahu membahu, kita seringkali membantu sesama. Namun, tidak sedikit jika ada sesuatu yang tidak sesuai dengan nilai, kepercayaan.
Atau tradisi dari individu atau kelompok tersebut yang langsung dihakimi adalah generasinya bahkan dilakukan perbandingan dengan generasi di mana ia tumbuh di zamannya. Seakan-akan ada rasa self-entitled yang yakin, jika generasinya adalah yang terhebat dibanding generasi mana pun.
Setiap generasi telah menghadapi tantangan uniknya sendiri, dan tidak jarang individu dalam satu generasi merasa generasi mereka adalah yang paling hebat dari semua generasi. Sense of self-entitlement ini dapat berasal dari sejumlah faktor termasuk perubahan teknologi, ekonomi, dan norma sosial.
Ilustrasi nonton film dengan pacar. Foto: Shutter Stock
Dalam tulisan sederhana ini, saya akan mengupas mengapa setiap generasi akan selalu merasa seperti itu dan faktor apa saja yang menyebabkan fenomena ini.
ADVERTISEMENT
Salah satu faktor yang berkontribusi ke setiap generasi adalah pesatnya kemajuan teknologi. Setiap generasi baru tumbuh dengan seperangkat alat dan pengalaman teknologi yang berbeda, hal ini dapat membentuk pengalaman dan perspektif mereka dengan cara yang unik.
Misalnya, kebangkitan media sosial telah memberi generasi muda saat ini untuk membentuk platform baru untuk mengekspresikan diri dan berkomunikasi, tetapi juga menciptakan tantangan baru seperti cyberbullying dan tekanan untuk mempertahankan citra online yang dikuratori dengan hati-hati.
Faktor lain yang berkontribusi kepada generasi adalah perubahan bentang ekonomi. Setiap generasi menghadapi tantangan dan peluang ekonominya sendiri, dan ini dapat membentuk pengalaman dan perspektif mereka dengan cara yang berbeda.
Ilustrasi anak muda healing. Foto: interstid/Shutterstock
Misalnya, generasi Baby Boomer tumbuh pada masa kemakmuran dan pertumbuhan ekonomi, sementara Generasi Milenial menghadapi pasar kerja yang lebih menantang dan laju inflasi yang meningkat.
ADVERTISEMENT
Norma masyarakat dan ekspektasi budaya juga dapat berperan dalam membentuk self-entitlement di antara generasi. Setiap generasi tumbuh dengan ekspektasi budaya dan masyarakat yang berbeda, dan ekspektasi ini dapat membentuk pengalaman dan perspektif mereka dengan cara yang unik.
Misalnya, norma gender dan ras telah berubah secara signifikan dari waktu ke waktu, sehingga mengarah ke pengalaman dan perspektif yang berbeda di antara generasi yang berbeda.
com-Ilustrasi anak muda yang melakukan perubahan sekitar. Foto: Shutterstock
Dapat dipahami ketika setiap generasi merasakan sense of self-entitled karena mereka percaya bahwa mereka unik dan menghadapi tantangan yang unik dibandingkan dengan generasi sebelum atau sesudahnya.
Rasa ini dapat berasal dari berbagai faktor seperti perubahan teknologi, ekonomi, dan norma sosial. Penting untuk disadari bahwa setiap generasi telah menghadapi tantangannya sendiri dan self-entitlement ini tidak terbatas pada generasi tertentu saja.
ADVERTISEMENT
Dengan memperjuangkan empati dan pengertian terhadap orang lain, tanpa memandang generasi, kita dapat bekerja untuk menciptakan masyarakat yang lebih inklusif dan saling memahami.