Konten dari Pengguna

Jaminan Produk Halal di Indonesia: Regulasi dan Inklusi Sosial

Azuma Furqani Ramadanta
Graduate Student of Sharia Economic IPB University
27 Februari 2022 14:14 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Azuma Furqani Ramadanta tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Source Photo: Azuma Furqani
zoom-in-whitePerbesar
Source Photo: Azuma Furqani
ADVERTISEMENT
Pendahuluan
Tingginya permintaan produk halal di Indonesia mencerminkan kecenderungan yang semakin kuat terhadap gaya hidup. Gaya hidup halal telah diterapkan di sektor makanan, obat-obatan, kosmetik, dan barang konsumsi lainnya. Mengingat besarnya jumlah konsumen muslim di Indonesia yang mencapai 204,8 juta penduduk. Indonesia sangat berpotensi menjadi pasar konsumen halal yang besar. Pemerintah Indonesia sudah menyediakan beberapa regulasi produk dan produksi halal. Awalnya, respon tersebut masih tergolong sektoral, dan belum menyeluruh dan sistemik. Inilah sebabnya mengapa tidak ada jaminan kepastian hukum yang mengatur produk halal. Kebutuhan akan jaminan produk halal merupakan kebutuhan dan sangat mendesak, terutama dalam perlindungan konsumen dan kancah perdagangan global. Kemudian dikeluarkan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal (UUJPH) yang mengatur rantai produksi dari pelaku usaha hingga konsumen. (RFQ, 2014)
ADVERTISEMENT
Pemberlakuan UUJPH bertujuan agar konsumen mendapatkan kepastian hukum terkait produk pangan dan barang konsumsi, sedangkan untuk pelaku usaha sebagai pedoman untuk mendapatkan sertifikasi halal. Tujuan ini akan berdampak positif bagi dunia usaha mengingat produk yang bersertifikat halal akan lebih disukai dan disukai konsumen sehingga dapat meningkatkan nilai jual produk tersebut (Amin, 2010). UUJPH memberikan ruang bersama sehingga semua yang berkepentingan dengan tema dan isu halal dapat menemukan pemahaman bersama serta akses partisipasi dan peran konstruktif, berkelanjutan, dan saling melengkapi (inklusi sosial). Badan yang menjalankan UUJPH ini adalah BPJPH (Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal). Dimana lembaga yang dibentuk dengan kewenangan menyelenggarakan jaminan produk halal di Indonesia. Tujuannya untuk memberikan kenyamanan, keamanan, keselamatan, dan kepastian ketersediaan produk halal bagi masyarakat (MUI, 2015).
ADVERTISEMENT
Inklusi Sosial
Inklusi sosial memberikan langkah yang lebih praktis dan efektif menuju masyarakat yang lebih adil. Tidak hanya itu, gagasan eksklusi sosial telah diwujudkan dengan adanya kelompok yang dikucilkan secara sosial dan didefinisikan sebagai mereka yang memiliki berbagai kombinasi hambatan, terutama kemiskinan dan kesempatan pendidikan yang buruk. Singkatnya, inklusi sosial menawarkan perlindungan hak dengan komitmen substantif untuk mendistribusikan keadilan atau mencari masyarakat yang lebih adil (Habermas, 1984, 2003; Matustík, 1993). Tujuan dari inklusi sosial adalah untuk membangun kondisi dan kesempatan yang mendorong semua warga negara untuk berpartisipasi dalam masyarakat dan menghormati institusi dan potensinya. Mengapa inklusi sosial menarik? Karena dapat memberikan jawaban atas pertanyaan kapan sistem sosial bisa adil, sehingga warga dapat menuntut perlakuan yang sama persis (Habermas, 1984, 2003; Matustík, 1993).
ADVERTISEMENT
Hubungan Inklusi sosial
Inklusi sosial interkoneksi keterpaduan hubungan koordinasi antara BPJPH di bawah Kementerian Agama dan kementerian dan lembaga terkait digambarkan sebagai berikut:
1. BPJPH dengan Kementerian Perdagangan:
Penetapan kewajiban bagi pelaku usaha di Indonesia maupun dari luar negeri yang akan masuk ke Indonesia untuk melakukan sertifikasi dan labelisasi produk terkait kehalalan suatu produk.
2. BPJPH with the Ministry of Health:
Pengawasan obat dan alat kesehatan.
3. BPJPH dengan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM):
Melakukan pemeriksaan dan pengujian terhadap produk barang yang telah beredar di masyarakat, baik yang telah bersertifikat halal maupun belum. Pemeriksaan dan pengujian terkait dengan bahan-bahan yang terkandung dalam produk.
4. BPJPH dengan Kementerian Perindustrian:
ADVERTISEMENT
Memberikan pembinaan kepada pelaku usaha terkait pengadaan dari bahan baku. Proses produksinya juga harus memenuhi kehalalan standar dan kondisi produk.
5. BPJPH dengan Kementerian Keuangan:
Melakukan pembinaan, pendampingan, dan konsultasi dalam penyusunan tarif dan menyampaikan rekomendasi kepada Menteri Keuangan mengenai penetapan usulan tarif.
Sama pentingnya untuk dijabarkan dalam bentuk kerjasama antara BPJPH dan Majelis Ulama Indonesia (MUI) dalam memberikan jaminan produk halal. Hal ini dilakukan dalam rangka halal sertifikasi auditor, penetapan fatwa halal, dan akreditasi Lembaga Pemeriksa Halal (LPH). Sedangkan bentuk kerjasama antara BPJPH dengan Lembaga Pemeriksa Halal (LPH) dilakukan melalui pengujian dan pengecekan produk. Namun, di konteks penerapan sertifikasi halal, juga harus dilihat dari kementerian dan lembaga terkait. Isu penyelenggaraan jaminan produk halal tidak hanya membahas persoalan sertifikasi halal, tetapi juga terkait dengan pelaksanaan jaminan produk halal.
ADVERTISEMENT
Kesimpulan
Mengingat persoalan pengaturan kehalalan produk sudah lama diperlukan baik dalam skala domestik maupun peredaran barang global, penyusunan peraturan pelaksanaan dari UUJPH dan penetapan BPJPH sebagai penjaga kehalalan produk. Di Indonesia perlu dipercepat prosesnya agar UUJPH dapat melindungi konsumen Indonesia secara efektif. Tidak dimaksudkan untuk mengubah lembaga sosial kemasyarakatan, misalnya Nahdlatul Ulama (NU), Muhammadiyah, dan Majelis Ulama Indonesia (MUI); namun memberikan kesempatan untuk menjadi asesor halal bagi perorangan atau membentuk Lembaga Jaminan Halal. Tidak hanya itu, mereka juga dapat berpartisipasi aktif dalam proses penetapan sertifikasi halal (fatwa). Namun, bukan berarti kedepan proses sertifikasi dan pelabelan halal tidak akan mudah diterbitkan. Selain itu, proses sertifikasi yang inklusif berbasis partisipasi masyarakat juga berpotensi menghasilkan opini hukum yang bervariasi. Dalam waktu dekat juga tidak menutup kemungkinan, dengan berdirinya beberapa LPH maka kriteria normatif kehalalan suatu produk berpotensi berbeda sesuai dengan orientasi pemikiran masing-masing LPH.
ADVERTISEMENT