Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.96.0
Konten dari Pengguna
Menguak Mitos Petirtaan Jolotundo: Air Sakral dan Berkhasiat
2 Agustus 2023 15:29 WIB
·
waktu baca 4 menitTulisan dari azwar julio tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Candi Jolotundo itulah namanya, menurut pengertian bahasa 'Jala' yang berarti air dan 'Tunda' adalah tingkatan, hal ini dikarenakan bangunan ini memiliki tiga tingkatan. Secara administratif bangunan ini berada di sebelah Barat lereng Gunung Penanggungan tepatnya, di Dukuh Balekambang, Desa Seloliman, Kec Trawas, Kabupaten Mojokerto. Untuk tiket masuknya dibandrol dengan harga Rp 10.000/orang untuk dewasa, anak-anak Rp 7.500/orang, dan Rp 35.000/orang untuk wisatawan mancanegara.
ADVERTISEMENT
Sejarah tidak mencatat secara pasti kapan candi ini dibangun. Beberapa ahli banyak yang mengatakan Jolotundo di bangun oleh Raja Udayana saat berusia 14 tahun atau pada tahun 977 M. Hal ini bisa dilihat pada relief yang berada di dindingnya. Karena pada relief prasasti didinding Jolotundo sebelah selatan terbaca 899 Saka/977M, yang dianggap sebagai tahun berdirinya Jolotundo.
Awal penggalian petirtaan ini adalah pada masa pemerintahan Hindia Belanda tahun 1815 oleh salah satu ahli bernama Wardener. Ia pernah melakukan sebuah penggalian dan menemukan peripih batu ditengah-tengah kolam yang berisi abu dan potongan emas dengan tulisan yang menyebut Dewa Isana dan Agni. Pada tahun 1836, salah satu ahli yang juga menemukan arca naga dan garuda di sudut kolam induk adalah Domais.
ADVERTISEMENT
Kemudian pada tahun 1937, Stutterheim, Krom, Van Stein Callenfels menemukan dan meneliti sebuah pancuran yang berbentuk batu silinder yang dianggap sebagai puncak teras Jolotundo. Bangunan ini berbentuk persegi panjang dengan ukuran 16x13 meter, dengan kedalaman 5,2 meter. Pada bangunan ini memilki teras di tengah-tengahnya yang di atasnya terdapat pancuran. Ternyata pancuran yang berada di tengah itu memiliki simbol Gunung Mahameru yang dianggap sebagai gunung suci atau tempat bersemayamnya para dewa dalam konsepsi Hindu.
Dalam penjelasan lain pula petirtaan ini dianggap melambangkan pengadukan lautan dalam cerita 'Amrtha' (air keabadian dalam Agama Hindu). Dalam proses mendapatkan amrtha ini diceritakan dengan Gunung Mahameru yang dililit oleh Ular Batara Wasuki. Hal ini dibuktikan dengan kolam air yang menyimbolkan lautan sedangkan pancuran dan teras yang berbentuk silindris yang dililit ular melambangkan bentuk Mahameru, dan air yang keluar dari pancuran di sebut amrtha.
ADVERTISEMENT
Temuan berupa 'Jaladwara' atau pancuran naga dan garuda pada bilik pria dan wanita juga merupakan bukti tentang amrtha. Dalam kisah Hindu diceritakan naga yang bertarung melawan garuda yang membawa amrtha. Sedangkan fungsi bangunan ini para ahli memiliki perbedaan. Menurut Stutterheim, Krom, Van Stein Callenfels beranggapan bahwa Jolotundo merupakan sebuah pemakaman. Namun, pendapat itu dibantah oleh beberapa ahli, seperti Soekamono yang berpendapat sebaliknya.
Pendapat tersebut dikuatkan oleh Soekartiningsih yang juga pernah melakukan penelitian. Ia berpendapat bahwa bangunan ini merupakan monument pernyataan dan keberadaan Raja Udayana yang saat itu mengundurkan diri dan bersemedi dalam rangka menghimpun kekuatan yang akan digunakan saat kembali ke Bali.
Pada Bangunan ini pula terdapat relief Mahabharata yang tertua di nusantara, namun sayangnya sudah aus dan kurang jelas. "Di sini terdapat relief naratif Mahabharata tertua di Nusantara," ungkap Aris Munandar, seorang Arkeolog.
ADVERTISEMENT
Sebagian reruntuhan bangunan juga terdapat pada area ini yang sudah tidak bisa di kontruksi ulang, beberapa juga sudah hilang. Petirtaan ini telah di pugar pada tahun 1991/1992 sampai dengan tahun 1994, melalui Proyek Pemanfaatan Peninggalan Sejarah dan Purbakala Jawa Timur.
Hingga sekarang petirtaan ini masih digunakan oleh pengunjung yang ingin mandi atau sekadar mengambil airnya, tak hanya botolan para pengunjung juga membawa jurigen hingga galon kosong sebagai wadah air yang akan dibawa pulang. "Nanggung kalo bawa botol, sekalian bawa galon," ucap Faiz, seorang pengunjung.
Pada petirtaan ini terdapat dua bilik yang berfungsi sebagai tempat mandi atau kolam, disebelah kanan adalah bilik pria dan kiri sebagai bilik wanita. Memasuki Bulan Suro yang dianggap sakral oleh orang-orang Jawa. Pada bulan ini juga merupakan sebuah momentum bagi orang yang ingin melakukan ritual atau laku spiritual di petirtaan ini.
ADVERTISEMENT
"Puncaknya kemarin pas 1 suro, itu ramai ramainya, ada yang mensucikan diri, ada pula yang ritual, dan juga pas 1 suro itu banyak orang-orang Bali yang datang kesini untuk melakukan pensucian diri dengan air Jolotundo," ujar Ahmad, salah satu pemilihara Candi Jolotundo.
Tak hanya dari Mojokerto, pengunjung juga banyak yang dari luar Kabupaten Mojokerto. Memang, jika dilihat dari sejarah, air di sini memilki khasiat khusus, walaupun begitu benar atau tidaknya, pada esensinya air sendiri memang memiliki khasiat yang banyak tak hanya dari air Jolotundo.
"Kalau airnya saya akui memang memiliki banyak khasiat, saya kesini juga untuk melepas penat, karena tempatnya yang adem dan syahdu," kata Suji (55), pengunjung asal Pasuruan.
ADVERTISEMENT