Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.1
Konten dari Pengguna
Analisis Cerpen 'Dilarang Mencintai Bunga-bunga' Karya Kuntowijoyo
4 Mei 2024 19:52 WIB
·
waktu baca 3 menitTulisan dari Azzahra Nurazizah tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
“Jadilah perubahan yang kamu inginkan lihat di dunia.” – Mahatma Gandhi.
ADVERTISEMENT
Ada sebuah keluarga yang baru pindah ke kota karena pekerjaan ayahnya. Anaknya biasa dipanggil Buyung, ia tinggal bersama ayah dan ibunya. Ayahnya itu seseorang yang sangat tekun dalam bekerja, maka dari itu ayahnya sangat senang mendapatkan pekerjaan di kota. Mereka belum mengenal banyak tetangganya. Di samping rumah mereka ada sebuah rumah tua berpagar tembok tinggi. Kabarnya yang tinggal di rumah itu adalah seorang kakek yang hidup sendiri. Buyung sangat penasaran dengan sosok kakek tersebut. Setiap hari buyung selalu menatapi rumah sang kakek. Halaman rumah yang bersih, banyak bunga-bunga, seperti rumah Jawa pada umumnya. Saat buyung mencoba membuka pagar rumah sang kakek teman-temannya mengatakan, sang kakek itu keramat, tidak seorangpun berani dengan dia. Tapi, itu tidak meredamkan rasa ingin tahu buyung untuk mengenal lebih dekat sang kakek. Tapi, suatu hari buyung bisa mengenal kakek itu dengan dekat.
ADVERTISEMENT
Pada hari jumat buyung tidak pergi mengaji. Buyung bermain layang-layang, karena pada hari itu di daerah rumahnya lagi musim layanag-layang. Semua anak-anak dibiarkan bermain layang-layang di belakang rumahnya. Layang-layangnya terputus karena diadu oleh layang-layang anak kampung sebelah. Semua anak-anak berlari dan mengejarnya, tetapi Buyung hanya memandanginya saja sambil berdiri. Lalu, pundaknya dipegang oleh seorang kakek tua berambut putih. Kek itu tersenyu padanya: “ Jangan sedih, cucu,” katanya. Kakek itu menaik tangannya dan diletakkan setangkai bunga di tangan kananku. Tanpa sadar, ibu membawanya pulang. Dan sesampainya di rumah, ayah membentaknya dan merenggut bunga itu dari tangannya karena ia tidak suka melihat buyung membawa bunga. Karena, bagi ayahnya laki-laki tidak perlu bunga. Lalu buyung mengambil bunga yang sudah digenggam ayahnya dan dilempar, ia bawa masuk kedalam kamarnya dan diciumnya bunga itu.
ADVERTISEMENT
Suatu hari buyung kembali ke rumah kakek. Bunga-bungan sangat bagus mengapung di atas ar bening di jambangan rumahnya. Kakek mengibaratkan bunga-bunga di atas air itu melambangkan ketenteraman, ketenangan, dan keteguhan jiwa. Dan kakek menganggap bahwa keindahan dunia bukanlah dari apa yang biasa orang lakukan. Kakek menganggap bahwa mereka menipu diri sendiri dengan bekerja kerja keras di luar sana, tapi menurut sang kakek keindahan dunia adalah ketenangan jiwa dan keteguhan batin diri sendiri seseorang, bukan dalam hiruk-pikuk dunia. Sepulangnya buyung dari rumah kakek, ia berkata: “Ibu. Katakanlah, apa yang lebih baik daripada ketenangan jiwa dan keteguhan batin?”. Setelah mendengar itu dari mulut anaknya, ibunya seperti tidak percaya dan merasa sedih. Saat buyung pulang mengaji, dilihat lantai kamarnya penuh dengan air, ternyata pancinya tumpah. Lalu tayah memegang kuduk buyung, tangannya yang kasar, penuh dengan nafsu untuk menghancurkan dan membuang bunga-bunga itu. Lalu buyung ke rumah kakek sambil menangis, tapi tidak lama dari itu buyung sadar bahwa menangis adalah sebuah kesia-siaan baginya.
ADVERTISEMENT
Bagi ayahnya hidup di dunia ini hanya untuk bekerja, apaagi bagi seorang laki-laki. Laki-laki tangannya harus kotor, tidak boleh bersih. Sang ayah mewakili pandangan Max Weber bahwa kerjalah yang mendatangkan kebahagiaan di dunia ini. Kita tahu pandangan Weber inilah yang menggerakan spirit kapitalisme: kerja, kerja, kerja. Tapi, buyung merasa kegelisahan dan ketrasingan. Ayahnya dingin, kasar, dan tak berbaik hati. Buyung menemukan ketenangan di dekat kakek. Gambaran bunga, yang indah pada dirinya dan menggembirakan orang lain, menyatakan bahwa kebahagiaan itu ada pada diri kita bukan pada hal-hal di luar diri. Namun, pada akhirnya, buyung tak kuasa bebas dari kuasa sang ayah. Alam bawah sadarnya bahkan mengatakan: kerja!
ADVERTISEMENT
DAFTAR PUSTAKA
Kuntowijoyo. (2020). Cerpen Dilarang Mencintai Bunga-bunga. Penerbit: Redaksi, 19 September.