Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.1
Konten dari Pengguna
Memahami Teori Kognitif, Metakognitif, dan Konstruksivisme dengan Filosofi Cabai
2 Oktober 2024 8:00 WIB
·
waktu baca 3 menitTulisan dari Azzahra Nurazizah tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Dalam pandangan kognitif, belajar merupakan suatu kegiatan mental. Para ahli kognitif berpendapat bahwa perilaku manusia tidak dapat sepenuhnya diukur atau dijelaskan tanpa melibatkan proses mental, seperti motivasi, niat dan sebagainya. Jadi kognitif merupakan proses berkembangnya individu dari rasa keingin tahuan terhadap sesuatu yang didorong atau dibantu oleh orang sekitar. Dalam lingkungan terdekat, individu melalui teori kognitif ini dapat dibantu oleh orang tua, sedangkan dalam proses belajar dibantu oleh guru. Di bawah ini penjelasan serta contoh teori kognitif, metakognitif, dan konstruksivisme.
ADVERTISEMENT
Kognitif
Ada dua orang ibu yang memiliki anak kecil. Satu ibu mendidik menggunakan teori kognitif, dan ibu yang satunya mendidik menggunakan dasar didikannya sendiri. Ibu pertama bernama ibu Linda. Ibu Linda sedang memasak di dapur, ia baru saja membeli cabai yang ia taruh wadah di lantai. Anaknya menghampiri cabai itu, lalu ibu Linda membiarkan anaknya untuk menyentuh cabai itu. Anaknya pun mengambil satu cabai, ia berkata "ini apa mah? warnanya bagus", lalu ibu Linda menjawab "itu cabai nak, iya warnanya itu merah". Anaknya pun mengambil satu buah cabai setelah itu iya potong menjadi belah dua. Lalu dengan tidak sengaja ia mengusap bibirnya dengan tangan dan menjilat bibirnya. Setelah itu ia menangis sangat kencang karena merasa pedas dan perih. Bu linda langsung membersihkan tangan anaknya serta wajah anaknya ke kamar mandi. Lalu ia berkata pada anaknya, " itu namanya cabai nak. Cabai itu warnanya merah. Rasanya pedas dan jika habis memegang cabai lalu mengusap wajah, itu akan terasa panas dan perih". Lalu anaknya mennjawab sambil ada sedikit isakan tangis, "Baik mah, kalau begitu aku tidak akan menyentuh cabai lagi, rasanya pedas dan wajahku panas".
ADVERTISEMENT
Dalam cerita di atas itu merupakan terapan teori kognitif dalam mendidik anak. Awalnya seorang anak ingin tahu apa yang dilihatnya, dan ibunya membiarkan anaknya menyentuh dan merasakan bagaimana itu cabai. Setelah melalui proses itu, anaknya menjadi tahu bahwa itu namanya cabai, rasanya pedas, dan jika terkena kulit akan panas. Dengan begitu, seorang anak menjadi tahu tentang cabai.
Ibu yang kedua bernama ibu Susi. Berbeda dengan ibu Linda. Saat ibu Susi sedang masak di dapur, anaknya menghampirinya dan melihat ada cabai yang ditaruh di lantai. Anaknya berjalan ingin menghampiri cabai itu. Namun, ibu Susi yang sadar bahwa anaknya mendekati cabai, ia langsung berteriak, "Jangan nak, tidak boleh disentuh. Ini cabai, jangan kamu ambil". Lalu dengan begitu, anaknya langsung menjauh dari cabai itu. Sehingga sang anak, tidak dapat mengetahui, faham, dan menganalisa, bagaimana rasanya cabai, apa itu cabai.
ADVERTISEMENT
Nah, proses didikan ibu Linda lah yang disebut teori kognitif. Jadi, kognitif ialah upaya mentransfer ilmu yang membutuhkan adanya proses, sehingga individu dapat menganalisi. Dan ranahnya kognitif ini mengarah kepada Taksnomi Bloom yaitu, karena adanya proses berpikir.
Metakognitif
Dari ceita ibu Linda di atas. Setelah anak itu diberi pemahaman dan ia menganalisis apa itu cabai, anak itu pun jadi tahu bahwa cabai itu rasanya pedas, jadi anak itu pun tidak lagi ingin mendekati cabai dan memegang cabai, karena ia sudah tahu rasanya. Jadi, metakognitif ini adalah proses terbentuknya individu. Setelah melewati teori kognitif, individu dapat mengarahkan dirinya terhadap hal-hal baik yang sudah ia dapatkan melalui proses kognotitif. Individu juga dapat merancang dirinya terhadap kehidupannya. Biasa disebut dengan Problem Solving.
ADVERTISEMENT
Konstruksivisme
Sebenarnya dalam proses teori kognitif dan metakognitif itu sudah cukup. Tetapi, teori konstruksivisme ini dapat menguatkan kembali dari dua teori sebelumnya. Konstruksivisme ini membutuhkan analasis planing individu dalam proses perkembangannya. Teori ini dapat dilakukan dengan individu ataupun kelompok. Jadi, dalam teori ini seseorang terbentuk dirinya karena melalui pengalaman dan proses keterlibatan aktif dari dua teori sebelumnya.
Dosen Pengampu: Ibu. Maolidah, M.Psi