Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.1
Konten dari Pengguna
Resensi Novel ‘Bila Malam Bertambah Malam’ Karya Putu Wijaya
24 Oktober 2024 9:34 WIB
·
waktu baca 4 menitTulisan dari Azzahra Nurazizah tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Identitas Novel
Judul Buku : Bila Malam Bertambah Malam
Penulis : I Gusti Ngurah Putu Wijaya
ADVERTISEMENT
Tebal Buku : 142 halaman
Penerbit : PT Dunia Pustaka Jaya
Tahun Terbi t: 1971
Sinopsis
Di Tabanan Bali, tinggal lah seorang janda tua, mantan istri seorang bangsawan yang meninggal saat perang. Janda tua itu biasa dipanggil ‘Gusti Biang’. Gusti Biang tinggal di sebuah puri bersama dengan pembantu nya yang sudah tua yang biasa di panggil ‘Wayan Tua’ dan puterinya bernama ‘Nyoman’. Mereka mengabdi kepada Gusti Biang di puri tersebut, karena mereka merasa punya hutang budi terhadap almarhum suami Gusti Biang. Nyoman dan Wayan sudah tinggal dan mengurus Gusti Biang selama 18 tahun lamanya. Akan tetapi, mereka selalu mendapat hinaan, cacian, dan makian setiap harinya. Gusti Biang merasa dirinya seorang bangsawan yang berhak untuk merendahkan orang lain termasuk seorang pembantu seperti Nyoman dan Wayan. Gusti Biang mempunyai satu anak laki-laki yang sedang berkuliah di pulau jawa. Anaknya bernama ‘Ratu Ngurah’.
ADVERTISEMENT
Suatu hari, Nyoman memberikan obat kepada Gusti Biang yang sedang sakit. Tetapi, obat-obat itu dibuang dan Gusti Biang merasa kalua dirinya diberi racun oleh Nyoman. Dicacinya Nyoman dan di pukul menggunakan tongkat gading miliknya. Nyoman sudah tidak kuat lagi tinggal bersama Gusti Biang, karena hinaan, cacian, dan makian yang tiap hari ia terima. Nyoman dan Wayan akhirnya meninggalkan puri itu dan Gusti Biang. Selang beberapa waktu, Gusti Biang terkejut atas kepulangan anaknya. Ia sangat senang, karena ia merasa anaknya dapat melindunginya dibanding Wayan dan Nyoman. Gusti Biang teringat bahwa sebelum anaknya pergi merantau, ia memberikan cincin peninggalan almarhum ayahnya. Dilihatlah tangan anaknya dan tdak ditemuinya cincin itu. Lantas, Gusti Biang mengatai anaknya durhaka karena tidak bisa menjaga barang yang berharga.
ADVERTISEMENT
Ratu Ngurah menyampaikan alas an mengapa ia memutuskan untuk pulang. Ia bermaksud ingin mengawinkan Nyoman. Setelah mendengar itu, Gusti Biang dengan sangat tegas dan yakin tidak merestui maksud dari Ratu Ngurah. Gusti Biang masih menjunjung tinggi nilai kebangsawanannya, bahwa ditolaknya restu Ratu Ngurah dan Nyoman Niti karena alasan perbedaan kasta antara mereka berdua. Ratu Ngurah pun meyakini ibunya itu, di zaman sekarang ini perbedaan kasta itu sudah tidak berlaku. Nilai moral bangsawan dengan zaman sekarang ini sangat bertentangan, sehingga alasan peebedaan kasta itu tidak benar diucapkan pada zaman sekarang ini.
Wayan bertemu dengan Ratu Ngurah. Wayan memerintahkan kepada Ratu Ngurah untuk mengejar cintanya. Tapi, kerjadian itu dilihat oleh Gusti Biang, sehingga diusirnya Wayan dari puri itu. Selang beberapa waktu, Wayan mengajak Ratu Ngurah untuk berbicara. Wayan menjelaskan semua kisah muda nya dengan jelas. Wayan memberitahu Ratu Ngurah bahwa ayah sejatinya adalah dirinya, bukan bangsawan yang telah meninggal itu dan memiliki 15 isteri. Selama ini, Gusti Biang berpura-pura tidak tahu siapa yang tidur dengannya. Alasan Wayan menghamba di puri ini bertahun-tahun karena cinta nya kepada Gusti Biang. Wayan tidak mau jika kisah cintanya yang terhalang kasta itu terulang pada masa muda Ratu Ngurah. Setelah mendengar itu, Gusti Biang merasa sangat malu dan merestui perkawinan RatuNgurah dengan Nyoman.
ADVERTISEMENT
Kelebihan
Novel ini menceritakan tentag kehidupan adat Bali angtara bangsawan dan rakyat biasa, sehingga bagi pembaca dapat menambah wawasan mengetahui bahasa Bali. Untuk memudahkan pembaca, novel ini juga mencantumkan kamus kata-kata bahasa Bali yang disebutkan di dalam novel. Alur ceritanya juga sangat menarik, penulis berhasil membawa pembaca berimajinasi tentang keadaan pada masa itu di pulau Bali. Novel ini juga memberikan pesan untuk pembaca agar bisa menemui jati diri seseorang, menghargai orang lain, tidak bersikap sombong, dan mengejar cinta sejati.
Kekurangan
Dalam novel ini sering dijumpai beberapa kata kiasan yang mungkin bisa membuat pembaca sulit dimengerti makna atau artinya. Selain itu, alur cerita dalam novel ini maju-mundur-maju, sehingga pembaca mengalami kesulitan untuk berimajinasi merasakan pada masa itu. Gaya bahasa yang dituliskan penulis juga ada beberapa bahasa kasar yang mungkin jika novel ini dibaca anak-anak itu takut mereka tiru.
ADVERTISEMENT