Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.99.1
3 Ramadhan 1446 HSenin, 03 Maret 2025
Jakarta
imsak04:10
subuh04:25
terbit05:30
dzuhur11:30
ashar14:45
maghrib17:30
isya18:45
Konten dari Pengguna
Tax Amnesty: Lanjutkan atau Hentikan? Pro-Kontra Penerapannya di Indonesia
11 Februari 2025 20:19 WIB
·
waktu baca 4 menitTulisan dari Azzahra Syifa tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

ADVERTISEMENT
Tax amnesty atau pengampunan pajak adalah kebijakan pemberian keringanan untuk Wajib Pajak yang tidak melaporkan pajak sesuai ketentuan. Pengampunan ini berupa penghapusan pajak terutang dengan cara Wajib Pajak mengungkapkan harta sebenarnya yang diduga disimpan secara rahasia di negara lain yang bebas pajak. Wajib Pajak cukup membayar uang tebusan tanpa dikenai sanksi administrasi atau sanksi pidana perpajakan.
ADVERTISEMENT
Tax amnesty mulai berlaku sejak disahkannya UU Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak. Selain itu, ketentuan tax amnesty juga diatur dalam UU Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) dan PMK Nomor 196/PMK.03/2021 tentang Tata Cara Pelaksanaan Program Pengungkapan Sukarela (PPS) Wajib Pajak.
Berdasarkan Pasal 2 ayat 2 UU Nomor 11 Tahun 2016, tax amnesty memiliki beberapa tujuan, seperti mempercepat pertumbuhan dan restrukturisasi ekonomi melalui pengalihan harta, mendorong reformasi perpajakan, dan meningkatkan penerimaan pajak.
Kebijakan tax amnesty sendiri sudah diterapkan di Indonesia melalui tax amnesty jilid I yang dilaksanakan pada 28 Juni 2016-31 Maret 2017 dengan partisipasi sebanyak 956.793 Wajib Pajak dan total harta yang diungkap mencapai Rp4.854,63 triliun. Dilanjut tax amnesty jilid II yang dilakasanakan pada 1 Januari-30 Juni 2022 dengan partisipasi sebanyak 247.918 Wajib Pajak dan total harta yang diungkap mencapai Rp594,82 triliun.
ADVERTISEMENT
Setelah berhasil menerapkan jilid I dan II, Pemerintah berencana untuk menerapkan tax amnesty jilid III pada 2025 ini setelah sebelumnya Sri Mulyani, selaku Menteri Keuangan Indonesia, menyatakan tidak akan ada lagi tax amnesty. Rencana kebijakan ini tentunya menimbulkan pro dan kontra dikalangan masyarakat apabila ditinjau dari dampak penerapannya. Berikut beberapa pendapat ahli terhadap kebijakan tax amnesty.
Ahli pajak, Danny Darussalam, menyebutkan bahwa tax amnesty dapat meningkatkan penerimaan pajak dalam jangka pendek serta mendorong repatriasi modal atau aset. Selain itu, basis pajak juga dapat diperluas dengan cara menarik wajib pajak yang sebelumnya menghindari pajak menjadi patuh pajak.
“Kalau tidak ada tax amnesty, saat itu hanya segelintir wajib pajak yang patuh saja yang bayar pajak. sehingga banyak wajib pajak yang tidak patuh padahal memiliki kemampuan membayar pajak,” kata Darussalam.
ADVERTISEMENT
“Tujuan tax amnesty ini mendorong wajib pajak tidak patuh ke depannya membayar pajak bersama-sama wajib pajak patuh,” lanjutnya.
Selain itu, Yustinus Prastowo juga mendukung kebijakan tax amnesty karena baginya kebijakan ini dapat memperbaiki sistem perpajakan Indonesia yang komprehensif.
“Di tengah kompleksitas penarikan pajak, tax amnesty kesempatan memulihkan wajib pajak untuk patuh dan menambah daftar wajib pajak baru yang selaras dengan kondisi global,” ucapnya.
Disisi lain, salah satu ekonom Indonesia, Faisal Basri menilai bahwa tax amnesty justru memberikan insentif bagi Wajib Pajak yang tidak patuh dan memperlakukan Wajib Pajak yang sudah patuh dengan tidak adil. Apabila terus dilakukan, hal ini dapat melemahkan moral pajak di masyarakat karena memberi kesan bahwa menghindari pajak tidak mendapatkan sanksi yang sebanding.
ADVERTISEMENT
"Kredibilitas pemerintah turun. Pengampunan pajak itu tidak pernah dua kali. Satu kali saja cukup," tegas Faisal.
Hal senada juga diungkapkan oleh Ekonom Senior Samuel Sekuritas Indonesia, Fithra Faisal. Menurutnya program Tax Amnesty Jilid I dan II gagal karena tidak secara signifikan mendorong rasio pajak.
"Kalau saya Menteri Keuangannya saya tidak akan melakukan sekali lagi tax amnesty. Kenapa? Buruk, karena kemarin saja sudah enggak berhasil masa mau dilakukan lagi," ujar Fithra.
Fithra juga menyebutkan bahwa tax amnesty memicu moral hazard yang membuat makin banyak Wajib Pajak enggan melaksanakan kewajiban perpajakannya karena berharap program serupa dilaksanakan kembali nantinya.
"Pada akhirnya akan memicu moral hazard, dalam waktu berdekatan ada tax amnesty lagi padahal dulu sudah bilang ini yang terakhir, eh ada lagi. Akhirnya orang akan kehilangan trust," katanya.
ADVERTISEMENT
Meninjau dari pro dan kontra atas kebijakan tax amnesty, sebelum jilid III diterapkan pemerintah harus mengkaji dan memperhitungkan lebih dalam dampak yang akan timbul, baik jangka pendek maupun jangka panjang. Meskipun dalam jangka pendek kebijakan ini dapat meningkatkan penerimaan pajak negara, tetapi efek jangka panjang dapat memicu moral hazard sehingga tidak menutup kemungkinan kepatuhan dan kepercayaan Wajib Pajak atas sistem perpajakan di Indonesia akan menurun.
Jika tax amnesty dilakukan berkali-kali, wajib pajak akan dengan sengaja menghindari pajak karena harapan mendapat pengampunan di masa depan. Skenario terburuk yang mungkin terjadi yaitu menurunnya Wajib Pajak patuh hingga penurunan penerimaan perpajakan di Indonesia.
Dengan demikian, Pemerintah tidak dapat bergantung pada tax amnesty untuk meningkatkan rasio perpajakan. Dibanding itu, alternatif yang lebih baik dilakukan, seperti memperkuat sistem pajak agar lebih transparan, mempermudah sistem administrasi, meningkatkan pengawasan, mempertegas penegakan hukum, serta memberikan insentif kepatuhan pajak. Apabila hal ini dijalankan, penerimaan perpajakan di Indonesia akan meningkat sejalan dengan peningkatan kepatuhan Wajib Pajak.
ADVERTISEMENT